(Tafsir Hasyiah al- 'Allamah as- Showi 'Alaljalalain, pada tafsir surah Alam Nasyroh, ayat 5, jilid 4 halaman 441 Cetakan Toko Kitab al- Hidayah).
Blog ini di kelola oleh: Firdaus, Dosen Institut Agama Islam Tebo Jambi dan Guru MTSN 1 Tebo. Alumni Pondok Pesantren Daar al- Qur'an al- Islamy (Darqis), MAKN/MAPK The Hok Jambi dan Alumni S1 dan S2 IAIN STS Jambi
Rabu, 01 Desember 2021
TERNYATA KESULITAN ITU "BERIRINGAN" DENGAN KEMUDAHAN
Minggu, 21 November 2021
3 KESALAHAN TERSEMBUNYI AHLI IBADAH IBADAH YANG SERING TAK DI SADARI
3 Kesalahan Tersembunyi Ahli Ibadah Yang Sering Tak Di Sadari
Dalam kitab ‘Uyubun Nafsi, Syekh Muhammad ibn al-Husain an-Naisaburi (w. 412 H) mengungkapkan sekitar 35 kesalahan-kesalahan tersembunyi yang tak disadari manusia, termasuk oleh para ahli ibadah. Karena itu, perlu kiranya kesalahan-kesalahan ini diungkap agar kita tetap waspada dan terhindar darinya. Sebab, siapa pun tak menginginkan ibadahnya sia-sia tanpa nilai apa pun di hadapan Allah Yang Maha Kuasa. Namun di sini akan disajikan tiga kesalahan saja (lihat: Syekh Muhammad ibn al-Husain an-Naisaburi, ‘Uyubun Nafsi, [Thantha: Maktabah ash-Shahabah], hal. 5-10).
Pertama, mengira diri akan selamat. Tak sedikit orang yang beribadah sudah merasa bangga hati bahwa dirinya akan selamat di akhirat. Bahkan tak jarang di antara mereka yang merasa lebih unggul dan istimewa di hadapan orang-orang sekitar. Dia merasa sudah dekat dan berada di jalan Allah. Dia lupa bahwa kemampuannya beribadah semata taufik dari Allah. Kemampuannya berdzikir semata pertolongan dari-Nya. Kemudahan lisannya untuk beristighfar semata kemudahan dari-Nya. Itu pun tidak tahu apakah amalnya diterima dan mendapat rida-Nya atau tidak.
Makanya para ahli ibadah mesti sadar bahwa setan senantiasa menggelincirkan siapa saja dan dari arah mana saja, sebagaimana ikrar Iblis dalam Al-Qur’an:
ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ
“Kemudian aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang mereka, dari arah kanan, dan dari arah kiri mereka,” (Q.S. al-A‘raf [7]: 17).
Padahal, sebelum mengembuskan napas terakhir membawa iman, siapa pun tak sepantasnya merasa nyaman dan aman dari tipu daya setan. Sebab, tidak ada yang tahu, di detik-detik terakhir, dia malah keluar dari jalan Allah, jauh dari pertolongan-Nya, dan meninggal dalam keadaan su’ul khatimah. Ini artinya, orang yang tekun beribadah saja nasibnya belum pasti, apalagi orang yang lalai beribadah.
Kaitan ini, Ibnu Abi Dunya pernah berkata, “Jangan pernah berharap bangkit sementara engkau tak mau memperbaiki kesalahan, jangan pernah berharap selamat jika engkau tak mau meninggalkan dosa-dosa. Maka tinggalkanlah kesalahan ini, lalu tempuh jalan petunjuk dan jalan takwa.
Kedua, tidak merasakan kelezatan ibadah. Hal ini disebabkan oleh kesalahan melihat ibadah sebagai satu kewajiban, bukan sebagai kebutuhan. Ketaatan dibangun bukan atas kesadaran dan kepasrahan kepada Dzat yang memerintah ibadah. Kebaikan yang dijalankan masih banyak dipengaruhi oleh makhluk, bukan atas dasar ketulusan dan keikhlasan kepada Allah. seringkali kebajikan dijalankan hanya karena ingin dipandang, dipuji, dan diperhatikan makhluk. Sehingga pantas saja ibadah yang dilakukan di belakang makhluk tak dirasakan kenikmatannya. Saat tidak ada yang memuji, dirinya kecewa dan tak bersemangat. Bahkan, bukan mustahil, setelah itu dia bosan dan tak lagi semangat beribadah. Makanya Allah meminta hamba-Nya agar beribadah dengan tulus kepada-Nya, sebagaimana ayat:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus,” (QS. Al-Bayyinah [85]: 5).
