QONA’AH DALAM KEHIDUPAN
Khutbah ke 1
الحَمْدُ
للهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ عَلَى قُلُوْبِ اْلمُسْلِمِيْنَ
المُؤْمِنِيْنَ، وَجَعَلَ الضِّياَقَ عَلَى قُلُوْبِ الْمُنَافِقِيْنَ
وَالْكَافِرِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْمَلِكُ اْلحَقُّ
اْلمُبِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ
الْوَعْدِ الأَمِيْنِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلمِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا
مُحَمَّدٍ المَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَالتَّابِعِيْنَ لَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ اْلعَلِيِّ اْلعَظِيْمِ.
أَمَّا بَعْدُ
أَيُّهاَ
اْلحَاضِرُوْنَ اْلمُسْلِمُوْنَ حَفِظَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ
بِتَقْوَى اللهِ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَن
يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
Jamaah shalat Jumat Rohimakumullah,
Khatib mengajak diri sendiri dan para jamaah sekalian untuk
senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala,
mempertajam kesadaran ilahiah, mempertebal sikap berserah diri kepada-Nya.
Adapun tema Khutbah Jum’at saat ini adalah QONA’AH DALAM KEHIDUPAN.
Pengertian Qana'ah
Di dalam kitab غريب القرآن في الفردات di sebutkan bahwa Arti dari kata لقناعة adalah mengambil sedikit dari barang-barang yang diperlukan.
Sedangkan didalam Risalah
Qusyairiyyah, imam al-Qushairi mengutip pendapat Muhammad bin Ali at Tirmidzi,
beliau menegaskan: Qanaah adalah kepuasan jiwa terhadap rezeki yang diberikan.
Dalam Pengertian lain dikatakan
qanaah adalah menemukan kecukupan di dalam yang ada dan tidak menginginkan apa
yang tidak ada. Berkaitan dengan Qona'ah ini تعالى و سبحانه الله berfirman
di dalam al-Qur'an surah an-Nahl ayat 97:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ
أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ
أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya:
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Di dalam Tafsir al-Qurthubi, di antara tafsir dari طيبة حياة pada ayat di atas adalah: القناعة. Dan pembahasan qana’ah dalam sunan Ibnu Majah
tersebut disebutkan pula hadits dari ’Abdullah bin ’Amr bin Al ’Ash,
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ هُدِىَ إِلَى الإِسْلاَمِ وَرُزِقَ
الْكَفَافَ وَقَنِعَ بِهِ
”Sungguh beruntung orang yang diberi petunjuk dalam Islam,
diberi rizki yang cukup, dan qana’ah (merasa cukup) dengan rizki tersebut.”
(HR. Ibnu Majah no. 4138).
Mengapa kita harus bersikap Qana'ah?
Secara umum, alasannya adalah agar hidup kita tenang baik di
dunia lebih- lebih lagi akhirat. Karena, jika kita selalu tidak merasa cukup
dengan pemberian الله kepada kita, bahkan selalu melihat orang lain yang lebih dari
kita, baik lebih harta, bentuk tubuh, istri, anak dan lain sebagainya, maka
inilah yang membuat jiwa semakin resah.
Dikisahkan bahwa ada sahabat Nabi kita Muhammad سلم و عليه الله صلى Aun bin Utbah. Aun menuturkan,
"Pernah aku bergaul dengan orang-orang kaya sehingga tidak seorang pun
yang lebih banyak berduka daripadaku. Aku melihat kendaraan yang lebih bagus
daripada kendaraanku dan pakaian yang lebih indah daripada apa yang
kupakai." Dalam keadaan seperti itu. Aun bin Abdullah mendengar sabda
Rasulullah, "Jika seorang dari kamu melihat orang yang dianugerahi harta
dan rupa yang indah, hendaklah ia melihat kepada orang yang lebih rendah
daripadanya karena itu lebih pantas supaya kamu tidak merasa kurang terhadap
nikmat Allah yang diberikan kepadamu." Aun berkata lagi, "Setelah aku
mendengar itu, aku pun menjadi lebih banyak bergaul dengan orang-orang fakir.
