Selasa, 06 Oktober 2020

AMALAN PERINGATAN MAULID NABI MUHAMMAD

 AMALAN PERINGATAN MAULID NABI صلى الله عليه و سلم:

Semangat masyarakat Indonesia untuk menyelenggarakan maulid, bisa dimaklumi. Karena, Islam memang menganjurkan umatnya untuk merayakan hari kelahiran Rasulullah. Tidak salah kalau pemerintah RI menetapkan hari libur bertepatan dengan jatuhnya hari maulid Rasulullah SAW.


Lalu apa yang mesti dilakukan dalam peringatan maulid Rasulullah SAW. Banyak kegiatan ibadah yang bisa dilakukan dalam kesempatan ini. Demikian diterangkan Sayid Bakri bin Sayid M Syatho Dimyathi dalam I‘anatuttholibin.


قال الإمام أبو شامة شيخ المصنف رحمه الله ومن أحسن ما ابتدع فى زماننا ما يفعل فى كل عام فى اليوم الموافق ليوم مولده صلى الله عليه وسلم من الصدقات والمعروف وإظهار الزينة والسرور فان ذلك مع ما فيه من الإحسان الى الفقراء يشعر بمحبة النبي صلى الله عليه وسلم وتعظيمه وجلالته فى قلب فاعل ذلك وشكر الله تعالى على ما من به من إيجاد رسوله الذى أرسله رحمة للعالمين صلى الله عليه وسلم


Artinya, Imam Abu Syamah (guru penulis) berkata, “Salah satu dari sekian banyak bid‘ah paling hasanah di zaman kita ialah kelaziman yang dibuat masyarakat setiap tahun dalam merayakan harlah Rasulullah SAW berupa sedekah, berbuat ma’ruf, dan bersolek diri atau merapikan desa serta menyatakan kegembiraan. Semua itu berikut perbuatan baik kepada orang-orang faqir, menunjukkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW, keagungan serta kebesaran beliau SAW di hati mereka yang merayakan maulid, dan bentuk syukur kepada Allah atas anugerah-Nya dalam menciptakan seorang Rasulullah yang diutus sebagai rahmat bagi sekalian alam. Semoga Allah melimpahkan sholawat dan salam kepada rasul-Nya SAW.”

FAIDAH SHOLAWAT

 FAIDAH SHOLAWAT 

1. 1 kali sholawat di balas Allah dg 10 kali sholawat, plus di angkat derajat 10 kali lipat, plus di hapuskan 10 kesalahan.

2. Baca 100 kali sholawat dalam sehari semalam, dikabulkan 100 hajatnya, 70 hajat di akhirat dan 30 hajat di dunia. (١٤٨-١٤٧ تنبيه الغافلين ص)

Buruan baca sholawat kepada nabi kita محمد صلى الله عليه وسلم

KISAH KASIH SAYANG DAN PERTOLONGAN ALLAH

Al-Hafiz ibnu Asakir dalam biografi seorang lelaki yang menjadi guru Abu Bakar Muhammad ibnu Daud Ad-Dainuri yang dikenal dengan nama Ad-Duqqi seorang sufi. Muhammad ibnu Daud menceritakan bahwa lelaki itu pernah menyewa hewan begalnya untuk suatu perjalanan dari Dimasyq ke Zabdani. Dan di suatu hari ada seorang lelaki ikut menumpang. Mereka berdua melewati jalan biasa; dan ketika sampai di tengah perjalanan, ada jalan yang sudah tidak terpakai lagi. Lalu lelaki yang menumpang berkata kepadanya, "Ambillah jalan ini, karena sesungguhnya ini adalah jalan pintas." Ia berkata, "Apakah tidak ada pilihan lain bagiku?" Lelaki itu berkata, "Tidak, bahkan jalan inilah yang terdekat ke tujuan kita." Akhirnya kami terpaksa menempuhnya dan sampailah kami di suatu tempat yang terjal, padanya terdapat jurang yang dalam, sedangkan di dalam jurang itu banyak mayat. Kemudian lelaki itu berkata kepadaku (si perawi), "Tolong tahanlah laju begal ini, karena aku akan turun." Lelaki itu turun dan menyingsingkan lengan bajunya, lalu mencabut pisaunya dengan tujuan akan membunuhku, maka aku lari dari hadapannya, tetapi ia mengejarku. Lalu saya meminta belas kasihan kepadanya dengan menyebut nama Allah, dan saya katakan kepadanya, "Ambillah begal ini berikut semua muatan yang ada padanya (biarkanlah aku selamat, jangan kau bunuh)." Lelaki itu menjawab, "Sesungguhnya aku hanya menginginkan nyawamu." Aku pertakuti dia dengan siksaan Allah (jika membunuhku), tetapi ia bersikeras ingin membunuhku dan tidak mau menerima nasihatku, akhirnya aku menyerahkan diri padanya seraya berkata, "Aku mau menyerah asal kamu berikan sedikit waktu bagiku untuk salat dua rakaat." Ia menjawab, "Segeralah kamu lakukan." Aku berdiri dan melakukan salat, tetapi Al-Qur'an yang telah kuhafal tidak ada yang kuingat lagi, tiada satu huruf pun darinya yang terlintas dalam pikiranku (karena dalam keadaan takut) sehingga aku hanya berdiri kebingungan, sedangkan orang yang akan membunuhku mengatakan "Cepat sedikit." Dan Allah menggerakkan lisanku untuk mengucapkan firman-Nya: Atau siapakah yang memperkenankan doa orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilang­kan kesusahan. (An-Naml: 62). Tiba-tiba aku melihat seorang pengendara kuda datang dari mulut lembah kami berada, sedangkan di tangannya terpegang sebuah tombak, lalu ia lemparkan tombak itu ke arah lelaki yang akan membunuhku, dan tombak tersebut tepat mengenai jantung lelaki itu. Akhirnya dia terjungkal mati seketika itu juga. Lalu aku bergantung pada penunggang kuda itu seraya bertanya, "Demi Allah, siapakah engkau ini?" Penunggang kuda menjawab, "Aku adalah utusan Tuhan yang memperkenankan doa orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya". Lalu aku mengambil hewan begalku berikut semua muatannya dan pulang dengan selamat.


