Jumat, 13 November 2020

DALIL SAMA, PEMAHAMAN DAN HUKUMNYA BEDA

أَوْ لَمَسْتُمُ النِّسَاءَ

“Atau kamu telah menyentuh perempuan". (An Nisa: 43).


Dalam bahasa Arab, kata “al-lamsu” merupakan lafadh yang musytarak, yaitu lafadh yang dibentuk dengan memiliki makna yang bermacam-macam. Al-lamsu dapat diartikan *menyentuh* , dan dapat diartikan *berhubungan badan.* Sahabat Ali, Ibnu Abbas, dan Hasan memilih makna pertama, sementara Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, dan Sya’bi memilih makna kedua. 


Perbedaan makna, menimbulkan perbedaan pemahaman, sehingga terjadilah perbedaan pendapat dalam mengistinbat hukum di kalangan para imam mazhab.


 *1. Imam Abu Hanifah* 

Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya menyebutkan bahwa persentuhan kulit laki-laki dan perempuan tidak membatalkan wudhu secara mutlak, baik dengan syahwat atau tidak. Mereka berpedoman pada hadits riwayat Aisyah radliyallahu anha:


 أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبَّلَ بَعْضَ نِسَائِهِ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ


“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mencium beberapa istrinya lalu keluar untuk shalat, tanpa berwudhu.” (HR. Turmudzi).


Mereka juga berpegangan pada hadits Aisyah yang lain:  


عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً مِنَ الْفِرَاشِ، فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِي عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ، وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ، وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ. 


Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Pada suatu malam, aku kehilangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dari kasurku. Maka aku pun mencarinya, lalu tanganku mendapati bagian telapak kakinya yang sedang berada di dalam masjid, dan kedua telapak kaki beliau dalam posisi tegak lurus (dalam posisi sujud).” (HR. Muslim, No. 489).


 *2. Imam Syafi'i* 

Di lain sisi, Imam Syafi’i dan para pengikutnya menegaskan bahwa persentuhan kulit tersebut dapat membatalkan wudhu, baik dengan syahwat atau tidak. 


Mereka berpedoman pada makna dhahir Surat an-Nisa ayat 43 di atas, yaitu firman Allah subhanahu wata’ala:


 أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ


 “Atau kamu telah menyentuh perempuan.”


Mereka mengatakan, makna hakiki dari kata “al-lamsu” adalah menyentuh dengan tangan, sedangkan makna majazinya adalah berhubungan badan. Selama perkataan bisa diartikan dengan makna hakiki, maka tidak boleh diartikan dengan makna majazi, kecuali jika tidak mungkin menggunakan makna hakiki, sebagaimana kaidah: 


الأَصْلُ فِي الكَلَامِ الحَقِيْقَةُ


“Pada dasarnya, ucapan itu bermakna hakiki.”  


Kelompok ini memperkuat argumentasinya dengan qira’at versi lain terhadap Surat an-Nisa ayat 43 tersebut, yaitu qira’at yang menghilangkan huruf alif sehingga menjadi: 


أَوْ لَمَسْتُمُ النِّسَاءَ


 Berdasarkan qira’at kedua ini, kata al-lamsu lebih tepat diartikan menyentuh daripada berhubungan badan. Sehingga menurut kelompok ini, persentuhan kulit laki-laki dengan perempuan membatalkan wudhu. 


 *3. Imam Malik* 

Berbeda dari kedua pendapat di atas, Imam Malik dan para pengikutnya memberikan rincian; jika persentuhan itu diikuti dengan syahwat maka membatalkan wudhu, tetapi jika tanpa syahwat, tidak membatalkan.  Mereka mencoba menggabungkan dan mencari titik temu antara hadits-hadits yang dijadikan sandaran oleh kelompok pertama, dan ayat Al-Qur’an yang dijadikan landasan oleh kelompok kedua. Kemudian mereka menyimpulkan bahwa persentuhan kulit yang disertai syahwat dapat membatalkan wudhu, berdasarkan ayat tersebut, dan tidak membatalkan wudhu jika tidak disertai syahwat, berdasarkan hadits-hadits dimaksud.