Jalan keluarnya teruslah berlindung kepada Allah, jangan pernah henti berdzikir mengingat-Nya, jangan pernah luput membaca kitab-Nya, jangan lupa meminta doa para wali Allah, agar Dia membukakan jalan keikhlasan dan pintu kenikmatan beribadah kepada-Nya. Sadarkan hati bahwa makhluk tak kuasa apa-apa, baik mendatangkan manfaat maupun menolak madarat. Mengapa harus bergantung kepada makhluk? Mengapa harus beribadah karena mereka?
Ketiga, masih ceroboh mengikuti bisikan hati (khawatir). Biasanya, merasa diri sudah tekun beribadah, seseorang menganggap apa yang terbesit dalam hatinya adalah benar dan pantas diikuti. Memang benar hati yang jernih kerap dihinggapi bisikan yang baik. Bisikan baik itu yang kemudian dikenal dengan ilham, fisarat, atau lammah. Sumbernya mungkin dari Allah atau malaikat. Namun, tak selamanya bisikan yang masuk ke dalam hati berasal dari Allah dan malaikat. Terkadang banyak pula bisikan yang datangnya dari setan, nafsu, atau berupa istidraj dan khidzlan.
Antisipasinya adalah terus berdzikir dan memohon perlindungan Allah. Ingatlah bahwa setan tak jauh dari hati manusia. Jika manusia berdzikir, ia bersembunyi. Namun, tatkala manusia lalai, setan kembali membisikinya. Perhatikan setiap bisikan yang datang ke dalam hati. Lalu timbanglah matang-matang sebelum diikuti. Jika seiring dengan hawa nafsu, hindarkan. Jika bertentangan dengan syariat, jauhkan. Pantas Ibrahim al-Khawash mengatakan, “Dosa pertama dimulai dari bisikan hati. Jika bisikan itu diketahui oleh pemilik hati, maka dia akanselamat. Jika tidak, dia akan terjerumus ke dalam kemaksiatan. Di saat yang sama, akal dan ilmu pun tak mampu berbuat banyak.Wallahua’lam.
Minggu, 14 November 2021
KHUTBAH JUM’AT: BEKERJA ADALAH IBADAH
(Khutbah ini إن شاء الله akan di sampaikan pada hari Jum'at, 19 Nopember 2021 di Masjid Agung al- Ittihad Kabupaten Tebo Jambi).
اَلْحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ: فَيَاأيُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ .وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. صَدَقَ اللهُ العَظِيمْ
Jama’ah Sholat Jum’at رَحِمَكُمُ اللهُ,
Di dalam kitab Tanwirul Qulub di jelaskan bahwa seorang suami wajib menafkahi istrinya berupa makanan, pakaian dan lain - lain berdasarkan firman الله سبحانه وتعاﻟﯽ di dalam al- Qur’an:
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا
Artinya: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf”. (Al-Baqarah: 233).
Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga bersabda:
اِبْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا ، فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ ، فَإِنْ فَضَلَ عَنْ أَهْلِكَ شَيْءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ ، فَإِنْ فَضَلَ عَنْ ذِي قَرَابَتِكَ شَيْءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا ، بَيْنَ يَدَيْكَ ، وَعَنْ يَمِينِكَ ، وَعَنْ شِمَالِكَ
Artinya: “Mulailah dari dirimu sendiri. Sedekahkanlah untuk dirimu. Selebihnya dari itu untuk keluargamu (anak dan istrimu). Selebihnya lagi dari itu untuk kerabat dekat mu. Selebihnya lagi dari itu untuk tujuan ini dan itu yang ada di hadapanmu, yang ada di kanan dan kirimu.” (HR. Muslim, nomor: 997).