Dikutip secara Bebas dari buku yg saya baca (lihat gambar cover nya pada status saya sebelumnya) dan buku ini mengutip tafsir ibnu katsir QS. an-Naml ayat 62.

Dzikir Berjamaah dengan Suara Keras dan Berdoa setelah Sholat

Berkumpul di suatu tempat untuk berdzikir bersama hukumnya adalah sunnah dan merupakan cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hadits-hadits yang menunjukkan kesunnahan perkara ini banyak sekali, diantaranya.

 مَا مِنْ قَوْمٍ اجْتَمَعُوْا يَذْكُرُوْنَ اللهَ لَا يُرِيْدُوْنَ بِذَالِكَ إلَّا وَجْهَهُ تَعَالَى إلَّا نَادَاهُمْ مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ أَنْ قُوْمُوْأ مَغْفُوْرًا لَكُمْ –أخرجه الطبراني 

"Tidaklah suatu kaum berkumpul untuk berdzikir dan tidak mengharap kecuali ridla Allah kecuali malaikat akan menyeru dari langit: Berdirilah kalian dalam keadaan terampuni dosa-dosa kalian. (HR Ath-Thabrani)".

Sedangkan dalil yang menunjukkan kesunnahan mengeraskan suara dalam berdzikir secara umum di antaranya adaah hadits qudsi berikut ini. 

Rasulullah SAW bersabda:

 يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: أَناَ عِنْدَ ظَنِّي عّبْدِي بِي وَأنَا مَعَهُ عِنْدَ ذَكَرَنِي، فَإنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرًا مِنْهُ –منقق عليه 

Allah Ta’ala berfirman: Aku kuasa untuk berbuat seperti harapan hambaku terhadapku, dan aku senantiasa menjaganya dan memberinya taufiq serta pertolongan kepadanya jika ia menyebut namaku. Jika ia menyebut namaku dengan lirih Aku akan memberinya pahala dan rahmat dengan sembunyi-sembunyi, dan jika ia menyebutku secara berjamaah atau dengan suara keras maka aku akan menyebutnya di kalangan malaikat yang mulia. (HR Bukhari-Muslim) 

Dzikir secara berjamaah juga sangat baik dilakukan setelah shalat. Para ulama menyepakati kesunnahan amalan ini. At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah SAW ditanya:

 أَيُّ دُعَاءٍ أَسْمَعُ؟  “Apakah Doa yang paling dikabulkan?” Rasulullah menjawab:

 جَوْفُ اللَّيْلِ وَدُبُرُ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوْبَاتِ – قال الترمذي: حديث حسن 

“Doa di tengah malam, dan seusai shalat fardlu." (At-Tirmidzi mengatakan, hadits ini hasan).