Sumber:


1. Tafsir Ayat al- Ahkam, Syaikh Muhammad Ali as- Sayis, Juz 1 - 2, halaman 124 - 125).


2. Bidayatul Mujtahid wa  Nihayat al- Muqtashid, Ibnu Rusyd, Juz 1, halaman 27 - 28).


3. Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi

Selasa, 06 Oktober 2020

AMALAN PERINGATAN MAULID NABI MUHAMMAD

 AMALAN PERINGATAN MAULID NABI صلى الله عليه و سلم:

Semangat masyarakat Indonesia untuk menyelenggarakan maulid, bisa dimaklumi. Karena, Islam memang menganjurkan umatnya untuk merayakan hari kelahiran Rasulullah. Tidak salah kalau pemerintah RI menetapkan hari libur bertepatan dengan jatuhnya hari maulid Rasulullah SAW.


Lalu apa yang mesti dilakukan dalam peringatan maulid Rasulullah SAW. Banyak kegiatan ibadah yang bisa dilakukan dalam kesempatan ini. Demikian diterangkan Sayid Bakri bin Sayid M Syatho Dimyathi dalam I‘anatuttholibin.


قال الإمام أبو شامة شيخ المصنف رحمه الله ومن أحسن ما ابتدع فى زماننا ما يفعل فى كل عام فى اليوم الموافق ليوم مولده صلى الله عليه وسلم من الصدقات والمعروف وإظهار الزينة والسرور فان ذلك مع ما فيه من الإحسان الى الفقراء يشعر بمحبة النبي صلى الله عليه وسلم وتعظيمه وجلالته فى قلب فاعل ذلك وشكر الله تعالى على ما من به من إيجاد رسوله الذى أرسله رحمة للعالمين صلى الله عليه وسلم


Artinya, Imam Abu Syamah (guru penulis) berkata, “Salah satu dari sekian banyak bid‘ah paling hasanah di zaman kita ialah kelaziman yang dibuat masyarakat setiap tahun dalam merayakan harlah Rasulullah SAW berupa sedekah, berbuat ma’ruf, dan bersolek diri atau merapikan desa serta menyatakan kegembiraan. Semua itu berikut perbuatan baik kepada orang-orang faqir, menunjukkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW, keagungan serta kebesaran beliau SAW di hati mereka yang merayakan maulid, dan bentuk syukur kepada Allah atas anugerah-Nya dalam menciptakan seorang Rasulullah yang diutus sebagai rahmat bagi sekalian alam. Semoga Allah melimpahkan sholawat dan salam kepada rasul-Nya SAW.”

FAIDAH SHOLAWAT

 FAIDAH SHOLAWAT 

1. 1 kali sholawat di balas Allah dg 10 kali sholawat, plus di angkat derajat 10 kali lipat, plus di hapuskan 10 kesalahan.

2. Baca 100 kali sholawat dalam sehari semalam, dikabulkan 100 hajatnya, 70 hajat di akhirat dan 30 hajat di dunia. (١٤٨-١٤٧ تنبيه الغافلين ص)

