Kamis, 29 Mei 2025

Ajaran Islam Tentang Anak

 

Jamaah jum’at yang dirahmati Allah سبحانه و تعالى

Marilah kita bertaqwa kepada الله dengan sebenar- benar taqwa. Dan salah wujud ketaqwaan adalah menjaga anak dari siksa api neraka. Maka berdasarkan hal ini judul Khutbah Jum’at kita saat ini adalah:

AJARAN ISLAM TENTANG ANAK

Mau membaca lengkap silahkan download filenya:

Download

Senin, 07 April 2025

Khatib Jum'at Tidak Mengutip Hadits Dari Ahli Hadits, Bolehkah Dan Bagaimana Hukumnya?

Khatib Jum'at Tidak Mengutip Hadits Dari Ahli Hadits, Bolehkah Dan Bagaimana Hukumnya?

Ibnu Hajar al-Haitami pernah ditanya terkait khatib yang meriwayatkan banyak hadits tanpa menjelaskan sumbernya, atau periwayatannya. Beliau menjawab: 



ما ذكره من الأحاديث في خطبة من غير أن يبين رواتها أو من ذكرها فجائز بشرط أن يكون من أهل المعرفة في الحديث أو ينقلها من كتاب ملفه كذلك ، وأما الاعتماد في رواية الأحاديث على مجرد رؤيتها في كتاب ليس مؤلفه من أهل الحديث أو في خطب ليس مؤلفها كذلك فلا يحل ذلك



Artinya: “Hadits-hadits yang disebutkan khatib dalam khutbahnya tanpa menjelaskan para perawi atau siapa yang menyebutkannya, itu diperbolehkan dengan syarat bahwa dia adalah orang yang ahli dalam ilmu hadits, atau dia mengutipnya dari penulis yang juga ahli dalam hadits. Adapun mengandalkan periwayatan hadits hanya berdasarkan melihatnya dalam sebuah buku yang penulisnya bukan ahli hadits, atau dalam khutbah yang penulisnya juga bukan ahli hadits, maka itu tidak diperbolehkan!” (Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Haditsiyyah, [Beirut: Darul Fikr, t.t.], hal. 32).



Lebih lanjut Ibnu Hajar al-Haitami juga tegas menyatakan khatib-khatib yang dinilai kurang kompeten sebagaimana keterangan di atas, mesti ditegur. Bahkan jika mengulangi perbuatannya secara berulang maka perlu dilarang menjadi khatib oleh pihak berwenang. Adapun dalam konteks masa Ibnu Hajar al-Haitami, pihak berwenang merupakan pemerintah. (Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Haditsiyyah, [Beirut: Darul Fikr, t.t.], hal. 32).

BACAAN BILAL SHOLAT JUM’AT

 

BACAAN BILAL SHOLAT JUM’AT

1.         Sebelum khotib naik mimbar, bilal mengambil tongkat, kemudian sambil berdiri membaca bacaan berikut ini:

إِنَّ اللهَ وَمَلٰۤئِكَتَهٗ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِيِّ ۚ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اللَّـٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ الطَّٰاهِرِيْنَ وَسَلِّمْ، وَرَضِيَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَنْ سَادَتِنَا أَصْحَابِ سَيِّدِنَا رَسُولِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ، اللَّـٰهُمَّ قَوِّنَا فِي دِيْنِ اْلإِسْلاَمِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَانْصُرْهُمْ عَلَى مُعَانِدِيْهِمْ، رَبِّ اخْتِمْ لَنَا بِالْخَيْرِ، وَيَاخَيْرَ النَّاصِرِيْنَ.

2.       Setelah membaca ini, khotib berdiri dan mengambil tongkat yang di pegang oleh bilal.

3.       Setelah itu bilal azan yang ke-2.

4.       Setelah azan dan berdo’a, kemudian bilal duduk mendengarkan khutbah.

5.       Kemudian, setelah khotib membaca khutbah pertama dan duduk diantara dua khutbah, maka bilal membaca dengan nyaring sholawat berikut ini:

اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍوَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

6.         Setelah khotib selesai khutbah ke-2, maka bila langsung membaca Iqomah. 

Mau Download file Wordnya? klik berikut ini:

download

Jumat, 04 April 2025

TATA CARA MEMBAYAR ZAKAT FITRAH

 

KETENTUAN MEMBAYAR ZAKAT FITRAH

 

1.   Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri dan Keluarga

 ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮَﺓِ ﻋَنِّيْ ﻭَﻋَﻦْ ﺟَﻤِﻴْﻊِ ﻣَﺎ ﻳَﻠْﺰَﻣُنِيْ ﻧَﻔَﻘَﺎﺗُﻬُﻢْ ﺷَﺮْﻋًﺎ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

“Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku dan seluruh orang yang nafkahnya menjadi tanggunganku menurut syari’at, fardu karena Allah Ta‘âlâ.”