Dalil-dalil berikut ini menunjukkan kesunnahan mengeraskan suara dalam berdzikir secara berjamaah setelah shalat secara khusus, di antaranya hadits Ibnu Abbas berkata: 

كُنْتُ أَعْرِفُ إنْقِضَاءِ صَلَاةِ رَسُوْلِ اللهِ بِالتَّكْبِيْرِ – رواه البخاري ومسلم 

Aku mengetahui selesainya shalat Rasulullah dengan takbir (yang dibaca dengan suara keras)”. (HR Bukhari Muslim) 

أَنَّ رَفْعَ الصّوْتِ بِالذِّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوْبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ 

رَسُوْلِ اللهِ – رواه البخاري ومسلم

 Mengeraskan suara dalam

 berdzikir ketika jamaah selesai shalat fardlu terjadi pada zaman Rasulullah. (HR Bukhari-Muslim) 

Dalam sebuah riwayat al-Bukhari dan Muslim juga, Ibnu Abbas mengatakan:

 كنت أعلم إذا انصرفوا بذالك إذا سمعته – رواه البخاري ومسلم

 Aku mengetahui bahwa mereka telah selesai shalat dengan mendengar suara berdikir yang keras itu. (HR Bukhari Muslim)

Hadits-hadits ini adalah dalil diperbolehkannya berdzikir dengan suara yang keras, tetapi tentunya tanpa berlebih-lebihan dalam mengeraskannya. 

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/17656/dzikir-berjamaah-dengan-suara-keras


*DALIL - DALIL BERDO'A SETELAH SHOLAT* 

1. Doa setelah shalat itu disunnahkan oleh banyak ulama, sekedar contoh saja adalah Syaikh ad-Damiri dalam an-Najmul Wahhaj menjelaskan kesunnahannya lengkap berikut dalil hadis sahihnya sebagai berikut:

يستحب الدعاء بعد الصلاة؛ لما روى الترمذي [٣٤٩٩] أن النبي صلى الله عليه وسلم سئل: أي الدعاء أسمع؟ - أي: أقرب إلى الإجابة- قال: (جوف الليل، ودبر الصلوات المكتوبات).

وروى أبو داوود [١٥١٧] والنسائي [٣/ ٥٣]- بإسناد صحيح- أن النبي صلى الله عليه وسلم أخذ بيد معاذ وقال: (يا معاذ؛ والله إني أحبك، أوصيك يا معاذ: لا تدعن دبر كل صلاة أن تقول: اللهم؛ أعني على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك).

النجم الوهاج في شرح المنهاج

- ج: ٢ - ص: ١٨٧ -

2. Bukan hanya ulama mazhab, Imam Mazhab pun, dalam hal ini adalah Imam Ahmad, juga menyunnahkan berdoa dan berdzikir dengan suara keras setelah shalat.  

وقال القاضي أبو يعلى في ((الجامع الكبير)) : ظاهر كلام أحمد: أنه يسن للإمام الجهر بالذكر والدعاء عقب الصلوات بحيث يسمع المأموم، ولا يزيد على ذلك.

فتح الباري لابن رجب

- ج: ٧ - ص: ٣٩٩ -

3. Imam Bukhari dalam kitab Shahihnya juga membuat satu bab khusus yang berjudul بَابُ الدُّعَاءِ بَعْدَ الصَّلاَةِ artinya Bab Doa Setelah Shalat. Dari judul babnya saja sudah jelas isinya apa. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menegaskan bahwa judul itu sengaja dibuat sebagai penolakan terhadap orang yang menyangka bahwa doa setelah shalat itu tidak disyariatkan. 

(قَوْلُهُ بَابُ الدُّعَاءِ بَعْدَ الصَّلَاةِ)

أَيِ الْمَكْتُوبَةِ وَفِي هَذِهِ التَّرْجَمَةِ رَدٌّ عَلَى مَنْ زَعَمَ أَنَّ الدُّعَاءَ بَعْدَ الصَّلَاةِ لَا يُشْرَعُ.... 

Kemudian Ibnu Hajar menukil penjelasan Ibnul Qayyim yang isinya mirip dengan video ini yang menyatakan doa setelah shalat tak ada dalilnya, yang ada dalilnya adalah doa di dalam shalat. Ibnu Hajar kemudian dengan tegas menolak klaim Ibnul Qayyim itu sebab justru dalilnya banyak. Beliau berkata:

قُلْتُ وَمَا ادَّعَاهُ مِنَ النَّفْيِ مُطْلَقًا مَرْدُودٌ فَقَدْ ثَبَتَ عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ يَا مُعَاذُ إِنِّي وَاللَّهِ لَأُحِبُّكَ فَلَا تَدَعْ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ أَنْ تَقُولَ اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد وَالنَّسَائِيّ وَصَححهُ بن حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ وَحَدِيثُ أَبِي بَكْرَةَ فِي قَوْلِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو بِهِنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَالتِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ وَحَدِيثُ سَعْدٍ الْآتِي فِي بَابِ التَّعَوُّذِ مِنَ الْبُخْلِ قَرِيبًا فَإِنَّ فِي بَعْضِ طُرُقِهِ الْمَطْلُوبَ وَحَدِيثُ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ الْحَدِيثُ أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ 

Kemudian di video ini dikatakan bahwa kata "dubur" artinya bagian akhir yang tak terpisah, bukan setelahnya, sehingga duburas shalawat artinya bagian akhir shalat sewaktu tasyahhud, bukan setelah usai shalat. Pemahaman ini ini juga disanggah oleh Ibnu Hajar sebab justru banyak hadis yang isinya memerintahkan dzikir duburas shalawat yang maksudnya adalah setelah usai shalat, bukan saat shalat. Dan dubur dalam arti sesudah usai ini adalah ijmak sehingga juga harus dipakai dalam kasus doa ini. 

