Berbakti Kepada Kedua Orang Tua
Di dalam istilah Islam birrul walidaini, secara bahasa maknanya adalah berbuat baik (berbakti) kepada kedua orang tua. Dan ini adalah perintah dari Allah Subhanahu wa ta’ala di dalam Firman-Nya:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
Artinya: “Dan kalian sembahlah Allah dan jangan kalian sekutukan Ia dengan apa pun, dan dengan bersikap baik kepada kedua orang tua.” (QS An-Nisa’: 36)
di Dalam Tafsir Jalalain di jelaskan tentang ayat ini yaitu: (Sembahlah olehmu Allah) dengan mengesakan-Nya (dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan suatu pun juga.) (Dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak) dengan berbakti dan bersikap lemah lembut.
Syaikh Muhammad Ali as- Sayis di dalam tafsir ayatil ahkam menjelaskan bahwa cukuplah ayat ini sebagai dalil mengagungkan hak kedua orang tua dan kewajiban berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua. Dan sungguh banyak ayat- ayat dan hadits- hadits masyhur tentang kewajiban berbakti kepada kedua orang tua.
Banyak sekali keutamaan berbakti kepada kedua orang tua, di antaranya adalah:
1. Lebih utama dari berjihad
Syaikh Nashr as- Samarqandi di dalam kitabnya Tanbihul Ghafilin meriwayatkan hadits dari `Abdullâh bin `Amr RA:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ فَاسْتَأْذَنَهُ فِي الْجِهَادِ فَقَالَ أَحَيٌّ اَبَوَاكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ
“Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullâh, lalu dia minta idzin ikut berjihad. Rasulullâh bertanya: ‘Apakah kedua orang tuamu masih hidup?’ Lelaki itu menjawab, “Ya.” Rasulullâh bersabda, “Berjihadlah di sisi keduanya!”
Selanjutnya Syaikh Nashr as- Samarqandi di dalam kitabnya Tanbihul Ghafilin dalam mengomentari hadits ini menyebutkan bahwa berbakti kepada kedua orang tua lebih utama daripada jihad fi sabilillah.
2. Dipanjangkan umur dan bertambah rezekinya
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُمَدَّ فِي عُمْرِهِ، وَيُزَادَ فِي رِزْقِهِ، فَلْيَبَرَّ وَالِدَيْهِ، وَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya, “Dari sahabat Anas bin Malik ra, Rasulullah bersabda, ‘Siapa saja yang ingin dipanjangkan umurnya dan bertambah rezekinya, hendaklah ia berbakti kepada kedua orang tuanya dan menyambung silaturahim,’” (HR Ahmad).
3. Memperoleh ridho dari اَللَّهُ
وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ رِضَا اَللَّهِ فِي رِضَا اَلْوَالِدَيْنِ.
Artinya, “Dari sahabat Abdullah bin Umar ra, dari Nabi Muhammad saw, ia bersabda, ‘Ridha Allah berada pada ridha kedua orang tua”.
Sebaliknya bagi mereka yang durhaka kepadakedua orang tua, atau salah satunya maka mereka mendapat murka dari اَللَّهُ. Sebagaimana lanjutan dari hadits di atas:
وَسَخَطُ اَللَّهِ فِي سَخَطِ اَلْوَالِدَيْنِ أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ
“Sedangkan murka-Nya berada pada murka keduanya,’” (HR At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim).
Bagaiman cara berbakti kepada kedua orang tua?
a. Orang tua yang beragama Islam (berbakti Ketika Hidup dan ketika wafat)
1). Ketika kedua orang tua atau salah satunya masih hidup
وإن كان لك والدان، فآداب الولد مع الوالدين: أن يسمع كلامهما، ويقوم لقيامهما؛ ويمتثل لأمرهما، ولا يمشي أمامهما، ولا يرفع صوته فوق أصواتهما، ويلبي دعوتهما، ويحرص على مرضاتهما، ويخفض لهما جناح الذل، ولا يمن عليهما بالبر لهما ولا بالقيام لأمرهما، ولا ينظر إليهما شزراً، ولا يقطب وجهه في وجههما، ولا يسافر إلا بإذنهما
Artinya, “Jika kau memiliki kedua orang tua, maka adab seorang anak terhadap keduanya adalah:
1. mendengarkan ucapan keduanya,
2. berdiri ketika keduanya berdiri,
3. mematuhi perintah keduanya,
4. tidak berjalan di depan keduanya (kecuali terpaksa karena keadaan),
5. tidak mengeraskan suara melebihi suara keduanya,
6. menjawab panggilan keduanya,
7. berupaya keras mengejar ridha keduanya,
8. bersikap rendah hati terhadap keduanya,
9. tidak mengungkit kebaktian terhadap keduanya atau kepatuhan atas perintah keduanya,
10. tidak memandang keduanya dengan pandangan murka,
11. tidak memasamkan wajah di hadapan keduanya,
12. dan tidak melakukan perjalanan tanpa izin keduanya,” (Lihat Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah).