Buruan baca sholawat kepada nabi kita محمد صلى الله عليه وسلم

KISAH KASIH SAYANG DAN PERTOLONGAN ALLAH

Al-Hafiz ibnu Asakir dalam biografi seorang lelaki yang menjadi guru Abu Bakar Muhammad ibnu Daud Ad-Dainuri yang dikenal dengan nama Ad-Duqqi seorang sufi. Muhammad ibnu Daud menceritakan bahwa lelaki itu pernah menyewa hewan begalnya untuk suatu perjalanan dari Dimasyq ke Zabdani. Dan di suatu hari ada seorang lelaki ikut menumpang. Mereka berdua melewati jalan biasa; dan ketika sampai di tengah perjalanan, ada jalan yang sudah tidak terpakai lagi. Lalu lelaki yang menumpang berkata kepadanya, "Ambillah jalan ini, karena sesungguhnya ini adalah jalan pintas." Ia berkata, "Apakah tidak ada pilihan lain bagiku?" Lelaki itu berkata, "Tidak, bahkan jalan inilah yang terdekat ke tujuan kita." Akhirnya kami terpaksa menempuhnya dan sampailah kami di suatu tempat yang terjal, padanya terdapat jurang yang dalam, sedangkan di dalam jurang itu banyak mayat. Kemudian lelaki itu berkata kepadaku (si perawi), "Tolong tahanlah laju begal ini, karena aku akan turun." Lelaki itu turun dan menyingsingkan lengan bajunya, lalu mencabut pisaunya dengan tujuan akan membunuhku, maka aku lari dari hadapannya, tetapi ia mengejarku. Lalu saya meminta belas kasihan kepadanya dengan menyebut nama Allah, dan saya katakan kepadanya, "Ambillah begal ini berikut semua muatan yang ada padanya (biarkanlah aku selamat, jangan kau bunuh)." Lelaki itu menjawab, "Sesungguhnya aku hanya menginginkan nyawamu." Aku pertakuti dia dengan siksaan Allah (jika membunuhku), tetapi ia bersikeras ingin membunuhku dan tidak mau menerima nasihatku, akhirnya aku menyerahkan diri padanya seraya berkata, "Aku mau menyerah asal kamu berikan sedikit waktu bagiku untuk salat dua rakaat." Ia menjawab, "Segeralah kamu lakukan." Aku berdiri dan melakukan salat, tetapi Al-Qur'an yang telah kuhafal tidak ada yang kuingat lagi, tiada satu huruf pun darinya yang terlintas dalam pikiranku (karena dalam keadaan takut) sehingga aku hanya berdiri kebingungan, sedangkan orang yang akan membunuhku mengatakan "Cepat sedikit." Dan Allah menggerakkan lisanku untuk mengucapkan firman-Nya: Atau siapakah yang memperkenankan doa orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilang­kan kesusahan. (An-Naml: 62). Tiba-tiba aku melihat seorang pengendara kuda datang dari mulut lembah kami berada, sedangkan di tangannya terpegang sebuah tombak, lalu ia lemparkan tombak itu ke arah lelaki yang akan membunuhku, dan tombak tersebut tepat mengenai jantung lelaki itu. Akhirnya dia terjungkal mati seketika itu juga. Lalu aku bergantung pada penunggang kuda itu seraya bertanya, "Demi Allah, siapakah engkau ini?" Penunggang kuda menjawab, "Aku adalah utusan Tuhan yang memperkenankan doa orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya". Lalu aku mengambil hewan begalku berikut semua muatannya dan pulang dengan selamat.


Dikutip secara Bebas dari buku yg saya baca (lihat gambar cover nya pada status saya sebelumnya) dan buku ini mengutip tafsir ibnu katsir QS. an-Naml ayat 62.

Dzikir Berjamaah dengan Suara Keras dan Berdoa setelah Sholat

Berkumpul di suatu tempat untuk berdzikir bersama hukumnya adalah sunnah dan merupakan cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hadits-hadits yang menunjukkan kesunnahan perkara ini banyak sekali, diantaranya.

 مَا مِنْ قَوْمٍ اجْتَمَعُوْا يَذْكُرُوْنَ اللهَ لَا يُرِيْدُوْنَ بِذَالِكَ إلَّا وَجْهَهُ تَعَالَى إلَّا نَادَاهُمْ مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ أَنْ قُوْمُوْأ مَغْفُوْرًا لَكُمْ –أخرجه الطبراني 

"Tidaklah suatu kaum berkumpul untuk berdzikir dan tidak mengharap kecuali ridla Allah kecuali malaikat akan menyeru dari langit: Berdirilah kalian dalam keadaan terampuni dosa-dosa kalian. (HR Ath-Thabrani)".

Sedangkan dalil yang menunjukkan kesunnahan mengeraskan suara dalam berdzikir secara umum di antaranya adaah hadits qudsi berikut ini. 