Agar bisa memenuhi kewajiban memberikan nafkah kepada diri kita dan keluarga, maka kita harus bekerja, bahkan susah payah bekerja mencari nafkah bisa menghapus dosa yang tidak bisa di hapus dengan amal ibadah lain sebagaimana telah di sebutkan Imam al- Ghazali didalam kitab Mukhtashar Ihya’i Ulumiddin halaman 80 yang menyebutkan sebuah hadits:
مِنَ الذُّنُوْبِ ذُنُوْبٌ لاَ يُكَفِّرُهَا اِلاَّ اَلْهُمُّ فِيْ طَلَبِ الْمَعِيْشَةِ
Artinya: “diantara dosa-dosa ada yang tidak bisa dihapus (ditebus) kecuali hanya dapat ditebus dengan kesusah-payahan dalam mencari nafkah.”
Berdasarkan penjelasan di atas, khutbah ini di beri judul “BEKERJA ADALAH IBADAH”.
Jama’ah Sholat Jum’at رَحِمَكُمُ اللهُ
Kesibukan seseorang dalam kerja duniawi membutuhkan 2 hal, sebagaimana di sebutkan oleh Syaikh Ibnu ‘Athaillah di dalam kitabnya at- Tanwir fi Isqatittadbir pada halaman 50 beliau menjelaskan bahwa: kebutuhan pertama adalah Ilmu, dan kebutuhan kedua adalah ketaqwaan. Ilmu yang di maksud adalah ilmu yang memberikan pencerahan sehingga bisa mengerti halal dan haram, sehingga aktifitas kerjanya tetap di jalur syari’at, dan ia tetap dalam naungan الله سبحانه وتعاﻟﯽ. Adapun ketaqwaan bakal mencegah diri kita dari perbuatan dosa dan perilaku buruk.
Selanjutnya, agar pekerjaan kita mencari nafkah bisa di menjadi ibadah, menurut syaikh Yusuf al- Qordhawi di dalam kitabnya al- ‘Ibadah fil Islam halaman 62 maka harus memenuhi syarat – syarat berikut:
1. Pekerjaan yang sesuai syari’at Islam, bukan pekerjaan yang di ingkari Islam seperti yang mengandung riba, khianat dan sebagainya.
2. Diiringi dengan niat yang baik, untuk memelihara diri dari meminta- minta, mencukupi kebutuhan keluarga, memberikan manfaat kepada ummat, dan memakmurkan bumi, sebagaimana yang telah di perintahkan oleh الله سبحانه وتعاﻟﯽ.
3. Melaksanakan pekerjaan dengan sempurna dan baik.
4. Mengetahui batasan – batasan (dari) الله سبحانه وتعاﻟﯽ.
5. Pekerjaan dunianya tidak melalaikannya dari kewajiban agama.
Agar aktifitas bekerja mencari nafkah kita menjadi ibadah yang lebih sempurna, maka Syaikh Ibnu ‘Athaillah di dalam kitab at- Tanwir fi Isqatittadbir halaman 50 – 52 menyebutkan ada beberapa etika yang harus di lakukan oleh orang yang bekerja yaitu:
1. Sebelum keluar rumah, ia berjanji kepada الله سبحانه وتعاﻟﯽ untuk memaafkan orang yang berbuat buruk terhadapnya.
2. Sebelum keluar rumah, hendaknya ia berwudhu’ dan mendirikan sholat sunnah atau hajat, dan memohon keselamatan kepada الله سبحانه وتعاﻟﯽ selama beraktifitas di luar rumah.
3. Sebelum keluar rumah, hendaknya ia menitipkan keluarga, harta, dan rumah beserta seluruh isinya kepada الله سبحانه وتعاﻟﯽ , sebab Dia lah yang paling layak menjaganya.
4. Pada saat keluar rumah, hendaknya ia membaca do’a:
بِسْمِ اللَّهِ، تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ
Artinya:
"Dengan nama Allah, aku bertawakal kepada Allah, tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah." (HR.Abu Dawud, (4/325), no. 5094).
Do’a ini bakal membuat setan putus asa dari orang yang membacanya.
5. Orang yang keluar rumah itu mengerjakan amar ma’ruf nahi mungkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran). Sebagai wujud rasa syukur atas nikmat kekuatan dan ketaqwaan yang di berikan الله سبحانه وتعاﻟﯽ kepadanya.