Ingin tahu lebih lengkap? Silahkan download:

Download File Word

Kamis, 16 Januari 2025

WAKTU

 



WAKTU

 

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاۤءً وَّالْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَۗ مَا خَلَقَ اللّٰهُ ذٰلِكَ اِلَّا بِالْحَقِّۗ يُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ ۝٥

Artinya: ”Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya. Dialah pula yang menetapkan tempat-tempat orbitnya agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu, kecuali dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada kaum yang mengetahui.”

Di dalam Tafsir al- Wajiz Syaikh Wahbah Az- Zuhaili menjelaskan: “dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, yakni tempat peredaran perjalanan bumi mengitari matahari dan bulan mengitari bumi agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan waktu. Allah tidak menciptakan hal yang demikian sempurna itu melainkan dengan benar, yakni dengan hikmah yang besar. Melalui penciptaan tersebut, Dia menjelaskan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya kepada orang-orang yang mengetahui, yakni yang mau mengambil pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan Allah di alam raya ini.”

Bulan Januari-Desember setiap tahunnya dan penentuan waktu sholat adalah berdasarkan perhitungan peredaran bumi yang mengitari matahari, sedangkan bulan Muharrom-Dzulhijjah (Kalender Hijriyyah) dan khususnya penetuan awal puasa dan awal lebaran adalah berdasarkan perhitungan bulan mengitari bumi. Berarti perhitungan tahun baik berdasarkan kalender masehi maupun hijriyyah sama-sama memiliki dalil dari al-Qur’an sebagaimana ayat di atas, perhitungan waktu, sama-sama berdasarkan 2 makhluq Allah, yakni matahari dan bulan.

Maka sekarang, yang sangat penting bagi kita adalah bagaimana memanfaatkan waktu tersebut. Di antara ayat al-Qur’an yang bisa kita jadikan pedoman adalah Surah al-‘Ashr ayat 1-3:

وَالْعَصْرِۙ ۝١

Demi masa,

اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ ۝٢

sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian,

 

اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبۡرِ۝٣

kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran.

Allah bersumpah demi masa (waktu) padahal masa (waktu) adalah makhluk-Nya, mengapa? Syekh Manna' Al-Qatthan dalam kitab Mabahits fi 'Ulumil Qur'an menjelaskan alasan kenapa Allah bersumpah dengan mahluk-mahluk-Nya:

وإنما أقسم الله بمخلوقاته؛ لأنها تدل على بارئها، وهو الله تعالى، وللإشارة إلى فضيلتها ومنفعتها ليعتبر الناس بها

Artinya, "Sesungguhnya Allah bersumpah dengan mahluk-mahluk-Nya karena makhluk tersebut menunjukan pada Dzat yang menciptakannya, yakni Allah Ta'ala; dan juga sebagai isyarat atas keutamaan dan kemanfaatan mahluk tersebut supaya manusia dapat mengambil pelajaran atau teladan darinya".

Selanjutnya, di dalam tafsir as- Showi di jelaskan bahwa: Ketahuilah bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menetapkan kerugian bagi seluruh manusia, kecuali orang yang melakukan 4 hal yaitu: Iman, amal sholih, saling berwasiat dalam kebenaran, dan saling berwasiat dalam kesabaran. Iman dan amal sholih khusus untuk diri sendiri, sedangkan yang khusus untuk orang lain adalah saling berwasiat dalam kebenaran dan saling berwasiat dalam kesabaran. Ibnu Katsir di dalam tafsirnya menjelaskan bahwa:

1.    Iman

Maksudnya adalah beriman dengan hati mereka.

2.    Beramal Sholih

Maksudnya dengan anggota tubuhnya.

Imam al-Qusyairi di dalam tafsirnya Lathaiful Isyarah menjelaskan maknanya adalah orang-orang yang ikhlas dalam beribadah.

3.    Saling berwasiat dalam kebanaran

Maksudnya saling berwasiat dalam melaksanakan keta’atan dan meninggalkan yang di haramkan.

