Jumat, 18 Agustus 2023

Khutbah Jum'at : HIKMAH KEMERDEKAAN


 

KHUTBAH JUM’AT

TEMA: HIKMAH KEMERDEKAAN




 

 

 

DI SUSUN OLEH:

FIRDAUS, M.Pd.I

 

 

 

 

 

 

Telah di sampaikan pada

hari Jum’at, 18 Agustus 2023 M/ 1 Shafar 1445 H

di masjid Nurul Falah Bogorejo Kabupaten Tebo Jambi

 

 

 

HIKMAH KEMERDEKAAN

Khutbah ke 1

الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ عَلَى قُلُوْبِ اْلمُسْلِمِيْنَ المُؤْمِنِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْمَلِكُ اْلحَقُّ اْلمُبِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْوَعْد الأَمِيْنِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلمِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ المَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ اْلعَلِيِّ اْلعَظِيْمِ. أَمَّا بَعْدُ

أَيُّهاَ اْلمُسْلِمُوْنَ حَفِظَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

Jamaah shalat Jumat Rohimakumullah,

Khatib mengajak diri sendiri dan para jamaah sekalian marilah  senantiasa bertaqwa kepada Allah subhanahu wata’ala. Adapun judul Khutbah Jum’at saat ini adalah HIKMAH KEMERDEKAAN.

Jamaah shalat Jumat Rohimakumullah,

Awalnya perjuangan meraih kemerdekaan Indonesia masih bersifat kedaerahan, belum ada kesadaran untuk bersatu. Kemudian barulah timbul kesadaran nasionalisme yang selanjutnya menjadi sarana untuk meyatukan perjuangan. Dengan perjuangan panjang yang di landasi semangat jihad dan nasionalisme, para pejuang bersama rakyat bersatu padu melawan penjajah. Sehingga Alhamdulillahirobbil’alamin, bangsa Indonesia bisa mengusir penjajah dan meraih kemerdekaan. Tepat pada tanggal 17 agustus 1945 di proklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Ketika menyusun undang- undang dasar 1945, para pendiri bangsa sangat menyadari, bahwa tidak akan bisa bambu runcing bisa mengalahkan tank-tank baja dan peralatan perang modern lainnya, kecuali jika Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menolong dengan Rahmat-Nya. Para pendiri bangsa sangat menyadari dan mengakui hal ini, sehingga di dalam pembukaan undang- undang dasar 1945 di cantumkan bahwa kemerdekaan Indonesia diperoleh ‘atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa”.

Dari uraian singkat tentang perjuangan meraih kemerdekaan republik Indonesia di atas di peroleh beberapa hikmah, di antaranya:

1.  Kesungguhan dalam berjihad dan berjuang melawan penjajah akan ditunjukkan ke jalan-jalan Allah, sebagaimana firman-Nya:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”. (Q.S. al-Ankabut: 69).

2.  Persatuan dan kesatuan, sejalan dengan firman Allah di dalam surah Āli ‘Imrān ayat 103:

 

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖوَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَاۤءً فَاَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖٓ اِخْوَانًاۚ

“Berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara.”

3.  Kesadaran akan pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta’ala

4.  Pengakuan bahwa kemerdekaan adalah merupakan rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala

5.  Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan taqdir sekaligus nikmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Nikmat selanjutnya adalah kita bisa menajalankan ibadah dengan tenang, bahkan di fasilitasi oleh negara, seperti: banyak masjid yang di bantu pembangunannya oleh negara, kita bisa melaksanakan sholat dengan tenang tanpa ketakutan, terbitnya undang-undang pengelolaan zakat, penghitungan awal dan akhir puasa di urus oleh negara, keberangkatan haji di urus dengan teratur oleh negara, negara membuat regulasi dan lembaga yang mengurus produk halal, adanya lembaga keuangan dan perbankan syari’ah, adanya undang-undang perkawinan yang sesuai dengan syari’at Islam dan lain-lainnya.