Rasulullah SAW bersabda:

 يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: أَناَ عِنْدَ ظَنِّي عّبْدِي بِي وَأنَا مَعَهُ عِنْدَ ذَكَرَنِي، فَإنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرًا مِنْهُ –منقق عليه 

Allah Ta’ala berfirman: Aku kuasa untuk berbuat seperti harapan hambaku terhadapku, dan aku senantiasa menjaganya dan memberinya taufiq serta pertolongan kepadanya jika ia menyebut namaku. Jika ia menyebut namaku dengan lirih Aku akan memberinya pahala dan rahmat dengan sembunyi-sembunyi, dan jika ia menyebutku secara berjamaah atau dengan suara keras maka aku akan menyebutnya di kalangan malaikat yang mulia. (HR Bukhari-Muslim) 

Dzikir secara berjamaah juga sangat baik dilakukan setelah shalat. Para ulama menyepakati kesunnahan amalan ini. At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah SAW ditanya:

 أَيُّ دُعَاءٍ أَسْمَعُ؟  “Apakah Doa yang paling dikabulkan?” Rasulullah menjawab:

 جَوْفُ اللَّيْلِ وَدُبُرُ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوْبَاتِ – قال الترمذي: حديث حسن 

“Doa di tengah malam, dan seusai shalat fardlu." (At-Tirmidzi mengatakan, hadits ini hasan).

Dalil-dalil berikut ini menunjukkan kesunnahan mengeraskan suara dalam berdzikir secara berjamaah setelah shalat secara khusus, di antaranya hadits Ibnu Abbas berkata: 

كُنْتُ أَعْرِفُ إنْقِضَاءِ صَلَاةِ رَسُوْلِ اللهِ بِالتَّكْبِيْرِ – رواه البخاري ومسلم 

Aku mengetahui selesainya shalat Rasulullah dengan takbir (yang dibaca dengan suara keras)”. (HR Bukhari Muslim) 

أَنَّ رَفْعَ الصّوْتِ بِالذِّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوْبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ 

رَسُوْلِ اللهِ – رواه البخاري ومسلم

 Mengeraskan suara dalam

 berdzikir ketika jamaah selesai shalat fardlu terjadi pada zaman Rasulullah. (HR Bukhari-Muslim) 

Dalam sebuah riwayat al-Bukhari dan Muslim juga, Ibnu Abbas mengatakan:

 كنت أعلم إذا انصرفوا بذالك إذا سمعته – رواه البخاري ومسلم

 Aku mengetahui bahwa mereka telah selesai shalat dengan mendengar suara berdikir yang keras itu. (HR Bukhari Muslim)

Hadits-hadits ini adalah dalil diperbolehkannya berdzikir dengan suara yang keras, tetapi tentunya tanpa berlebih-lebihan dalam mengeraskannya. 

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/17656/dzikir-berjamaah-dengan-suara-keras


*DALIL - DALIL BERDO'A SETELAH SHOLAT* 

1. Doa setelah shalat itu disunnahkan oleh banyak ulama, sekedar contoh saja adalah Syaikh ad-Damiri dalam an-Najmul Wahhaj menjelaskan kesunnahannya lengkap berikut dalil hadis sahihnya sebagai berikut:

يستحب الدعاء بعد الصلاة؛ لما روى الترمذي [٣٤٩٩] أن النبي صلى الله عليه وسلم سئل: أي الدعاء أسمع؟ - أي: أقرب إلى الإجابة- قال: (جوف الليل، ودبر الصلوات المكتوبات).

وروى أبو داوود [١٥١٧] والنسائي [٣/ ٥٣]- بإسناد صحيح- أن النبي صلى الله عليه وسلم أخذ بيد معاذ وقال: (يا معاذ؛ والله إني أحبك، أوصيك يا معاذ: لا تدعن دبر كل صلاة أن تقول: اللهم؛ أعني على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك).

النجم الوهاج في شرح المنهاج

- ج: ٢ - ص: ١٨٧ -

2. Bukan hanya ulama mazhab, Imam Mazhab pun, dalam hal ini adalah Imam Ahmad, juga menyunnahkan berdoa dan berdzikir dengan suara keras setelah shalat.  

وقال القاضي أبو يعلى في ((الجامع الكبير)) : ظاهر كلام أحمد: أنه يسن للإمام الجهر بالذكر والدعاء عقب الصلوات بحيث يسمع المأموم، ولا يزيد على ذلك.

