Senin, 05 Oktober 2020

MAKNA ISRA’ DAN MI’RAJ

          Perjalanan Nabi Muhmmad SAW dari Makkah ke Bait al- Maqdis, kemudian naik ke Sidratul Muntaha, bahkan melampauinya, serta kembalinya ke Makkah dalam waktu yang singkat, merupakan tantangan terbesar sesudah al-Quran disodorkan oleh Tuhan kepada umat manusia. Peristiwa ini membuktikan bahwa ’ilm dan qudrat Tuhan meliputi dan menjangkau, bahkan mengatasi, segala yang terbatas dan tak terbatas tanpa terbatas ruang dan waktu.

Imam al- Suyuti berpendapat bahwa pengantar satu uraian dalam al-Qur’an adalah uraian yang terdapat dalam surah sebelumnya. Sedangkan inti uraian satu surah difahami dari nama surah tersebut, seperti yang dikatakan oleh al-Biqa’i. Dengan demikian, maka pengantar uraian Isra’ adalah surah yang dinamai Tuhan dengan sebutan al-Nahl, yang berarti lebah.

Mengapa lebah? Karena makhluk ini banyak keajaiban...

Lebah dipilih oleh Tuhan untuk menggambarkan keajaiban ciptaan- Nya agar menjadi pengantar keajaiban perbuatan-Nya dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Lebah juga dipilih sebagai pengantar bagi bagian yang menjelaskan manusia seutuhnya., karena manusia seutuhnya, manusia mukmin, menurut Rasul, adalah ”bagaikan lebah” tidak makan kecuali yang baik dan indah, seperti kembang yang semerbak; tidak menghasilkan sesuatu kecuali yang baik dan berguna, seperti madu yang dihasilkan lebah itu.

Di dalam surah al-Isra’ ini ditemukan sekian banyak petunjuk untuk membina diri dan membangun masyarakat.

Pertama, ditemukan petunjuk untuk melaksanakan shalat lima waktu pada ayat 78:

"Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)."

Dan salat ini pulalah yang merupakan inti dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini. Karena salat pada hakikatnya merupakan kebutuhan mutlak untuk mewujudkan manusia seutuhnya, kebutuhan akal pikiran dan jiwa manusia, sebagaimana ia merupakan kebutuhan untuk mewujudkan masyarakat yang diharapkan oleh manusia seutuhnya.

Kedua, petunjuk-petunjuk lain yang ditemukan dalam rangkaian ayat-ayat yang menjelaskan peristiwa Isra’ dan Mi’raj, dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan masyrakat adil dan makmur, antara lain ayat 16:

"Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), Kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya."

Di tekankan di dalam surah ini bahwa:

"Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya."

"Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya. Karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal."

Bahkan kesederhanaan yang dituntut bukan hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga dalam bidang ibadah shalat mislnya, tidak hanya tergambar dari adanya pengurangan jumlah salat dari lima puluh menjadi lima kali sehari, tetapi juga tergambar dalam petunjuk disurah al-Isra’ juga, yakni berkenaan dengan suara ketika dilaksanakan salat:

"Katakanlah: "Serulah Allah atau Serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya[870] dan carilah jalan tengah di antara kedua itu."

Jalan tengah diantara keduanya berguna untuk mencapai konsentrasi, pemahaman bacaan dan kekhusyukan. Disaat yang sama salat yang dilaksanakan dengan ”jalan tengah” itu tidak mengakibatkan gangguan atau mengundang gangguan, baik gangguan tersebut kepada saudara sesama muslim atau non-muslim, yang mungkin sedang belajar, berzikir, atau mungkin sedang sakit, ataupun bayi-bayi yang sedang tidur nyenyak. Mengapa demikian? Karena dalam kandugan ayat yang menceritakan peristiwa ini,Tuhan menekankan pentingnya persatuan masyarakat seluruhnya. Dengan demikian masing-masing orang dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya, sesuai dengan kemampuan dan bidangnya, tanpa mempersoalkan agama, keyakinan, dan keimanan orang lain. Ini sesuai dengan firman Allah:

"Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya."

Akhirnya, sebelum uraian ini disudahi ada baiknya dibacakan ayat terkhir dalam surah yang menceritakan peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini:


"Katakanlah: "Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud,"

Mudah-mudahan bermanfaat dan dapat kita amalkan dalam perilaku keseharian kita semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar atau pertanyaan

KETENANGAN DAN KEGELISAHAN HATI

  KETENANGAN DAN KEGELISAHAN HATI   اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي شَرَحَ صُدُوْرَ الْمُوَفَّقِيْنَ بِأَلْطَافِ بِرِّهِ وَآلَائِهِ، وَنُوْرِ بَصَ...