            Nikmat- nikmat ini wajib kita syukuri dengan cara tetap menjaga keutuhan NKRI dan menentang segala upaya yang akan merubahnya, kemudian kita mengisi kemedekaan dengan bersama-sama membangun NKRI sesuai bidang kita masing-masing. Kontribusi negara terhadap kemajuan ummat Islam seperti yang telah di sebutkan di atas jangan sampai kita tutup-tutupi, jika kita tutup-tutupi seolah negara tidak ada kontribusi terhadap ummat Islam, maka ini termasuk kufur terhadap nikmat yang telah di berikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada negara kita tercinta ini. Hendaknya kita harus selalu mengingat firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala berikut:

 

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ

Artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ اْلكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم٠

Khutbah ke 2:

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

 

 

 


Kamis, 13 Juli 2023

KHUTBAH JUM’AT: ARAHAN ISLAM DALAM MENGAKSES INFORMASI DAN ILMU PENGETAHUAN

 

 




KHUTBAH JUM’AT:

ARAHAN ISLAM DALAM MENGAKSES INFORMASI DAN ILMU PENGETAHUAN

 

 

 

DI SUSUN OLEH:

FIRDAUS, M.Pd.I

 

 

 

 

 

 

 

 

KABUPATEN TEBO

TAHUN 2023 M/ 1444 H

 

 

ARAHAN ISLAM DALAM MENGAKSES INFORMASI DAN ILMU PENGETAHUAN

Khutbah pertama:

الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ عَلَى قُلُوْبِ اْلمُسْلِمِيْنَ المُؤْمِنِيْنَ وَجَعَلَ الضِّياَقَ عَلَى قُلُوْبِ الْمُنَافِقِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْمَلِكُ اْلحَقُّ اْلمُبِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ الأَمِيْنِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلمِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ المَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ اْلعَلِيِّ اْلعَظِيْمِ. أَمَّا بَعْدُ أَيُّهاَ اْلحَاضِرُوْنَ اْلمُسْلِمُوْنَ حَفِظَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمْرِهِۦ ۚ قَدْ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىْءٍ قَدْرًا 

Hadirin Jama’ah Jum’at رحمكم الله

Judul Khutbah kita adalah:

ARAHAN ISLAM DALAM MENGAKSES INFORMASI DAN ILMU PENGETAHUAN

Pada saat ini kita bisa dengan mudah mengakses beragam informasi dan ilmu pengetahuan melalui beragam media, khususnya media online. Perlu ada arahan Islam agar selamat dari yang tidak bermanfaat, atau bahkan semakin menjauhkan kita dari الله. Oleh karena itu, di dalam menyikapi apapun informasi dan ilmu pengetahuan, maka kita harus selektif, baik terhadap orang yang memberikan informasi dan ilmu pengetahuan maupun terhadap konten (isi) dari informasi dan ilmu pengetahuan tersebut. Berkaitan dengan tindakan selektif terhadap informasi dan ilmu pengetahuan ini الله berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا بِجَهَٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَٰدِمِينَ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Q.S. al- Hujurat: 6).

Mengapa kita harus selektif?

Ibnul Qoyyim berkata di dalam kitab al- fawaid, halaman 45, beliau menjelaskan:

“Tolaklah lintasan pikiran (al khatirah), karena jika kau gagal melakukannya, ia akan menjadi pemikiran (al fikrah). Bila ia telah menjadi pemikiran, tolaklah, jika engkau tidak melakukannya, ia akan menjadi keinginan (al ‘iradah). Lawanlah keinginan, jika tidak, ia akan menjadi tekad dan ambisi (al ‘azimah). Cegahlah tekad dan ambisi, sebab bila tidak ia akan menjadi tindakan (al ‘amal). Bila ia sudah menjadi tindakan, perangilah, sebab bila tidak ia akan menjadi kebiasaan (al ‘adah) yang engkau akan sulit melepaskan diri darinya.”

Berdasarkan penjelasan Ibnul Qoyyim di atas, coba kita bayangkan, bagaimana jika informasi dan ilmu pengetahuan atau ilmu pengetahuan yang tidak benar, atau tidak baik yang kita terima jika sampai pada tingkatan paling tinggi, akan menjadi kebiasaan yang buruk bagi kita, yang pada akhirnya merusak hubungan kita dengan الله karena hati kita lebih banyak di sibukkan dengan selain الله.

Bagaimana cara agar bisa menentukan informasi dan ilmu pengetahuan itu bermanfaat?

Yaitu salah satunya dengan cara mengikuti Hujjatul Islam imam al-Ghazali sebagaimana ungkapan beliau di dalam kitab Bidayatul Hidayah pada hamisy kitab Syarah Maraqil ‘Ubudiyyah (halaman: 32), beliau menjelaskan:

والعلم النافع؛

ما يزيد في خوفك من الله تعالى، ويزيد في بصيرتك بعيوب نفسك، ويزيد في معرفتك بعبادة ربك عزوجل ويقلل من رغبتك في الدنيا، ويزيد في رغبتك في الآخرة ويفتح بصيرتك بآفات أعمالك حتى تتحرز منها، ويطلعك على مكائد الشيطان وغروره

Ilmu pengetahuan yang bemanfaat adalah:

“Sesuatu yang menambah rasa takut anda kepada الله, menambah ketajaman  pandangan mata hati anda tentang kesalahan anda sendiri, menambah pengetahuan anda tentang menyembah Tuhan anda, Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia, mengurangi keinginan anda untuk dunia ini, menambah keinginan anda untuk akhirat, membuka pandangan mata hati anda tentang kejahatan perbuatan Anda sehingga Anda dapat berhati-hati terhadapnya, dan memberi tahu Anda tentang rencana Setan dan tipu dayanya.”