4.    Saling berwasiat dalam kesabaran

Maksudnya saling berwasiat dalam kesabaran atas musibah-musibah dan taqdir.

 

Maka janganlah kita lalai dengan waktu, yang membuat kita sengsara baik di dunia, lebih-lebih lagi di akhirat. Sebagai penutup marilah kita renungkan hadits Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wa Sallam berikut ini:

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

 

”Ada dua kenikmatan di mana banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang.” [HR Bukhari, dari Ibnu ‘Abbas]

 

Sewaktu sehat mereka tidak mau atau sedikit beribadah, dan ketika senggang hanya untuk hura-hura dan melakukan perbuatan yang sia-sia belaka.

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa menolong dan memberikan hidayah kepada kita di dalam memanfaatkan waktu sesuai dengan keridhoan-Nya selama hidup kita. Amin.

Rabu, 25 Desember 2024

INI “STASIUN” YANG WAJIB KITA SINGGAHI AGAR MASUK KE SURGA



 

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman di dalam al-Qur’an Surah al-Fajr ayat 29 dan 30:

فَادْخُلِيْ فِيْ عِبٰدِيْۙ ۝٢٩

fadkhulî fî ‘ibâdî

Lalu, masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku.

وَادْخُلِيْ جَنَّتِيْ ۝٣٠

wadkhulî jannatî

dan masuklah ke dalam surga-Ku![1]

Berdasarkan ayat ini jelaslah bahwa untuk masuk kedalam surga, haruslah terlebih dahulu masuk kedalam stasiun (golongan) hamba-hamba Allah. Tanpa melewati jalur hamba Allah, maka tidak sampai ke surga. Untuk menjadi hamba Allah Subhanahu Wa Ta'ala kita harus mengetahui sifat-sifatnya agar bisa kita aplìkasikan. Lantas, Bagaimana sesungguhnya sifat-sifat hamba Allah ini?

Didalam al-Qur’an surah al-fatihah Ayat ke 5 Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ ۝٥

iyyâka na‘budu wa iyyâka nasta‘în

Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.[2]

Di dalam tafsir al-Baghawi[3] di jelaskan bahwa hanya kepada-Mu kami menyembah artinya kami mengesakan-Mu, ta’at kepada-Mu dalam keadaan merendahkan diri, tunduk dan patuh, dan keta’atan ibadah hendaklah di iringi bersamaan dengan keadaan merendahkan diri, tunduk dan patuh. Dan di namakan seseorang itu sebagai seorang hamba (عبد) karena merasa rendah diri, tunduk dan patuh di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.[4]

Oleh karena itu tidaklah layak seorang hamba membanggakan dirinya di sebabkan ibadah yang telah di lakukannya. Kenapa? Karena pada hakikatnya hamba itu bisa melakukan ibadah karena pertolongan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebagaimana lanjutan dari ayat اِيَّاكَ نَعْبُدُ yaitu وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ yang tafsirnya adalah kami memohon kepada-Mu untuk beribadah kepada-Mu dan meminta pertolongan kepada-Mu atas semua urusan kami. Maka menjadi jelaslah bahwa ibadah yang kita lakukan itu adalah karena pertolongan, karunia dan rahmat dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala semata, dan janganlah di sandarkan kepada kemampuan kita. Apalagi menyandarkan masuk surga karena amal kita. Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kita masuk surga bukan karena amal kita, tetapi karena karunia dan rahmat Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Sebagaimana sabda Rasulullah Shollallhu ‘Alaihi Wa Sallam yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:

لَنْ يُدْخِلَ أحَدًا عَمَلُهُ الجَنَّةَ. قالوا: ولا أنْتَ يا رَسولَ اللَّهِ؟ قالَ: لا، ولا أنا، إلَّا أنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ بفَضْلٍ ورَحْمَةٍ[5]

Tidak akan masuk surga seorangpun karena amalnya. Para sahabat bertanya: “Tidak juga engkau wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Tidak, Tidak juga saya, kecuali bila Allah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya padaku.”

