Jumat, 13 November 2020

DALIL SAMA, PEMAHAMAN DAN HUKUMNYA BEDA

أَوْ لَمَسْتُمُ النِّسَاءَ

“Atau kamu telah menyentuh perempuan". (An Nisa: 43).


Dalam bahasa Arab, kata “al-lamsu” merupakan lafadh yang musytarak, yaitu lafadh yang dibentuk dengan memiliki makna yang bermacam-macam. Al-lamsu dapat diartikan *menyentuh* , dan dapat diartikan *berhubungan badan.* Sahabat Ali, Ibnu Abbas, dan Hasan memilih makna pertama, sementara Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, dan Sya’bi memilih makna kedua. 


Perbedaan makna, menimbulkan perbedaan pemahaman, sehingga terjadilah perbedaan pendapat dalam mengistinbat hukum di kalangan para imam mazhab.


 *1. Imam Abu Hanifah* 

Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya menyebutkan bahwa persentuhan kulit laki-laki dan perempuan tidak membatalkan wudhu secara mutlak, baik dengan syahwat atau tidak. Mereka berpedoman pada hadits riwayat Aisyah radliyallahu anha:


 أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبَّلَ بَعْضَ نِسَائِهِ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ


“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mencium beberapa istrinya lalu keluar untuk shalat, tanpa berwudhu.” (HR. Turmudzi).


Mereka juga berpegangan pada hadits Aisyah yang lain:  


عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً مِنَ الْفِرَاشِ، فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِي عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ، وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ، وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ. 


Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Pada suatu malam, aku kehilangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dari kasurku. Maka aku pun mencarinya, lalu tanganku mendapati bagian telapak kakinya yang sedang berada di dalam masjid, dan kedua telapak kaki beliau dalam posisi tegak lurus (dalam posisi sujud).” (HR. Muslim, No. 489).


 *2. Imam Syafi'i* 

Di lain sisi, Imam Syafi’i dan para pengikutnya menegaskan bahwa persentuhan kulit tersebut dapat membatalkan wudhu, baik dengan syahwat atau tidak. 


Mereka berpedoman pada makna dhahir Surat an-Nisa ayat 43 di atas, yaitu firman Allah subhanahu wata’ala:


 أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ


 “Atau kamu telah menyentuh perempuan.”


Mereka mengatakan, makna hakiki dari kata “al-lamsu” adalah menyentuh dengan tangan, sedangkan makna majazinya adalah berhubungan badan. Selama perkataan bisa diartikan dengan makna hakiki, maka tidak boleh diartikan dengan makna majazi, kecuali jika tidak mungkin menggunakan makna hakiki, sebagaimana kaidah: 


الأَصْلُ فِي الكَلَامِ الحَقِيْقَةُ


“Pada dasarnya, ucapan itu bermakna hakiki.”  


Kelompok ini memperkuat argumentasinya dengan qira’at versi lain terhadap Surat an-Nisa ayat 43 tersebut, yaitu qira’at yang menghilangkan huruf alif sehingga menjadi: 


أَوْ لَمَسْتُمُ النِّسَاءَ


 Berdasarkan qira’at kedua ini, kata al-lamsu lebih tepat diartikan menyentuh daripada berhubungan badan. Sehingga menurut kelompok ini, persentuhan kulit laki-laki dengan perempuan membatalkan wudhu. 


 *3. Imam Malik* 

Berbeda dari kedua pendapat di atas, Imam Malik dan para pengikutnya memberikan rincian; jika persentuhan itu diikuti dengan syahwat maka membatalkan wudhu, tetapi jika tanpa syahwat, tidak membatalkan.  Mereka mencoba menggabungkan dan mencari titik temu antara hadits-hadits yang dijadikan sandaran oleh kelompok pertama, dan ayat Al-Qur’an yang dijadikan landasan oleh kelompok kedua. Kemudian mereka menyimpulkan bahwa persentuhan kulit yang disertai syahwat dapat membatalkan wudhu, berdasarkan ayat tersebut, dan tidak membatalkan wudhu jika tidak disertai syahwat, berdasarkan hadits-hadits dimaksud.


Sumber:


1. Tafsir Ayat al- Ahkam, Syaikh Muhammad Ali as- Sayis, Juz 1 - 2, halaman 124 - 125).


2. Bidayatul Mujtahid wa  Nihayat al- Muqtashid, Ibnu Rusyd, Juz 1, halaman 27 - 28).


3. Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar atau pertanyaan

KETENANGAN DAN KEGELISAHAN HATI

  KETENANGAN DAN KEGELISAHAN HATI   اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي شَرَحَ صُدُوْرَ الْمُوَفَّقِيْنَ بِأَلْطَافِ بِرِّهِ وَآلَائِهِ، وَنُوْرِ بَصَ...