Sambil kita berusaha memahami betul tentang hakikat ilmu yang bermanfaat ini, kita juga hendaknya banyak berdo’a kepada الله agar terhindar dari informasi dan ilmu pengetahuan yang tidak bermanfaat. Sebagaimana yang  Nabi kita berdo’a berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat, رَسُولُ اللهِ bersabda:

اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بكَ مِن عِلْمٍ لا يَنْفَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لا يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لا تَشْبَعُ، وَمِنْ دَعْوَةٍ لا يُسْتَجَابُ لَهَا

Artinya: “Ya Allah … aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak merasa puas, dan dari doa yang tidak didengar (tidak dikabulkan).” (HR. Muslim no.2722, Hadits ini shahih).

Hadirin Jama’ah Jum’at رحمكم الله

Kesimpulan dari khutbah ini adalah:

1.         Islam tidak melarang kita mengakses informasi dan ilmu pengetahuan, bahkan memerintahkan untuk mencari informasi dan ilmu pengetahuan.

2.         Informasi dan ilmu yang di terima hendaknya di periksa dan teliti lebih dahulu.

3.         Islam mengajarkan agar informasi dan ilmu yang di terima haruslah yang bermanfaat.

4.         Informasi dan ilmu yang bermanfaat adalah yang bisa menambah kedekatan kita kepada الله.

5.         Jauhilah informasi yang tidak bermanfaat, apalagi informasi yang buruk, karena akan mempengaruhi fikiran, jiwa, hati, dan perangai kita menjadi buruk juga.

6.         Seringlah berdo’a sebagaimana do’a yang di ajarkan oleh رَسُولُ اللهِ terutama ketika akan mengakses informasi dan ilmu agar dilindungi الله dari informasi dan ilmu yang tidak bermanfaat.

Demikianlah khutbah ini saya sampaikan, mohon maaf atas segala kesalahan, dan semoga اللهِ menjadikan khutbah ini ilmu yang bermanfaat dan penuh berkah di dunia dan akhirat bagi kita semua.

  بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ اْلكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KHUTBAH KEDUA

اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلمِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا . وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ  اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتْ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ  اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ . رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.  عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

 

 

Jumat, 07 Juli 2023

Khutbah Jum'at: QONA’AH DALAM KEHIDUPAN

 

QONA’AH DALAM KEHIDUPAN

Khutbah ke 1

الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ عَلَى قُلُوْبِ اْلمُسْلِمِيْنَ المُؤْمِنِيْنَ، وَجَعَلَ الضِّياَقَ عَلَى قُلُوْبِ الْمُنَافِقِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْمَلِكُ اْلحَقُّ اْلمُبِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْوَعْدِ الأَمِيْنِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلمِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ المَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ اْلعَلِيِّ اْلعَظِيْمِ. أَمَّا بَعْدُ

أَيُّهاَ اْلحَاضِرُوْنَ اْلمُسْلِمُوْنَ حَفِظَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

Jamaah shalat Jumat Rohimakumullah,

Khatib mengajak diri sendiri dan para jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala, mempertajam kesadaran ilahiah, mempertebal sikap berserah diri kepada-Nya. Adapun tema Khutbah Jum’at saat ini adalah QONA’AH DALAM KEHIDUPAN.

 

Pengertian Qana'ah

Di dalam kitab  غريب القرآن  في الفردات  di sebutkan bahwa Arti dari kata لقناعة adalah mengambil sedikit dari barang-barang yang diperlukan.

 

Sedangkan didalam Risalah Qusyairiyyah, imam al-Qushairi mengutip pendapat Muhammad bin Ali at Tirmidzi, beliau menegaskan: Qanaah adalah kepuasan jiwa terhadap rezeki yang diberikan.