فتح الباري لابن رجب

- ج: ٧ - ص: ٣٩٩ -

3. Imam Bukhari dalam kitab Shahihnya juga membuat satu bab khusus yang berjudul بَابُ الدُّعَاءِ بَعْدَ الصَّلاَةِ artinya Bab Doa Setelah Shalat. Dari judul babnya saja sudah jelas isinya apa. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menegaskan bahwa judul itu sengaja dibuat sebagai penolakan terhadap orang yang menyangka bahwa doa setelah shalat itu tidak disyariatkan. 

(قَوْلُهُ بَابُ الدُّعَاءِ بَعْدَ الصَّلَاةِ)

أَيِ الْمَكْتُوبَةِ وَفِي هَذِهِ التَّرْجَمَةِ رَدٌّ عَلَى مَنْ زَعَمَ أَنَّ الدُّعَاءَ بَعْدَ الصَّلَاةِ لَا يُشْرَعُ.... 

Kemudian Ibnu Hajar menukil penjelasan Ibnul Qayyim yang isinya mirip dengan video ini yang menyatakan doa setelah shalat tak ada dalilnya, yang ada dalilnya adalah doa di dalam shalat. Ibnu Hajar kemudian dengan tegas menolak klaim Ibnul Qayyim itu sebab justru dalilnya banyak. Beliau berkata:

قُلْتُ وَمَا ادَّعَاهُ مِنَ النَّفْيِ مُطْلَقًا مَرْدُودٌ فَقَدْ ثَبَتَ عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ يَا مُعَاذُ إِنِّي وَاللَّهِ لَأُحِبُّكَ فَلَا تَدَعْ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ أَنْ تَقُولَ اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد وَالنَّسَائِيّ وَصَححهُ بن حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ وَحَدِيثُ أَبِي بَكْرَةَ فِي قَوْلِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو بِهِنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَالتِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ وَحَدِيثُ سَعْدٍ الْآتِي فِي بَابِ التَّعَوُّذِ مِنَ الْبُخْلِ قَرِيبًا فَإِنَّ فِي بَعْضِ طُرُقِهِ الْمَطْلُوبَ وَحَدِيثُ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ الْحَدِيثُ أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ 

Kemudian di video ini dikatakan bahwa kata "dubur" artinya bagian akhir yang tak terpisah, bukan setelahnya, sehingga duburas shalawat artinya bagian akhir shalat sewaktu tasyahhud, bukan setelah usai shalat. Pemahaman ini ini juga disanggah oleh Ibnu Hajar sebab justru banyak hadis yang isinya memerintahkan dzikir duburas shalawat yang maksudnya adalah setelah usai shalat, bukan saat shalat. Dan dubur dalam arti sesudah usai ini adalah ijmak sehingga juga harus dipakai dalam kasus doa ini. 

فَإِنْ قِيلَ الْمُرَادُ بِدُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ قُرْبَ آخِرِهَا وَهُوَ التَّشَهُّدُ قُلْنَا قَدْ وَرَدَ الْأَمْرُ بِالذِّكْرِ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ وَالْمُرَادُ بِهِ بَعْدَ السَّلَامِ إِجْمَاعًا فَكَذَا هَذَا حَتَّى يَثْبُتَ مَا يُخَالِفُهُ

فتح الباري لابن حجر

- ج: ١١ - ص: ١٣٣ -

Sekedar perbandingan, kita ambil contoh kasus pernyataan Imam Malik bahwa tidak perlu bertakbir pada hari tasyriq di selain duburis shalawat. 

ومذهب مالك، انه لا يكبر في أيام التشريق في غير دبر الصلوات.

فتح الباري لابن رجب

- ج: ٩ - ص: ٢٩ -

Bacaan takbir saat hari tasyriq setelah idul adha semua tahu kalau dibaca sehabis shalat, bukan saat tasyahhud setelah saat shalat. Ini artinya istilah "dubur" tidak hanya dipakai dalam arti bagian akhir atau bagian belakang tubuh (baca: anus), tapi juga dipakai dalam arti setelah berakhirnya sesuatu.