فَإِنْ قِيلَ الْمُرَادُ بِدُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ قُرْبَ آخِرِهَا وَهُوَ التَّشَهُّدُ قُلْنَا قَدْ وَرَدَ الْأَمْرُ بِالذِّكْرِ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ وَالْمُرَادُ بِهِ بَعْدَ السَّلَامِ إِجْمَاعًا فَكَذَا هَذَا حَتَّى يَثْبُتَ مَا يُخَالِفُهُ

فتح الباري لابن حجر

- ج: ١١ - ص: ١٣٣ -

Sekedar perbandingan, kita ambil contoh kasus pernyataan Imam Malik bahwa tidak perlu bertakbir pada hari tasyriq di selain duburis shalawat. 

ومذهب مالك، انه لا يكبر في أيام التشريق في غير دبر الصلوات.

فتح الباري لابن رجب

- ج: ٩ - ص: ٢٩ -

Bacaan takbir saat hari tasyriq setelah idul adha semua tahu kalau dibaca sehabis shalat, bukan saat tasyahhud setelah saat shalat. Ini artinya istilah "dubur" tidak hanya dipakai dalam arti bagian akhir atau bagian belakang tubuh (baca: anus), tapi juga dipakai dalam arti setelah berakhirnya sesuatu.

Demikian juga hadis berikut yang menganjurkan membaca dzikir tasbih 33x, tahmid 33x, dan takbir 33x memakai redaksi "dubur setiap shalat". Semua tahu kalau itu artinya setelah habis shalat bukan saat tasyahhud akhir. 

«مَنْ سَبَّحَ الله في دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاثًا وَثَلاثِينَ، وحَمِدَ اللهَ ثَلاثًا وَثَلاَثِينَ، وَكَبَّرَ الله ثَلاثًا وَثَلاَثِينَ، وقال تَمَامَ المِئَةِ: لا إلهَ إِلا اللهُ وَحدَهُ لا شَريكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ البَحْرِ». رواه مسلم

Aneh sekali ada orang yang mengatakan bahwa pendapat yang terkuat adalah kata "dubur" artinya di akhir tapi tak terpisah. Ini jelas mengada-ada. Apa jangan-jangan ustadz ini membaca dzikir di atas saat tasyahhud? haha...

4. Anjuran doa setelah shalat tak hanya memakai kata "dubur" saja, tetapi juga ada yang memakai kata "ba'da" yang artinya "setelah". Jadi makin jelas kalau artinya memeng berdoa setelah usai shalat, bukan saat akhir shalat.

وَقَدْ أَخْرَجَ التِّرْمِذِيُّ مِنْ حَدِيثِ أَبِي أُمَامَةَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الدُّعَاءِ أَسْمَعُ قَالَ جَوْفَ اللَّيْلِ الْأَخِيرَ وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ وَقَالَ حَسَنٌ وَأَخْرَجَ الطَّبَرِيُّ مِنْ رِوَايَةِ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ الصَّادِقِ قَالَ الدُّعَاءُ بَعْدَ الْمَكْتُوبَةِ أَفْضَلُ مِنَ الدُّعَاءِ بَعْدَ النَّافِلَةِ كَفَضْلِ الْمَكْتُوبَةِ عَلَى النَّافِلَةِ

فتح الباري لابن حجر

- ج: ١١ - ص: ١٣٤ -

Selain itu juga hadis marfu' yang memakai redaksi "ketika Nabi telah berpaling dari shalat, lalu Nabi berdoa: ya Allah, jadikanlah agamaku baik untukku." Berpaling dari shalat jelas saat sudah selesai shalat

وَحَدِيثُ صُهَيْبٍ رَفَعَهُ كَانَ يَقُولُ إِذَا انْصَرَفَ مِنَ الصَّلَاةِ اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لي ديني الحَدِيث أخرجه النَّسَائِيّ وَصَححهُ بن حِبَّانَ وَغَيْرُ ذَلِكَ

فتح الباري لابن حجر

- ج: ١١ - ص: ١٣٣ -

Semoga bermanfaat.

BENARKAH MENGUNJUNGI WALI ALLAH KAFIR ATAU SESAT?

Termasuk kesesatan yg jelas dan nyata adalah menganggap kafir orang yg mengunjungi wali-wali Allah. 