Dalam Pengertian lain dikatakan qanaah adalah menemukan kecukupan di dalam yang ada dan tidak menginginkan apa yang tidak ada. Berkaitan dengan Qona'ah ini تعالى و سبحانه الله berfirman di dalam al-Qur'an surah an-Nahl ayat 97:

 

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Artinya:

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

Di dalam Tafsir al-Qurthubi, di antara tafsir dari طيبة حياة pada ayat di atas adalah: القناعة. Dan pembahasan qana’ah dalam sunan Ibnu Majah tersebut disebutkan pula hadits dari ’Abdullah bin ’Amr bin Al ’Ash, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

 

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ هُدِىَ إِلَى الإِسْلاَمِ وَرُزِقَ الْكَفَافَ وَقَنِعَ بِهِ

”Sungguh beruntung orang yang diberi petunjuk dalam Islam, diberi rizki yang cukup, dan qana’ah (merasa cukup) dengan rizki tersebut.” (HR. Ibnu Majah no. 4138).

Mengapa kita harus bersikap Qana'ah?

Secara umum, alasannya adalah agar hidup kita tenang baik di dunia lebih- lebih lagi akhirat. Karena, jika kita selalu tidak merasa cukup dengan pemberian الله kepada kita, bahkan selalu melihat orang lain yang lebih dari kita, baik lebih harta, bentuk tubuh, istri, anak dan lain sebagainya, maka inilah yang membuat jiwa semakin resah.

Dikisahkan bahwa ada sahabat Nabi kita Muhammad سلم و  عليه  الله صلى  Aun bin Utbah. Aun menuturkan, "Pernah aku bergaul dengan orang-orang kaya sehingga tidak seorang pun yang lebih banyak berduka daripadaku. Aku melihat kendaraan yang lebih bagus daripada kendaraanku dan pakaian yang lebih indah daripada apa yang kupakai." Dalam keadaan seperti itu. Aun bin Abdullah mendengar sabda Rasulullah, "Jika seorang dari kamu melihat orang yang dianugerahi harta dan rupa yang indah, hendaklah ia melihat kepada orang yang lebih rendah daripadanya karena itu lebih pantas supaya kamu tidak merasa kurang terhadap nikmat Allah yang diberikan kepadamu." Aun berkata lagi, "Setelah aku mendengar itu, aku pun menjadi lebih banyak bergaul dengan orang-orang fakir. Alhamdulillah, aku mendapatkan ketenangan yang sebelumnya tidak terbayangkan."

Lebih jelasnya cara agar timbul Qana'ah di dalam diri kita adalah pada hadits berikut ini:

Dalam bab yang sama pada Sunan Ibnu Majah disebutkan pula hadits,

 

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ ». قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ « عَلَيْكُمْ »

”Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Lihatlah pada orang yang berada di bawah kalian dan janganlah perhatikan orang yang berada di atas kalian. Lebih pantas engkau berakhlak seperti itu sehingga engkau tidak meremahkan nikmat yang telah Allah anugerahkan -kata Abu Mu’awiyah- padamu.” (HR. Ibnu Majah no. 4138).

Apakah Qana’ah itu hanya diam saja tanpa usaha?

Qanaah bukan berarti diam berpangku tangan dan bermalas-malasan tidak mau meningkatkan kesejahteraan hidup tapi sesungguhnya orang yang qana’ah adalah orang yang sangat kuat dan bersahaja, dia giat berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan yang dicita-citakan. Namun Qana’ah itu sangat berkaitan dengan hasil yang telah di capai setelah berusaha, apabila menemui kegagalan dia tidak pernah berputus asa dan kecewa, bahkan ia selalu sabar dan husnuzhan dengan keputusan Allah, karena dia punya keyakinan bahwa di balik semua peristiwa dalam hidup pasti ada hikmahnya.

 

Bolehkah kita kaya?

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

لاَ بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنِ اتَّقَى وَالصِّحَّةُ لِمَنِ اتَّقَى خَيْرٌ مِنَ الْغِنَى وَطِيبُ النَّفْسِ مِنَ النِّعَمِ

”Tidak mengapa seseorang itu kaya asalkan bertakwa. Sehat bagi orang yang bertakwa itu lebih baik dari kaya. Dan hati yang bahagia adalah bagian dari nikmat.” (HR. Ibnu Majah no. 2141 dan Ahmad 4: 69).

 

Disebutkan pula di dalam hadits Abu Hurairah berikut ini:

 

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ »

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Yang namanya kaya bukanlah dengan memiliki banyak harta, akan tetapi yang namanya kaya adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari no. 6446, Muslim no. 1051, Tirmidzi no. 2373, Ibnu Majah no. 4137). 