Ketika kita menyandarkan kepada kemampuan kita, maka di hati kita akan muncul rasa lebih dan merendahkan orang lain yang tidak atau kurang beribadah. Ketika rasa ini muncul segeralah kita memohon perlindungan kepada Allah dari perasaan ini, karena ini adalah suatu bentuk kesombongan. Dan sebaliknya maksiat yang telah kita lakukan tetapi menjadikan rendah diri dan membutuhkan rahmat dari Allah, itu lebih baik dari perbuatan taat yg membangkitkan rasa sombong, ujub dan merendahkan orang lain. Sebagaimana yang di sebutkan oleh oleh Ibnu ‘Athaillah di dalam hikam beliau yang ke 107:

مَعْصِيَة ٌ اَورَثـْتَ ذُلاًّ واَفـْتِقَاراً خَيرٌ من طاَعةٍ اَوْرَثـْتَ عِزًّ واسْتِكباَراً

“Maksiat (dosa) yg menjadikan rendah diri dan membutuhkan rahmat dari Allah, itu lebih baik dari perbuatan taat yg membangkitkan rasa sombong, ujub dan merendahkan orang lain.”

   Mufti Mesir Prof. Dr. Syaikh ‘Ali Jum’ah memberikan penjelasan dengan mengutip penjelasan dari al-‘Allamah ar- Randi dalam syarah hikamnya: “Tidak di ragukan lagi bahwa merendahkan diri dan merasa butuh kepada Allah adalah termasuk dari sifat ‘ubudiyyah, maka menghimpun kedua sifat ini menyebabkan sampai kepada Allah, sedangkan mulia dan besar (agung) termasuk termasuk dari sifat-sifat ketuhanan. Menghimpun kedua sifat ini menyebabkan menjadi hina dan tidak di terimanya amal ibadah.[6]

       Dari penjelasan ini di simpulkan:

1.       Masuk surga harus melalui menjadi hamba Allah terlebih dahulu.

2.       Sifat hamba Allah adalah selalu merendahkan diri, tunduk, patuh dan butuh dihadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

3.       Amal kita tidak menyebabkan kita masuk ke dalam surga, tetapi yang memasukkan adalah karena karunia dan rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

4.       Dosa yang menyebabkan rendah diri dan merasa butuh kepada Allah menyebabkan sampai kepada Allah.

5.       Melakukan ibadah yang menyebabkan diri merasa mulia dan besar (agung) menyebabkan menjadi hina dan tidak di terimanya amal ibadah.

Minggu, 22 Desember 2024

NIKMAT PENGAJARAN AL-QUR’AN, PENCIPTAAN MANUSIA DAN BAHASA

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الرَّحْمٰنِ, اَلَّذِيْ اَنْعَمَ عَلَيْنَا الْقُرْآنَ ,وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍاَحْسَنِ الْاِنْسَانِ, وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ لَهُمْ هِدَايَةُ الْقُرْآنِ. أَمَّـا بَعْدُ. قَالَ اللهُ تَعَالى فِيْ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ : أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيم .بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. تَبَارَكَ ٱلَّذِى نَزَّلَ ٱلْفُرْقَانَ .

Dewan hakim hakim yang arif dan bijaksana
Hadirin seiman, sekeyakinan sebangsa satu jiwa satu bahasa rohimakumullah.

Jo-Ann Tsang, profesor psikologi dan ilmu saraf di College of Arts and Sciences di Baylor University di Waco, Texas, dan beberapa peneliti lainnya mempublikasikan temuan mereka secara online di jurnal Personality and Individual Differences, mereka menemukan bahwa: “orang yang materialistis lebih sulit mensyukuri apa yang dimilikinya, sehingga menyebabkan mereka menjadi sengsara.” bahkan mereka menyempitkan makna benda menjadi uang, sebagaimana di sebutkan di dalam Cambridge dictionary: the belief that having money and possessions is the most important thing in life, yang artinya adalah “keyakinan bahwa memiliki uang dan harta benda adalah hal terpenting dalam hidup.” Keyakinan seperti inipun mempengaruhi ummat Islam.

Meluruskan keyakinan ini, al- Qur’an telah menjelaskan tentang keaneka ragaman nikmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada manusia. Maka, berdasarkan ungkapan ini kami akan memaparkan Syarahan al- Qur’an yang berjudul: Nikmat Pengajaran al- Qur’an, Penciptaan Manusia dan Bahasa.
Dengan rujukan al- Qur’an Surah ar- Rohman ayat 1-4:
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيم .بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
اَلرَّحْمٰنُۙ)١ (عَلَّمَ الْقُرْاٰنَۗ)٢ ( خَلَقَ الْاِنْسَانَۙ)٣ (عَلَّمَهُ الْبَيَانَ)٤(

Artinya: Hamba Berlindung kepada Allah dari godaan Setan yang terkutuk. Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Tuhan Yang Maha Pengasih. Dia mengajarkan Alquran. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara.

