Khatib Jum'at Tidak Mengutip Hadits Dari Ahli Hadits, Bolehkah Dan Bagaimana Hukumnya?
Ibnu Hajar al-Haitami pernah ditanya terkait khatib yang meriwayatkan banyak hadits tanpa menjelaskan sumbernya, atau periwayatannya. Beliau menjawab:
ما ذكره من الأحاديث في خطبة من غير أن يبين رواتها أو من ذكرها فجائز بشرط أن يكون من أهل المعرفة في الحديث أو ينقلها من كتاب ملفه كذلك ، وأما الاعتماد في رواية الأحاديث على مجرد رؤيتها في كتاب ليس مؤلفه من أهل الحديث أو في خطب ليس مؤلفها كذلك فلا يحل ذلك
Artinya: “Hadits-hadits yang disebutkan khatib dalam khutbahnya tanpa menjelaskan para perawi atau siapa yang menyebutkannya, itu diperbolehkan dengan syarat bahwa dia adalah orang yang ahli dalam ilmu hadits, atau dia mengutipnya dari penulis yang juga ahli dalam hadits. Adapun mengandalkan periwayatan hadits hanya berdasarkan melihatnya dalam sebuah buku yang penulisnya bukan ahli hadits, atau dalam khutbah yang penulisnya juga bukan ahli hadits, maka itu tidak diperbolehkan!” (Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Haditsiyyah, [Beirut: Darul Fikr, t.t.], hal. 32).
Lebih lanjut Ibnu Hajar al-Haitami juga tegas menyatakan khatib-khatib yang dinilai kurang kompeten sebagaimana keterangan di atas, mesti ditegur. Bahkan jika mengulangi perbuatannya secara berulang maka perlu dilarang menjadi khatib oleh pihak berwenang. Adapun dalam konteks masa Ibnu Hajar al-Haitami, pihak berwenang merupakan pemerintah. (Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Haditsiyyah, [Beirut: Darul Fikr, t.t.], hal. 32).