6. Berjalan dengan tenang, rendah hati, dan bersikap santun.
7. Selalu ingat kepada الله سبحانه وتعاﻟﯽ atau (ذكرالله) saat bekerja.
8. Tidak lalai dari shalat tepat waktu, utamanya berjama’ah.
9. (jika pedagang) maka tidak bersumpah atau menyanjung barang dagangannya.
10. Menjaga lisan (ucapan) dari ghibah (menggunjing) dan mengadu domba antar sesama manusia.
Jama’ah Sholat Jum’at رَحِمَكُمُ اللهُ
Demikianlah, dan kesimpulan khutbah ini adalah:
1. Memberikan nafkah di mulai dari diri sendiri, istri, dan anak serta orang yang wajib kita tanggung nafkahnya adalah kewajiban bagi kita.
2. Agar bisa memberikan nafkah, maka di usahakan dengan bekerja sehingga dalam konteks ini bekerjapun menjadi wajib bagi kita.
3. Karena melaksanakan kewajiban, maka bekerja bisa menjadi ibadah bagi kita dengan syarat secara umum bekerja tersebut harus sesuai dengan syari’at Islam.
جَعَلَنا اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ: أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيمْ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمانِ الرَّحِيمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Minggu, 31 Oktober 2021
Khutbah Jum'at: METODE QUR'ANI DALAM MEMBINA PRIBADI DAN UMMAT
KHUTBAH JUM’AT: (Di sampaikan di Masjid Polres Tebo Jambi pada Jum'at, 28 Oktober 2021)
METODE QUR’ANI DALAM MEMBINA PRIBADI DAN UMMAT*
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Pertama, marilah kita memuji dan bersyukur kepada Allah yang telah memberikan nikmat iman, islam dan kesehatan, serta nikmat lainnya, sehingga kita bisa senantiasa beribadah kepada- Nya.
Kedua, marilah kita bersholawat kepada Nabi kita Sayyidina Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa sallam, yang telah mendidik kita ummatnya, sehingga menjadi ummat yang beriman dan beramal sholih.
Selanjutnya, khotib berwasiat marilah kita bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jama’ah Jum’at Rohimakumullah, judul khutbah hari ini adalah “Metode Qur’ani Dalam Membina Pribadi Dan Ummat.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam al- Qur’an:
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” ( Surah al- Baqoroh ayat 129).
Metode membina pribadi dan ummat dari ayat ini adalah:
1. Membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah (al- Qur’an).
Metode pertama membina pribadi kita secara mandiri, membina keluarga, masyarakat, lembaga, dan ummat secara umum adalah harus berupaya agar kita dan mereka bisa membaca al- Qur’an dengan baik dan benar serta mengulang- ulang al- Qur’an setiap hari. Dan di antara keutamaan membaca al- Qur’an adalah bisa membersihkan karat di hati, sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam:
عَنِ ابن عُمَرَ رَضَيِ اللٌهُ عَنهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللٌهِ صَلَيِ عَلَيهِ وَسَلٌمَ اِنٌ هذِهِ القُلُوبَ تَصدَأ الحَدِيدُ اِذَا أصَابَهُ المَاءُ، قِيلَ يَارَسُولَ اللٌهِ وَمَا جِلآوُهَا ؟ قَالَ كَثُرَةُ ذِكرِ الَموتِ وَتلآوَةُ القُرانِ.
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu'anhuma berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya hati ini dapat berkarat sebagaimana berkaratnya besi bila terkena air." Beliau ditanya "Wahai Rasulullah , bagaimana cara membersihkannya?" Rasulullah bersabda, "Memperbanyak mengingat maut dan membaca Al-Qur'an ." (HR. Al-Baihaqi di dalam Syu’bul Iman).
2. Mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah).
Syaikh Mutawalli as- Sya’rawi menjelaskan di dalam tafsirnya Tafsir asy- Sya’rawi bahwa terdapat perbedaan antara tilawah dan ta’lim pada ayat ini. Tilawah hanya membaca al- Qur’an saja, sedangkan ta’lim adalah mengetahui makna ayat, penerapan dan seluk beluk ayat. Maka berdasarkan ayat di atas berarti harus mengetahui makna al- Qur’an dan hadits.