 

Ghina nafs dalam hadits ini yang dimaksud adalah tidak pernah tamak pada segala hal yang ada pada orang lain. Imam Nawawi rahimahullah berkata,

 

مَنْ كَانَ طَالِبًا لِلزِّيَادَةِ لَمْ يَسْتَغْنِ بِمَا مَعَهُ فَلَيْسَ لَهُ غِنًى

”Siapa yang terus ingin menambah dan menambah lalu tidak pernah merasa cukup atas apa yang Allah beri, maka ia tidak disebut kaya hati.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 140).

 

Sebagai penutup, dari penjelasan di atas di peroleh kesimpulan:

1. Qanaah adalah kepuasan jiwa terhadap rezeki yang diberikan.

2. Cara agar bisa Qona’ah adalah dengan senantiasa orang yang berada di bawah kita dan janganlah perhatikan orang yang berada di atas kita.

3. Manusia boleh saja kaya harta asalkan ia bertaqwa.

4. Kaya yang sebenarnya adalah hati yang selalu merasa cukup.

 

Demikianlah khutbah Jum'at ini kami sampaikan. Dari lubuk hati yang paling dalam kami memohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan.

 

وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ ۗ لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوْا ۗ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۗوَسْـَٔلُوا اللّٰهَ مِنْ فَضْلِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ اْلكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم٠

 

 

 

 

Khutbah ke 2:

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

 

 

 

Kamis, 30 Maret 2023

Khutbah Jum'at: HAKIKAT IBADAH RAMADHAN

 


HAKIKAT IBADAH RAMADHAN

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Kaum muslimin, jama’ah Jum’at Rahimakumullah.

Di dalam manajemen modern, khususnya manajemen pendidikan modern, kita menemukan ada istilah input, proses dan output. Input bisa di artikan sebagai bahan baku yang akan di masukkan, proses artinya adalah rangkaian tindakan atau pengolahan, output artinya keluaran atau hasil akhir. Ketiga istilah ini juga bisa kita kaitkan dengan firman اللهُ Subhanahu Wa ta’ala tentang puasa yaitu:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al- Baqarah: 183).

Dari ayat tentang puasa di atas dapat di ambil 3 unsur yakni (1) orang- orang yang beriman, (2) Ibadah Puasa, (3) Orang- orang yang bertaqwa. Jika ayat tentang puasa ini kita kaitkan dengan istilah manajeman pendidikan modern di atas, maka inputnya adalah orang-orang yang beriman, prosesnya adalah pelaksanaan Ibadah puasa dan ibadah lainnya, hasil akhirnya adalah orang- orang yang bertaqwa, sedangkan rentang waktu tarbiyah (pendidikan) yang di tempuh adalah selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan. Dan dapat kita perkirakan bahwa, perbedaan proses dalam melaksanakan rangkaian ibadah Ramadhan khususnya puasa, menyebabkan perbedaan tingkatan taqwa. Oleh karena itu, memperbagus proses kita dalam melaksanakan rangkaian ibadah puasa dan ibadah lainnya di bulan Ramadhan sangatlah penting. Memperpagus proses ibadah Ramadhan secara umum di lakukan melalui dua hal: (1) Menahan dan (2) Melakukan.

Kaum muslimin, jama’ah Sholat Jum’at Rahimakumullah.

1. Menahan

Ibadah utama yang khusus ada di bulan Ramadhan adalah berpuasa, hakikat berpuasa adalah menahan, baik menahan dari segala hal yang bisa membatalkan puasa, maupun menahan dari segala yang bisa membatalkan pahala puasa. Upaya kita dalam menahan ketika kita berpuasa ini, menyebabkan derajat puasa kita menjadi berbeda-beda antara satu dengan lainnya, seperti yang di jelaskan oleh Imam al Ghazali yang membagi tingkatan orang-orang yang berpuasa menjadi tiga. Beliau berkata dalam Ihya’ ‘Ulumiddin:

اعْلَمْ أَنَّ الصَّوْمَ ثَلَاثُ دَرَجَاتٍ صَوْمُ الْعُمُومِ وَصَوْمُ الخُصُوْصِ وَصَوْمُ خُصُوْصِ الخُصُوْصِ

Maknanya: “Ketahuilah bahwa puasa itu ada tiga tingkatan: (1) Puasa orang-orang umum, (2) Puasa orang-orang khusus dan (3) Puasa orang-orang yang terkhusus.