Demikian juga hadis berikut yang menganjurkan membaca dzikir tasbih 33x, tahmid 33x, dan takbir 33x memakai redaksi "dubur setiap shalat". Semua tahu kalau itu artinya setelah habis shalat bukan saat tasyahhud akhir. 

«مَنْ سَبَّحَ الله في دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاثًا وَثَلاثِينَ، وحَمِدَ اللهَ ثَلاثًا وَثَلاَثِينَ، وَكَبَّرَ الله ثَلاثًا وَثَلاَثِينَ، وقال تَمَامَ المِئَةِ: لا إلهَ إِلا اللهُ وَحدَهُ لا شَريكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ البَحْرِ». رواه مسلم

Aneh sekali ada orang yang mengatakan bahwa pendapat yang terkuat adalah kata "dubur" artinya di akhir tapi tak terpisah. Ini jelas mengada-ada. Apa jangan-jangan ustadz ini membaca dzikir di atas saat tasyahhud? haha...

4. Anjuran doa setelah shalat tak hanya memakai kata "dubur" saja, tetapi juga ada yang memakai kata "ba'da" yang artinya "setelah". Jadi makin jelas kalau artinya memeng berdoa setelah usai shalat, bukan saat akhir shalat.

وَقَدْ أَخْرَجَ التِّرْمِذِيُّ مِنْ حَدِيثِ أَبِي أُمَامَةَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الدُّعَاءِ أَسْمَعُ قَالَ جَوْفَ اللَّيْلِ الْأَخِيرَ وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ وَقَالَ حَسَنٌ وَأَخْرَجَ الطَّبَرِيُّ مِنْ رِوَايَةِ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ الصَّادِقِ قَالَ الدُّعَاءُ بَعْدَ الْمَكْتُوبَةِ أَفْضَلُ مِنَ الدُّعَاءِ بَعْدَ النَّافِلَةِ كَفَضْلِ الْمَكْتُوبَةِ عَلَى النَّافِلَةِ

فتح الباري لابن حجر

- ج: ١١ - ص: ١٣٤ -

Selain itu juga hadis marfu' yang memakai redaksi "ketika Nabi telah berpaling dari shalat, lalu Nabi berdoa: ya Allah, jadikanlah agamaku baik untukku." Berpaling dari shalat jelas saat sudah selesai shalat

وَحَدِيثُ صُهَيْبٍ رَفَعَهُ كَانَ يَقُولُ إِذَا انْصَرَفَ مِنَ الصَّلَاةِ اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لي ديني الحَدِيث أخرجه النَّسَائِيّ وَصَححهُ بن حِبَّانَ وَغَيْرُ ذَلِكَ

فتح الباري لابن حجر

- ج: ١١ - ص: ١٣٣ -

Semoga bermanfaat.

BENARKAH MENGUNJUNGI WALI ALLAH KAFIR ATAU SESAT?

Termasuk kesesatan yg jelas dan nyata adalah menganggap kafir orang yg mengunjungi wali-wali Allah. 

Sekali-kali tidak, bahkan mengunjungi wali-wali Allah adalah termasuk bahagian cinta kepada Allah.

(Sumber: Tafsir As-Showi, tafsir al-maidah ayat 36)

TERJEMAHAN AL-QUR'AN BUKAN AL-QUR'AN

Ulama- ulama al-Qur'an mengingatkan bahwa,  betapapun telitinya seorang penerjemah,  apa yg diterjemahkannya dari al-Qur'an bukanlah al-Qur'an. Bahkan lebih tepat untuk tidak di namai terjemahan al-Qur'an. Tapi  harus di fahami terjemahan makna- maknanya. 

(M. QURAISH SHIHAB, TAFSIR AL- MISHBAH SEKAPUR SIRIH, HAL. xv)

KETENANGAN DAN KEGELISAHAN HATI

  KETENANGAN DAN KEGELISAHAN HATI   اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي شَرَحَ صُدُوْرَ الْمُوَفَّقِيْنَ بِأَلْطَافِ بِرِّهِ وَآلَائِهِ، وَنُوْرِ بَصَ...