Metode kedua untuk membina pribadi dan ummat, kita dan ummat harus terus berupaya belajar langsung kepada para ulama tentang maksud ayat- ayat al- Qur’an maupun Hadits dengan menggunakan kitab- kitab tafsir dan syarah- syarah (penjelasan) Hadits yang di susun oleh para ulama besar. Hal ini sejalan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam surah an- Nahl ayat 43:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,”
Jangan sampai kita memahami al- Qur’an hanya memahami sendiri dengan bermodalkan terjemahan saja, jika hanya bermodalkan terjemahan saja, ini jelas tanpa ilmu. Dan bisa termasuk kedalam orang yang di ancam Rasulullah di dalam sabdanya:
Dari Ibn Abbas Rasulullah SAW. bersabda:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Dari Ibn Abbas r.a. Rasulullah S.A.W. Bersabda: Barang siapa berbicara tentang Alquran tanpa disertai ilmu, maka hendaklah bersiap-siap mengambil tempat duduknya dari api neraka,
Abu Musa berkata ini hadits hasan-shahih (HR. Turmudzi). Hadis riwayat Turmudzi dari Ibn Abbas, kitab tafsir Alqur’an ‘an Rasulillah, bab ma ja’a fi alladzi yufassiru Al Qur’an bi ar ra’yi, hadis no 2874 dan riwayat Ahmad hadis no 1965.
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
Artinya: “Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapatkan pelajaran” (QS Shad: 29).
Jama’ah Jum’at Rohimakumullah,
3. mensucikan mereka
Metode ketiga dalam membina pribadi dan ummat berdasarkan ayat di atas adalah dengan mensucikan diri. Maksud mensucikan dari ayat ini di himpun dari beberapa kitab tafsir di antaranya adalah:
a. mensucikan ummatnya dari mempersekutukan Allah (Syirik), menyembah berhala, dan mengembangkan dan memperbanyak ketaatan kepada Allah,
b. mengarahkan mereka ke jalan kebaikan dan kesempurnaan iman,
c. mensucikan dari dosa.
Agar bisa terbebas dari kemusyrikan, maka wajib terlebih dahulu mempelajari ilmu tauhid sesuai pemahaman para ulama ahlussunnah wal jama’ah, agar bisa melakukan keta’atan ibadah dan bermu’amalah dengan cara yang benar, maka wajib mempelajari ilmu fiqih sesuai mazhab masing- masing. Agar bisa mengetahui secara detail dan sistematis bagaimana berakhlaq yang baik, maka wajib mempelajari ilmu tasawuf/ akhlaq.
Akhirnya, dapat di simpulkan bahwa dalam membina pribadi dan ummat sesuai dengan ayat di atas adalah:
1. Terus membaca al- Qur’an secara berulang- ulang.
2. Terus belajar memahami al- Qur’an bersama para ulama melalui kitab- kitab tafsir.
3. Terus mengamalkan ajaran Islam secara benar berdasarkan pemahaman ulama ahlussunnah wal jama’ah.
Sebagai penutup, ada baiknya ilmu yang di peroleh dari khutbah ini di sampaikan pula kepada keluarga atau teman lainnya.
Demikianlah khutbah ini di sampaikan, mohon maaf jika ada kesalahan dan semoga melaui khutbah ini اللَّهِ memberikan kebaikan kepada kita semua.
جَعَلَنا اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ : أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيمْ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمانِ الرَّحِيمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Berikut ini video yang isinya hampir sama:
Sabtu, 04 September 2021
Contoh Teks Konsep Pidato: Generasi Qur’ani Untuk Kejayaan Indonesia
Minggu, 27 Juni 2021
Apakah ikhlas itu ada tingkatannya?
Apakah ikhlas itu ada tingkatannya?
Ya, ikhlas itu ada 3 tingkatan, yaitu:
1. Ikhlas tingkat tinggi.
Melakukan amal hanya karena Allah dan karena melaksanakan perintah-Nya. la memandang bahwa Allah adalah Tuhan, sedangkan dirinya adalah hamba. Sehingga dia beribadah bukan karena berharap atau agar terhindar dari sesuatu apapun selain Allah.
2. Ikhlas tingkat sedang.
Melakukan amal karena melaksanakan perintah Allah dengan mengharap pahala dan terhindar dari siksa.
3. Ikhlas tingkat rendah.
Melakukan amal karena merasa sudah dimuliakan oleh Allah dalam kehidupan di dunia dan terhindar dari musibah-musibah dunia.