1. Nikmat Pengajaran al- Qur’an

اَلرَّحْمٰنُۙ)١ (عَلَّمَ الْقُرْاٰنَۗ)٢ (

Tuhan Yang Maha Pengasih. Dia mengajarkan Alquran.

Di dalam tafsir al- Qosimi di jelaskan bahwa “ Pokok dari nikmat agama adalah al- Qur’an, yakni nikmat turun dan nikmat diajarkannya”. Mengikuti ajaran di dalamnya akan mendapat petunjuk dan rahmat. Ini di jelaskan di dalam al- Qur’an Surah Al Jasiyah ayat 20:

هَٰذَا بَصَائِرُ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Artinya: "(Al-Qur'an) ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini."

Agar bisa menjadi petunjuk di dalam kehidupan al- Qur’an harus di pelajari, yaitu dengan belajar membaca dan memahaminya. Tapi, di Indonesia masih banyak yang buta aksara al- Qur’an. Dra. Hj. Chalimatus Sa’dijah, MA, ketua Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPKM) IIQ Jakarta mengungkapkan bahwa presentase buta aksara Al-Qur’an di Indonesia 58,57% sampai dengan 65%. Kondisi ini memerlukan gerakan bersama untuk memberantas buta aksara al- Qur’an.

Berikutnya adalah belajar memahami al- Qur’an. Peluang untuk memberikan pemahaman al- Qur’an secara luas adalah melalui internet, tergambar dari hasil Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia tahun 2024, pemakai internet di Indonesia adalah 79,5% atau 221.563.479 jiwa.
Komitmen terhadap belajar dan mengajar al- Qur’an dengan berbagai sarana, menjadikan kita tergolong kepada orang terbaik, sebagaimana hadits Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang di riwayatkan oleh Imam Bukhori:

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

“Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” 
 
2. Nikmat Penciptaan Manusia

Sesudah Allah menyatakan nikmat mengajarkan Al-Qur’an pada ayat yang lalu, maka pada ayat ini Dia menciptakan jenis makhluk-Nya yang terbaik yaitu manusia.
خَلَقَ الْاِنْسَانَۙ)٣ (

Dia menciptakan manusia.

Ibnu ‘Asyur menjelaskan di dalam tafsirnya at- Tanwir bahwa penciptaan adalah nikmat yang agung, karena di dalam penciptaan adalah sebagai pemuliaan terhadap makhluk.

3. Nikmat Berbicara dengan Bahasa

عَلَّمَهُ الْبَيَانَ)٤(

Mengajar (manusia) pandai berbicara.

Di dalam tafsir Tafsir al- Qurthubi maknanya adalah Allah mengajarkan manusia seluruh bahasa. Dan Ini termasuk tanda- tanda kebesaran Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sebagaimana firman-Nya di dalam al- Qur’an surah ar- Rum ayat 22:

وَمِنْ اٰيٰتِهٖ خَلْقُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافُ اَلْسِنَتِكُمْ وَاَلْوَانِكُمْۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّلْعٰلِمِيْنَ

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.

Melalui bahasa kita bisa mengajarkan (isi) al- Qur’an. Ketika al- Qur’an sudah kita fahami dan amalkan maka akan menjadi hujjah yang menolong kita, sebagaimana sabda Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang di riwayatkan Imam Muslim:

اَلْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ

“Al-Qur`an itu bisa menjadi hujjah yang membelamu atau sebaliknya menjadi hujjah yang membantahmu.”

Akhirnya, dari syarahan ini kami menyimpulkan:

1. Pengajaran al- Qur’an, penciptaan manusia, dan berkomunikasi dengan bahasa termasuk nikmat Allah.

2. Pokok dari nikmat agama adalah al- Qur’an.

3. Internet termasuk sarana pengajaran al- Qur’an untuk saat ini.

4. Melalui bahasalah belajar dan mengajar al- Qur’an bisa terlaksana.

إِلَى اللِّقَاءِ
وَبِاللهِ التَّوْفِيْقُ والهِدَايَةُ وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ الله وَبَرَكَاتُهُ

KETENANGAN DAN KEGELISAHAN HATI

  KETENANGAN DAN KEGELISAHAN HATI   اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي شَرَحَ صُدُوْرَ الْمُوَفَّقِيْنَ بِأَلْطَافِ بِرِّهِ وَآلَائِهِ، وَنُوْرِ بَصَ...