Sekali-kali tidak, bahkan mengunjungi wali-wali Allah adalah termasuk bahagian cinta kepada Allah.

(Sumber: Tafsir As-Showi, tafsir al-maidah ayat 36)

TERJEMAHAN AL-QUR'AN BUKAN AL-QUR'AN

Ulama- ulama al-Qur'an mengingatkan bahwa,  betapapun telitinya seorang penerjemah,  apa yg diterjemahkannya dari al-Qur'an bukanlah al-Qur'an. Bahkan lebih tepat untuk tidak di namai terjemahan al-Qur'an. Tapi  harus di fahami terjemahan makna- maknanya. 

(M. QURAISH SHIHAB, TAFSIR AL- MISHBAH SEKAPUR SIRIH, HAL. xv)

HATI YANG TIDAK DI ISI DENGAN ILMU DAN HIKMAH

"Bukan kah orang sakit itu jika di larang makan, minum, dan berobat akan mati?"

Orang-orang menjawab:

"Ya". 

Fathul Muwassholi berkata: 

" Demikian juga hati, jika tidak diberikan hikmah dan ilmu selama 3 hari, maka hati itu mati."

(al- Mursyid al- Amin, Mukhtashor Ihya' Ulumiddin Imam al-Ghazali, hal. 9).

HUKUM MENGUCAPKAN AMIN PADA DO'A QUNUT


Ketika imam berdoa Qunut dg jahr (terdengar oleh makmum), maka makmum SUNNAH  mengucapkan AMIN.

Sumber: al- mausu'ah al- Fiqhiyyah

MAKSUD MENELITI BERITA DALAM SURAH AL-HUJURAT AYAT 6

MENELITI BERITA 

(AL-HUJURAT AYAT 6)


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا

 قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ


Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.


TAFSIR JALAIN


(Hai orang-orang yang beriman! Jika datang kepada kalian orang fasik membawa suatu berita) (maka periksalah oleh kalian) kebenaran beritanya itu, apakah ia benar atau berdusta. Menurut suatu qiraat dibaca Fatatsabbatuu berasal dari lafal Ats-Tsabaat, artinya telitilah terlebih dahulu kebenarannya (agar kalian tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum) menjadi Maf'ul dari lafal Fatabayyanuu, yakni dikhawatirkan hal tersebut akan menimpa musibah kepada suatu kaum (tanpa mengetahui keadaannya) menjadi Hal atau kata keterangan keadaan dari Fa'il, yakni tanpa sepengetahuannya (yang menyebabkan kalian) membuat kalian (atas perbuatan kalian itu) yakni berbuat kekeliruan terhadap kaum tersebut (menyesal) selanjutnya Rasulullah saw. mengutus Khalid kepada mereka sesudah mereka kembali ke negerinya. Ternyata Khalid tiada menjumpai mereka melainkan hanya ketaatan dan kebaikan belaka, lalu ia menceritakan hal tersebut kepada Nabi saw.


TAFSIR AL-MISHBAH 


Wahai orang-orang yang beriman, jika orang yang melanggar syariat Allah datang kepada kalian dengan membawa suatu berita, maka teliti dan periksalah terlebih dahulu kebenaran berita itu. Hal itu supaya kalian tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum--tanpa kalian mengetahui keadaan mereka--sehingga apa yang telah kalian lakukan terhadap mereka--setelah nyata bahwa mereka tidak melakukannya--menjadikan kalian selalu menyesal atas kejadian itu, dan berharap kejadian itu tidak kalian lakukan.


TAFSIR IBNU KATSIR


Allah Swt. memerintahkan (kaum mukmin) untuk memeriksa dengan teliti berita dari orang fasik, dan hendaklah mereka bersikap hati-hati dalam menerimanya dan jangan menerimanya dengan begitu saja, yang akibatnya akan membalikkan kenyataan. Orang yang menerima dengan begitu saja berita darinya, berarti sama dengan mengikuti jejaknya. Sedangkan Allah Swt. telah melarang kaum mukmin mengikuti jalan orang-orang yang rusak.

Berangkat dari pengertian inilah ada sejumlah ulama yang melarang kita menerima berita (riwayat) dari orang yang tidak dikenal, karena barangkali dia adalah orang yang fasik. Tetapi sebagian ulama lainnya mau menerimanya dengan alasan bahwa kami hanya diperintahkan untuk meneliti kebenaran berita orang fasik, sedangkan orang yang tidak dikenal (majhul) masih belum terbukti kefasikannya karena dia tidak diketahui keadaannya.

Kami telah membahas masalah ini di dalam Kitabul Ilmi bagian dari Syarah Imam Bukhari (karya tulis penulis sendiri).