Jika manusia beramal bukan karena salah satu hal di atas, maka dinamakan riya' (pamer)."
Sumber:
1. kitab Tuhfatul Murid syarah Jauharuttauhid, Syaikh al- Laqqani, halaman 37.
2. Terjemah Sabilulul 'Abid 'Ala Jauharuttauhid, KH. Sholeh Darat, halaman 28.
Kamis, 10 Juni 2021
Meniru Sifat Rasul Yang Terkandung Didalam Surat Al-Baqarah Ayat 129
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. ( Surah al- Baqoroh ayat 129).
SIFAT RASUL DARI AYAT INI
1. yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah (al- Qur’an).
Meniru Nabi kita Muhammad Shallallu’alaihi wa sallam berdasarkan ayat ini:
a. Secara pribadi, berarti kita harus senantiasa banyak membaca al- Qur’an setiap hari
b. Dan secara sosial, jika bacaan kita sudah benar, berarti kita harus mengajarkan orang lain membaca al- Qur’an.
2. mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah).
Syaikh Mutawalli as- Sya’rawi menjelaskan di dalam tafsirnya Tafsir asy- Sya’rawi bahwa beda antara tilawah dan ta’lim pada ayat ini. Tilawah hanya membaca al- Qur’an saja, sedangkan ta’lim adalah mengetahui makna ayat, penerapan dan seluk beluk ayat.
Meniru Nabi kita Muhammad Shallallu’alaihi wa sallam berdasarkan ayat ini:
a. Secara pribadi, Setelah bisa membaca al-Qur’an, kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk belajar kepada para ulama tentang makna dan pemahaman dari al- Qur’an dan Hadits.
b. Dan secara sosial, jika kita sudah memperoleh pemahaman tentang suatu ayat atau hadis, maka hendaklah mengajarkannya kepada orang lain.
3. mensucikan mereka
Dari beberapa tafsir maksud mensucikan di sini adalah:
a. mensucikan ummatnya dari mempersekutukan Allah (Syirik), menyembah berhala, dan mengembangkan dan memperbanyak ketaatan kepada Allah,
b. mengarahkan mereka ke jalan kebaikan dan kesempurnaan iman,
c. mensucikan dari dosa.
Meniru Nabi kita Muhammad Shallallu’alaihi wa sallam berdasarkan ayat ini berarti:
a. Secara pribadi, harus berusaha selalu memelihara diri dari kesalahan dan dosa, dan jika ada kesalahan, harus segera memohon ampun kepada Allah dan bertaubat, serta memperbanyak ibadah dan mengamalkan ajaran Islam yang lain.
b. Secara sosial, sambil memelihara dan memperbaiki diri dan memperbanyak iabadah kita juga punya kewajiban untuk memperbaiki kondisi lingkungan sosial kita dan mengajak mereka beribadah dan mengamalkan ajaran Islam, di mulai dari keluarga, tetangga, masyarakat sekitar dan seterusnya masyarakat yang lebih luas lagi, tetapi tetap dengan cara yang penuh hikmah (bijaksana) dan pengarahan atau pengajaran yang baik.
Kesimpulan
Islam bukan hanya agama untuk perbaikan dan keselamatan pribadi, tapi kita untuk perbaikan dan keselamatan masyarakat bahkan untuk seluruh alam, oleh karena setiap kita mempunyai tanggung jawab untuk memperbaiki didri sendiri dan lingkungan kita di mulai dari keluarga dan seterusnya.
KETENANGAN DAN KEGELISAHAN HATI
KETENANGAN DAN KEGELISAHAN HATI اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي شَرَحَ صُدُوْرَ الْمُوَفَّقِيْنَ بِأَلْطَافِ بِرِّهِ وَآلَائِهِ، وَنُوْرِ بَصَ...

-
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ...
-
BACAAN BILAL SHOLAT JUM’AT 1. Sebelum khotib naik mimbar, bilal mengambil tongkat, kemudian sambil berdiri membaca bacaan berik...
-
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman di dalam al-Qur’an Surah al-Fajr ayat 29 dan 30: فَادْخُلِيْ فِيْ عِبٰدِيْۙ ٢٩ fadkhulî fî ‘ibâ...