(1) Puasa orang-orang umum adalah mencegah perut dan kemaluan dari memenuhi syahwatnya. (2) Puasa orang-orang khusus -dan ini adalah puasanya orang-orang shalih- adalah mencegah mata, telinga, lidah, tangan, kaki dan semua anggota badan dari perbuatan-perbuatan dosa. (3) Sedangkan puasa orang-orang yang terkhusus adalah puasanya hati dari tekad-tekad yang buruk dan pikiran-pikiran duniawi dan mencegahnya dari segala hal selain Allah secara total. Berbuka dalam puasa bagi orang-orang tingkatan ketiga ini adalah dengan berfikir tentang selain Allah dan hari akhir dan dengan berfikir tentang dunia. Ini adalah tingkatan para nabi, shiddiqin dan muqarrabin.

Untuk menaikkan derajat taqwa kita melalui ibadah puasa maka sebaiknya kita menambah hal- hal yang harus kita tahan. Mulailah kita mencegah mata, telinga, lidah, tangan, kaki dan semua anggota badan dari perbuatan-perbuatan dosa. Tinggalkan hal- hal yang sia- sia. Sebagaimana hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.” (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976)

2. Melakukan

Yakni melakukan ibadah – ibadah wajib dan sunnah, seperti sholat 5 waktu, menepati janji, berbuka dengan makanan yang halal dan sumbernyapun halal, menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur, memperbanyak membaca al- Qur’an, tadabbur al- Qur’an, Tadarus al- Qur’an, istiqomah menuntut ilmu agama, mencari dan membantu orang yang membutuhkan, memperbanyak sedekah, banyak berdo’a, berusaha mendapatkan lailatul Qodr, i’tikaf dan beragam amal ibadah lainnya.

Kaum muslimin, jama’ah Jum’at Rahimakumullah.

Akhirnya dari khutbah ini di peroleh kesimpulan bahwa hakikat ibadah Ramadhan adalah menahan dari segala yang membatalkan puasa dan segala yang menghilangkan pahala puasa serta melaksanakan beragam amal ibadah lainnya yang wajib dan sunnah yang tujuan semuanya agar kita betul- betul menjadi orang-orang yang bertaqwa.

   جَعَلَنا اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ : أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيمْ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمْ: وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ. باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ

Khutbah II

   اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ عِبَادَاللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

وقال بعض الحكماء: يجتاج العمل أربعة أشياء حتى يسلم: أولها العلم قبل بدئه لأن العمل لا يصلح إلا بالعلم، فإذا كان العمل بغير علم كان ما يفسده أكثر مما يصلحه. والثاني النية في مبدئه لأن العمل لا يصلح إلا بالنية...والثالث الصبر في وسطه، يعني يصبر فيه حتى يؤديه على السكون والطمأنينة. والرابع الإخلاص عند فراغه، لأن العمل لا يقبل بغير إخلاص، فإذا عملت بالإخلاص يتقبل الله تعالى منك، وتقبل قلوب العباد منك



-------------------------------------

Artinya, “Sebagian orang bijak berkata, ‘Amalan butuh pada empat hal agar selamat: pertama, berilmu sebelum memulainya, karena amal tidak sah tanpa ilmu. Bila amal dilakukan tanpa ilmu, mudharatnya lebih banyak ketimbang maslahatnya. Kedua, niat pada saat memulainya, karena amalan tidak sah tanpa niat. Ketiga, sabar ketika menjalankannya agar mencapai ketenangan. Keempat, ikhlas ketika selesai beramal, karena amalan tidak akan diterima tanpa keikhlasan, bila kamu ikhlas Allah akan menerima amalanmu dan hati orang-orang yang beribah pada Allah (beriman) juga akan menerimanya.”


Kamis, 08 Desember 2022

Berbakti Kepada Kedua Orang Tua


 Berbakti Kepada Kedua Orang Tua

Di dalam istilah Islam birrul walidaini, secara bahasa maknanya adalah berbuat baik (berbakti) kepada kedua orang tua. Dan ini adalah perintah dari Allah Subhanahu wa ta’ala di dalam Firman-Nya:

  وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا 

Artinya: “Dan kalian sembahlah Allah dan jangan kalian sekutukan Ia dengan apa pun, dan dengan bersikap baik kepada kedua orang tua.” (QS An-Nisa’: 36)

di Dalam Tafsir Jalalain di jelaskan tentang ayat ini yaitu: (Sembahlah olehmu Allah) dengan mengesakan-Nya (dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan suatu pun juga.) (Dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak) dengan berbakti dan bersikap lemah lembut.

Syaikh Muhammad Ali as- Sayis di dalam tafsir ayatil ahkam menjelaskan bahwa cukuplah ayat ini sebagai dalil mengagungkan hak kedua orang tua dan kewajiban berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua. Dan sungguh banyak ayat- ayat dan hadits- hadits masyhur tentang kewajiban berbakti kepada kedua orang tua.