Banyak ulama tafsir yang menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Al-Walid ibnu Uqbah ibnu Abu Mu'it ketika dia diutus oleh Rasulullah Saw. untuk memungut zakat orang-orang Banil Mustaliq. Hal ini telah diriwayatkan melalui berbagai jalur, dan yang terbaik ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya melalui riwayat pemimpin orang-orang Banil Mustaliq, yaitu Al-Haris ibnu Abu Dirar, orang tua Siti Juwariyah Ummul Mu’minin r.a.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sabiq, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Dinar, telah menceritakan kepadaku ayahku, bahwa ia pernah mendengar Al-Haris ibnu Abu Dirar Al-Khuza'i r.a. menceritakan hadis berikut: Aku datang menghadap kepada Rasulullah Saw. Beliau menyeruku untuk masuk Islam, lalu aku masuk Islam dan menyatakan diri masuk Islam. Beliau Saw. menyeruku untuk zakat, dan aku terima seruan itu dengan penuh keyakinan. Aku berkata, "Wahai Rasulullah, aku akan kembali kepada mereka dan akan kuseru mereka untuk masuk Islam dan menunaikan zakat. Maka barang siapa yang memenuhi seruanku, aku kumpulkan harta zakatnya; dan engkau, ya Rasulullah, tinggal mengirimkan utusanmu kepadaku sesudah waktu anu dan anu agar dia membawa harta zakat yang telah kukumpulkan kepadamu."

Setelah Al-Haris mengumpulkan zakat dari orang-orang yang memenuhi seruannya dan masa yang telah ia janjikan kepada Rasulullah Saw. telah tiba untuk mengirimkan zakat kepadanya, ternyata utusan dari Rasulullah Saw. belum juga tiba. Akhirnya Al-Haris mengira bahwa telah terjadi kemarahan Allah dan Rasul-Nya terhadap dirinya. Untuk itu Al-Haris mengumpulkan semua orang kaya kaumnya, lalu ia berkata kepada mereka, "Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah menetapkan kepadaku waktu bagi pengiriman utusannya kepadaku untuk mengambil harta zakat yang ada padaku sekarang, padahal Rasulullah Saw. tidak pernah menyalahi janji, dan aku merasa telah terjadi suatu hal yang membuat Allah dan Rasul-Nya murka. Karena itu, marilah kita berangkat menghadap kepada Rasulullah Saw. (untuk menyampaikan harta zakat kita sendiri)."

Bertepatan dengan itu Rasulullah Saw. mengutus Al-Walid ibnu Uqbah kepada Al-Haris untuk mengambil harta zakat yang telah dikumpulkannya. Ketika Al-Walid sampai di tengah jalan, tiba-tiba hatinya gentar dan takut, lalu ia kembali kepada Rasulullah Saw. dan melapor kepadanya, "Hai Rasulullah, sesungguhnya Al-Haris tidak mau memberikan zakatnya kepadaku, dan dia akan membunuhku." Mendengar laporan itu Rasulullah Saw. marah, lalu beliau mengirimkan sejumlah pasukan kepada Al-Haris.

Ketika Al-Haris dan teman-temannya sudah dekat dengan kota Madinah, mereka berpapasan dengan pasukan yang dikirim oleh Rasulullah Saw. itu. Pasukan tersebut melihat kedatangan Al-Haris dan mereka mengatakan, "Itu dia Al-Haris," lalu mereka mengepungnya. Setelah Al-Haris dan teman-temannya terkepung, ia bertanya, "Kepada siapakah kalian dikirim?" Mereka menjawab, "Kepadamu." Al-Haris bertanya, "Mengapa?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah mengutus Al-Walid ibnu Uqbah kepadamu, lalu ia memberitakan bahwa engkau menolak bayar zakat dan bahkan akan membunuhnya."

Al-Haris menjawab, "Tidak, demi Tuhan yang telah mengutus Muhammad Saw. dengan membawa kebenaran, aku sama sekali tidak pernah melihatnya dan tidak pernah pula kedatangan dia." Ketika Al-Haris masuk menemui Rasulullah Saw., beliau bertanya, "Apakah engkau menolak bayar zakat dan hendak membunuh utusanku?" Al-Haris menjawab, "Tidak, demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku belum melihatnya dan tiada seorang utusan pun yang datang kepadaku. Dan tidaklah aku datang melainkan pada saat utusan engkau datang terlambat kepadaku, maka aku merasa takut bila hal ini membuat murka Allah dan Rasul-Nya." Al-Haris melanjutkan kisahnya, bahwa lalu turunlah ayat dalam surat Al-Hujurat ini, yaitu: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita. (Al-Hujurat: 6) sampai dengan firman-Nya: lagi Mahabijaksana. (Al-Hujurat: 8)