b). Mendo’akan
Syaikh Nashr as- Samarqand di dalam kitabnya Tanbihul Ghafilin menjelaskan bahwa sebahagian tabi’in RA berkata: “barangsiapa berdo’a untuk kedua orang tuanya dalam sehari semalam sebanyak 5 kali, maka sungguh ia telah menunaikan hak kedua orang tuanya, karena Allah berfirman:
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ
Artinya: “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” (QS Luqman: 41)
Bersyukur kepada Allah adalah dengan melaksanakan sholat 5 waktu sehari semalam, dan bersyukur kepada kedua orang tua adalah dengan mendoakan kedua orang tua setiap hari sebanyak 5 kali.
2. Ketika salah satu atau kedua orang tua sudah wafat
Dalam satu hadits, Rasulullah bersabda:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Artinya: "Apabila Manusia meninggal Dunia maka terputuslah amalnya kecuali karena tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya". (HR. Muslim: 1631)
Minimal hak mendo’akan kedua orang tua yang harus kita penuhi setiap hari sebanyak 5 kali sebagaimana yang telah di jelaskan sebelumnya.
Lebih jauh lagi Imam Ahmad menyebutkan hadits dari Abu Usaid pernah menceritakan sebuah hadits berikut:
١٦١٥٦ - حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّد قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الغسيل . قَالَ : حَدَّثني أسيدُ بْنُ عَلَيَّ، عَنْ أَبِيهِ عَلي بن عيد ، عَنْ أَبِي أُسَيْد (٤٩٨/٣) صَاحَب رَسُول الله ، وَكَانَ بَدْرِيَا وَكَانَ مَوْلاهُمْ . قَالَ : قال أبو أسيد : بَيْنَمَا أَنَا جَالَسَ عَنْدَ رَسُول اللَّهَ هُ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهَ هَلْ بَقِيَ عَلَيَّ مِنْ بِرٍّاَبَوَيَّ شَيْءٌ بَعْدَ مَوْتِهِمَا اَبَرُّهُمَا بِهِ ؟ قَالَ : نَعَمْ، حَصَال أَربَعَةُ : الصَّلاةُ عَلَيْهِمَا، وَالاِسْتِغْفارُ لَهُمَا، وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا ، وَإِكْرَامُ صديقهما ، وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا رَحِمَ لَكَ إِلا مِنْ قَبْلِهِمَا ، فَهُوَ الَّذِي بَقِيَ عَلَيْكَ مِنْ بِرِّهِمِا بَعْدَ مَوْتِهِمَا
Artinya: “Suatu ketika saya sedang duduk-duduk bersama Rasulullah ﷺ. Tiba-tiba ada seorang laki-laki dari sahabat Anshar sowan. Ia bertanya kepada Rasul, ‘Ya Rasul, apakah saya bisa berbaik budi kepada kedua orang tua saya yang sudah meninggal?’ Rasul lalu menjawab, ‘Iya, ada empat hal, yaitu (1) mendoakan mereka, (2) memohonkan ampunan untuk keduanya, (3) menunaikan janji mereka dan memuliakan teman mereka, dan (4) menjalin silaturahim dengan orang-orang yang tidak akan menjadi saudaramu kecuali melalui perantara ayah-ibumu. Itulah budi baik yang harus kamu lakukan setelah mereka meninggal’.” (Musnad Ahmad: 16156)
b. Ortu non muslim (Ketika hidup saja)
Perbedaan agama tidak boleh menjadi alasan bagi anak untuk membenci atau menjauhi kedua orang tua. Seorang anak dapat menunjukkan bakti luar biasa kepada kedua orang tua meskipun berbeda agama. Rasulullah SAW memberikan keteladanan kepada umat Islam perihal ini dengan baktinya kepada pamannya yang mendidik dan mengasuhnya sejak kecil, yaitu Abu Thalib.
Syekh Nawawi Banten di dalam kitab Syarah Maraqil Ubudiyyah mengatakan bahwa seorang anak harus bercengkerama secara hangat dengan kedua orang tuanya meskipun keduanya adalah non-Muslim pada urusan duniawi yang terlepas dari soal keyakinan dan pengamalan agama.
وأما الوالدان الكافران فأدب الولد معهما مصاحبتهما في الأمور التى لا تتعلق بالدين ما دام حيا ومعاملتهما بالحلم والاحتمال وما تقتضيه مكارم الأخلاق والشيم
Artinya, “Perihal kedua orang tua yang kafir, maka tata krama anak terhadap keduanya adalah berbakti kepada mereka pada masalah-masalah yang tidak terkait dengan urusan agama selama mereka masih hidup, berinteraksi dengan keduanya dengan santun dan ‘nerima’, serta apa yang sesuai dengan tuntutan akhlak dan perilaku yang mulia”.