Banyak sekali keutamaan berbakti kepada kedua orang tua, di antaranya adalah:

1. Lebih utama dari berjihad

Syaikh Nashr as- Samarqandi di dalam kitabnya Tanbihul Ghafilin meriwayatkan hadits dari `Abdullâh bin `Amr  RA:

   جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ فَاسْتَأْذَنَهُ فِي الْجِهَادِ فَقَالَ أَحَيٌّ اَبَوَاكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ 

“Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullâh, lalu dia minta idzin ikut berjihad. Rasulullâh bertanya: ‘Apakah kedua orang tuamu masih hidup?’ Lelaki itu menjawab, “Ya.” Rasulullâh bersabda, “Berjihadlah di sisi keduanya!”

Selanjutnya Syaikh Nashr as- Samarqandi di dalam kitabnya Tanbihul Ghafilin dalam mengomentari hadits ini menyebutkan bahwa berbakti kepada kedua orang tua lebih utama daripada jihad fi sabilillah.

2. Dipanjangkan umur dan bertambah rezekinya

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُمَدَّ فِي عُمْرِهِ، وَيُزَادَ فِي رِزْقِهِ، فَلْيَبَرَّ وَالِدَيْهِ، وَلْيَصِلْ رَحِمَهُ 

Artinya, “Dari sahabat Anas bin Malik ra, Rasulullah bersabda, ‘Siapa saja yang ingin dipanjangkan umurnya dan bertambah rezekinya, hendaklah ia berbakti kepada kedua orang tuanya dan menyambung silaturahim,’” (HR Ahmad).

3. Memperoleh ridho dari اَللَّهُ

وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ رِضَا اَللَّهِ فِي رِضَا اَلْوَالِدَيْنِ. 

Artinya, “Dari sahabat Abdullah bin Umar ra, dari Nabi Muhammad saw, ia bersabda, ‘Ridha Allah berada pada ridha kedua orang tua”.

Sebaliknya bagi mereka yang durhaka kepadakedua orang tua, atau salah satunya maka mereka mendapat murka dari اَللَّهُ. Sebagaimana lanjutan dari hadits di atas:

وَسَخَطُ اَللَّهِ فِي سَخَطِ اَلْوَالِدَيْنِ أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ

“Sedangkan murka-Nya berada pada murka keduanya,’” (HR At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim).

Bagaiman cara berbakti kepada kedua orang tua?

a. Orang tua yang beragama Islam (berbakti Ketika Hidup dan ketika wafat)

1). Ketika kedua orang tua atau salah satunya masih hidup

وإن كان لك والدان، فآداب الولد مع الوالدين: أن يسمع كلامهما، ويقوم لقيامهما؛ ويمتثل لأمرهما، ولا يمشي أمامهما، ولا يرفع صوته فوق أصواتهما، ويلبي دعوتهما، ويحرص على مرضاتهما، ويخفض لهما جناح الذل، ولا يمن عليهما بالبر لهما ولا بالقيام لأمرهما، ولا ينظر إليهما شزراً، ولا يقطب وجهه في وجههما، ولا يسافر إلا بإذنهما 

Artinya, “Jika kau memiliki kedua orang tua, maka adab seorang anak terhadap keduanya adalah: 

1. mendengarkan ucapan keduanya, 

2. berdiri ketika keduanya berdiri, 

3. mematuhi perintah keduanya, 

4. tidak berjalan di depan keduanya (kecuali terpaksa karena keadaan), 

5. tidak mengeraskan suara melebihi suara keduanya, 

6. menjawab panggilan keduanya, 

7. berupaya keras mengejar ridha keduanya, 

8. bersikap rendah hati terhadap keduanya, 

9. tidak mengungkit kebaktian terhadap keduanya atau kepatuhan atas perintah keduanya, 

10. tidak memandang keduanya dengan pandangan murka, 

11. tidak memasamkan wajah di hadapan keduanya, 

12. dan tidak melakukan perjalanan tanpa izin keduanya,” (Lihat Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah).

b). Mendo’akan

Syaikh Nashr as- Samarqand di dalam kitabnya Tanbihul Ghafilin menjelaskan bahwa sebahagian tabi’in RA berkata:  “barangsiapa berdo’a untuk kedua orang tuanya dalam sehari semalam sebanyak 5 kali, maka sungguh ia telah menunaikan hak kedua orang tuanya, karena Allah berfirman:

  أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ 

Artinya: “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” (QS Luqman: 41) 

Bersyukur kepada Allah adalah dengan melaksanakan sholat 5 waktu sehari semalam, dan bersyukur kepada kedua orang tua adalah dengan mendoakan kedua orang tua setiap hari sebanyak 5 kali.