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan hadis ini dari Al-Munzir ibnu Syazan At-Tammar, dari Muhammad ibnu Sabiq dengan sanad yang sama. Imam Tabrani telah meriwayatkannya pula melalui hadis Muhammad ibnu Sabiq dengan sanad yang sama, hanya di dalam riwayatnya disebutkan Al-Haris ibnu Siran, tetapi sebenarnya adalah Al-Haris ibnu Dirar, seperti yang disebutkan dalam riwayat di atas.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Aun, dari Musa ibnu Ubaidah, dari Sabit maula Ummu Salamah r.a., dari Ummu Salamah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah mengutus seorang lelaki untuk memungut zakat dari Banil Mustaliq sesudah mereka ditaklukkan dengan jalan perang. Maka kaum Banil Mustaliq mendengar berita tersebut, lalu mereka menyambut kedatangannya sebagai rasa hormat mereka kepada Rasulullah Saw. Akan tetapi, setan membisikkan kepada utusan Rasulullah Saw. bahwa mereka (orang-orang Banil Mustaliq itu) hendak membunuhnya. Maka lelaki itu kembali kepada Rasulullah Saw. dan berkata kepadanya, "Sesungguhnya orang-orang Banil Mustaliq tidak mau membayar zakatnya kepadaku." Maka Rasulullah Saw. dan kaum muslim marah mendengar berita itu.

Orang-orang Banil Mustaliq mendengar kepulangan utusan tersebut, maka mereka datang menghadap kepada Rasulullah Saw. dan mereka membentuk saf bermakmum kepada Rasulullah Saw. saat beliau Saw. salat Lohor. Lalu mereka berkata, "Kami berlindung kepada Allah dari murka Allah dan murka Rasul-Nya, engkau telah mengutus seorang lelaki kepada kami sebagai penarik zakat. Maka kami merasa gembira dan senang dengan berita itu. Tetapi sesampainya di tengah jalan, dia kembali: maka kami merasa takut bila hal itu merupakan suatu kemurkaan dari Allah dan Rasul-Nya (terhadap kami)." Mereka masih terus berbicara dengan Rasulullah Saw. hingga datanglah Bilal r.a., lalu mengumandang­kan azan salat Asar. Ummu Salamah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Al-Hujurat: 6)

Ibnu Jarir telah meriwayatkan pula melalui jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan ayat ini. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. mengutus Al-Walid ibnu Uqbah ibnu Abu Mu'it kepada orang-orang Banil Mustaliq untuk memungut zakat dari mereka. Dan sesungguhnya mereka ketika mendengar berita itu merasa gembira, lalu mereka keluar hendak menyambut utusan dari Rasulullah Saw.

Tetapi ketika Al-Walid melihat mereka, dalam hatinya ia mengira bahwa mereka hendak membunuhnya, lalu ia kembali kepada Rasulullah Saw. dan berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Banil Mustaliq tidak mau membayar zakat." Maka Rasulullah Saw. benar-benar marah mendengar laporan itu. Dan ketika kami sedang membicarakan perihal mereka, tiba-tiba datanglah delegasi mereka, lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami telah mendapat berita bahwa utusanmu kembali lagi di tengah jalan, maka kami merasa khawatir bila hal yang mengembalikannya itu adalah surat darimu karena kemarahanmu kepada kami, dan sesungguhnya kami berlindung kepada Allah dari kemurkaan­Nya dan murka Rasul-Nya." Dan sesungguhnya Nabi Saw. dan kaum muslim telah mengurung mereka dan hampir saja menyerang mereka, tetapi Allah Swt. menurunkan wahyu-Nya yang membela mereka, yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti. (Al-Hujurat: 6), hingga akhir ayat.

Mujahid dan Qatadah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. mengirimkan Al-Walid ibnu Uqbah kepada Banil Mustaliq untuk mengambil harta zakat mereka. Lalu Banil Mustaliq menyambut kedatangannya dengan membawa zakat (yakni berupa ternak), tetapi Al-Walid kembali lagi dan melaporkan bahwa sesungguhnya Banil Mustaliq telah menghimpun kekuatan untuk memerangi Rasulullah. Menurut riwayat Qatadah, disebutkan bahwa selain itu mereka murtad dari Islam.

Maka Rasulullah Saw. mengirimkan Khalid ibnul Walid r.a. kepada mereka, tetapi beliau Saw. berpesan kepada Khalid agar meneliti dahulu kebenaran berita tersebut dan jangan cepat-cepat mengambil keputusan sebelum cukup buktinya. Khalid berangkat menuju ke tempat Banil Mustaliq, ia sampai di dekat tempat mereka di malam hari. Maka Khalid mengirimkan mata-matanya untuk melihat keadaan mereka; ketika mata-mata Khalid kembali kepadanya, mereka menceritakan kepadanya bahwa Banil Mustaliq masih berpegang teguh pada Islam, dan mereka mendengar suara azan di kalangan Banil Mustaliq serta suara salat mereka. Maka pada keesokan harinya Khalid r.a. mendatangai mereka dan melihat hal yang menakjubkan dirinya di kalangan mereka, lalu ia kembali kepada Rasulullah Saw. dan menceritakan semua apa yang disaksikannya, lalu tidak lama kemudian Allah Swt. menurunkan ayat ini.