Alhamdulillah, aku mendapatkan ketenangan yang sebelumnya tidak
terbayangkan."
Lebih jelasnya cara agar timbul Qana'ah di dalam diri kita
adalah pada hadits berikut ini:
Dalam bab yang sama pada Sunan Ibnu Majah disebutkan pula
hadits,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- « انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا
إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ
اللَّهِ ». قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ « عَلَيْكُمْ »
”Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Lihatlah pada
orang yang berada di bawah kalian dan janganlah perhatikan orang yang berada di
atas kalian. Lebih pantas engkau berakhlak seperti itu sehingga engkau tidak
meremahkan nikmat yang telah Allah anugerahkan -kata Abu Mu’awiyah- padamu.”
(HR. Ibnu Majah no. 4138).
Apakah Qana’ah itu hanya diam saja tanpa usaha?
Qanaah bukan berarti diam berpangku tangan
dan bermalas-malasan tidak mau meningkatkan kesejahteraan hidup tapi
sesungguhnya orang yang qana’ah adalah orang yang sangat kuat dan
bersahaja, dia giat berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan yang dicita-citakan.
Namun Qana’ah itu sangat berkaitan dengan hasil yang telah di capai setelah
berusaha, apabila menemui kegagalan dia tidak pernah berputus asa dan kecewa,
bahkan ia selalu sabar dan husnuzhan dengan keputusan Allah, karena
dia punya keyakinan bahwa di balik semua peristiwa dalam hidup pasti ada
hikmahnya.
Bolehkah kita kaya?
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنِ اتَّقَى وَالصِّحَّةُ لِمَنِ
اتَّقَى خَيْرٌ مِنَ الْغِنَى وَطِيبُ النَّفْسِ مِنَ النِّعَمِ
”Tidak mengapa seseorang itu kaya asalkan bertakwa. Sehat
bagi orang yang bertakwa itu lebih baik dari kaya. Dan hati yang bahagia adalah
bagian dari nikmat.” (HR. Ibnu Majah no. 2141 dan Ahmad 4: 69).
Disebutkan pula di dalam hadits Abu Hurairah berikut ini:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- « لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى
غِنَى النَّفْسِ »
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
’alaihi wa sallam bersabda, ”Yang namanya kaya bukanlah dengan memiliki banyak
harta, akan tetapi yang namanya kaya adalah hati yang selalu merasa cukup.”
(HR. Bukhari no. 6446, Muslim no. 1051, Tirmidzi no. 2373, Ibnu Majah no.
4137).
Ghina nafs dalam hadits ini yang
dimaksud adalah tidak pernah tamak pada segala hal yang ada pada orang lain.
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
مَنْ كَانَ طَالِبًا لِلزِّيَادَةِ لَمْ يَسْتَغْنِ بِمَا
مَعَهُ فَلَيْسَ لَهُ غِنًى
”Siapa yang terus ingin menambah dan menambah lalu tidak
pernah merasa cukup atas apa yang Allah beri, maka ia tidak disebut kaya
hati.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 140).
Sebagai penutup, dari penjelasan di atas di peroleh
kesimpulan:
1. Qanaah adalah kepuasan jiwa terhadap rezeki yang
diberikan.
2.
Cara agar bisa Qona’ah adalah dengan senantiasa orang yang berada di bawah kita
dan janganlah perhatikan orang yang berada di atas kita.
3. Manusia boleh saja kaya harta asalkan ia bertaqwa.
4. Kaya yang sebenarnya adalah hati yang selalu merasa
cukup.
Demikianlah khutbah Jum'at ini kami sampaikan. Dari lubuk
hati yang paling dalam kami memohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan.
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ
اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ ۗ لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا
اكْتَسَبُوْا ۗ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۗوَسْـَٔلُوا اللّٰهَ
مِنْ فَضْلِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا
بَارَكَ اللهُ لِيْ
وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ اْلكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ
إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ
اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم٠
Khutbah ke 2:
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا
النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى قَالَ اللهُ
تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا
اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى
بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ
يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ
اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى
بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ
وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ
الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ
لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي
اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar atau pertanyaan