2. Ketika salah satu atau kedua orang tua sudah wafat

Dalam satu hadits, Rasulullah bersabda:

  إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ  

Artinya: "Apabila Manusia meninggal Dunia maka terputuslah amalnya kecuali karena tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya". (HR. Muslim: 1631)

Minimal hak mendo’akan kedua orang tua yang harus kita penuhi setiap hari sebanyak 5 kali sebagaimana yang telah di jelaskan sebelumnya.

Lebih jauh lagi Imam Ahmad menyebutkan hadits dari Abu Usaid pernah menceritakan sebuah hadits berikut:

 ١٦١٥٦ - حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّد قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الغسيل . قَالَ : حَدَّثني أسيدُ بْنُ عَلَيَّ، عَنْ أَبِيهِ عَلي بن عيد ، عَنْ أَبِي أُسَيْد (٤٩٨/٣) صَاحَب رَسُول الله ، وَكَانَ بَدْرِيَا وَكَانَ مَوْلاهُمْ . قَالَ : قال أبو أسيد : بَيْنَمَا أَنَا جَالَسَ عَنْدَ رَسُول اللَّهَ هُ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهَ هَلْ بَقِيَ عَلَيَّ مِنْ بِرٍّاَبَوَيَّ شَيْءٌ بَعْدَ مَوْتِهِمَا اَبَرُّهُمَا بِهِ ؟ قَالَ : نَعَمْ، حَصَال أَربَعَةُ : الصَّلاةُ عَلَيْهِمَا، وَالاِسْتِغْفارُ لَهُمَا، وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا ، وَإِكْرَامُ صديقهما ، وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا رَحِمَ لَكَ إِلا مِنْ قَبْلِهِمَا ، فَهُوَ الَّذِي بَقِيَ عَلَيْكَ مِنْ بِرِّهِمِا بَعْدَ مَوْتِهِمَا  

Artinya: “Suatu ketika saya sedang duduk-duduk bersama Rasulullah ﷺ. Tiba-tiba ada seorang laki-laki dari sahabat Anshar sowan. Ia bertanya kepada Rasul, ‘Ya Rasul, apakah saya bisa berbaik budi kepada kedua orang tua saya yang sudah meninggal?’ Rasul lalu menjawab, ‘Iya, ada empat hal, yaitu (1) mendoakan mereka, (2) memohonkan ampunan untuk keduanya, (3) menunaikan janji mereka dan memuliakan teman mereka, dan (4) menjalin silaturahim dengan orang-orang yang tidak akan menjadi saudaramu kecuali melalui perantara ayah-ibumu. Itulah budi baik yang harus kamu lakukan setelah mereka meninggal’.” (Musnad Ahmad: 16156) 

b. Ortu non muslim (Ketika hidup saja)

Perbedaan agama tidak boleh menjadi alasan bagi anak untuk membenci atau menjauhi kedua orang tua. Seorang anak dapat menunjukkan bakti luar biasa kepada kedua orang tua meskipun berbeda agama. Rasulullah SAW memberikan keteladanan kepada umat Islam perihal ini dengan baktinya kepada pamannya yang mendidik dan mengasuhnya sejak kecil, yaitu Abu Thalib.

Syekh Nawawi Banten di dalam kitab Syarah Maraqil Ubudiyyah mengatakan bahwa seorang anak harus bercengkerama secara hangat dengan kedua orang tuanya meskipun keduanya adalah non-Muslim pada urusan duniawi yang terlepas dari soal keyakinan dan pengamalan agama. 

وأما الوالدان الكافران فأدب الولد معهما مصاحبتهما في الأمور التى لا تتعلق بالدين ما دام حيا ومعاملتهما  بالحلم والاحتمال وما تقتضيه مكارم الأخلاق والشيم 

Artinya, “Perihal kedua orang tua yang kafir, maka tata krama anak terhadap keduanya adalah berbakti kepada mereka pada masalah-masalah yang tidak terkait dengan urusan agama selama mereka masih hidup, berinteraksi dengan keduanya dengan santun dan ‘nerima’, serta apa yang sesuai dengan tuntutan akhlak dan perilaku yang mulia”.


KETENANGAN DAN KEGELISAHAN HATI

  KETENANGAN DAN KEGELISAHAN HATI   اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي شَرَحَ صُدُوْرَ الْمُوَفَّقِيْنَ بِأَلْطَافِ بِرِّهِ وَآلَائِهِ، وَنُوْرِ بَصَ...