Qatadah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"التَّبيُّن مِنَ اللَّهِ، والعَجَلَة مِنَ الشَّيْطَانِ".

Hati-hati itu dari Allah dan terburu-buru itu dari setan.

Hal yang sama telah disebutkan bukan hanya oleh seorang dari kalangan ulama Salaf, antara lain Ibnu Abu Laila, Yazid ibnu Ruman, Ad-Dahhak, Muqatil ibnu Hayyan, dan lain-lainnya. Mereka mengatakan sehubungan dengan ayat ini, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Al-Walid ibnu Uqbah. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

kitab sumber dzikir dan do'a "Yaa Arhamarrahimin"

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

Sekitar tahun 2005, ketika sayo baru datang ke Tebo. Pada hari jum'at sayo sholat Jum'at.  Biasanya kami di Jambi zikir jahr nya mirip - mirip zikir setelah Sholat 5 waktu. 

Tapi, ternyata di Tebo dzikir nya beda. Bunyi dzikir nya: 

 "Yaa Arhamarrahimin, Yaa Arhamarrahimin, Yaa Arhamarrahimin, Farrij 'alal muslimin."

 "Yaa Arhamarrahimin, Yaa Arhamarrahimin, Yaa Arhamarrahimin, ashlih kullalmuslimin."

 "Yaa Arhamarrahimin, Yaa Arhamarrahimin, Yaa Arhamarrahimin, tawaffana muslimin."

Ya, saya ikuti saja, sampai hafal. Berbulan- bulan dan bertahun-tahun. Sampai akhirnya saya juga penasaran darimana kitab sumber dzikir dan do'a di atas. Bahkan sempat saya tanyakan kepada salah seorang ustadz senior di Tebo, dan ia menjawab:

"Dzikir dan do'a kitab sumbernya saya belum tahu, tapi ini di ajarkan oleh almarhum tuan guru Zaharuddin. Beliau 7 tahun tinggal di Makkah."

Alhamdulillahirobbil'alamin, dapat jawaban yang agak menenangkan. Tapi, saya tetap masih penasaran dari mana sumbernya?

Sumbernya yaitu kitab al-Adzkar Imam Nawawi pada bagian akhir bab Jami'udda'awat halaman 352, di dalam Kitab ini di sebutkan bahwa Nabi Muhammad Sallallhu 'Alaihi wa sallam bersabda:

"Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta'ala memiliki malaikat yg tugasnya di tugasi terhadap orang yang mengucapkan " Yaa Arhamarrahimin, maka barangsiapa yg mengucapkan nya 3x, Malaikat itu berkata kepadanya, sesungguhnya Allah yg Maha Pengasih sungguh telah menerima nya, maka bermohonlah kepada Nya."

Kemudian beberapa tahun kemudian, ketemu lagi penjelasan yang berkaitan juga di dalam Kitab Abwabul Faraj halaman 27 dan 28, yaitu: 

" termasuk dari pintu-pintu kemudahan teragung adalah menyibukkan diri dg mengucapkan "Ya Arhamarrahimin".

Jadi, dengan sudah awali membaca "Ya Arhamarrahimin" 3X, kemudian kita berdo'a, in syaa Allah do'a di kabulkan-Nya .

HUKUM AMIL YANG MEMPERJUAL BELIKAN BERAS ZAKAT FITRAH ORANG SEBELUMNYA

Pertanyaan:

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

Ada sebagian masyarakat kita, ketika membayar zakat fitrah di Masjid/Musholla, mereka menunaikan zakatnya dengan mengeluarkan beras seukuran yg telah di tetapkan (biasanya 2,5 kg). Alhamdulillah sampai disini SHAH, tidak ada permasalahan.

Kemudian,  datang orang berikutnya yg hanya membawa uang, kemudian PERTUGAS/ AMIL ZAKAT menjual beras zakat orang pertama tadi kepada orang ke dua, kemudian orang kedua membayar zakat dg beras tersebut. Begitu pula dg orang ke tiga dan seterusnya,  bolak - balik menjual dan menerima zakat yg pemiliknya adalah orang pertama tadi.

Sahkah pelaksanaan zakat yg demikian?


Jawaban:

Wa'alaikumussalamu Warohmatullahi Wabarokatuh.

Berdasarkan kitab di bawah ini pada halaman 11, hukum praktek zakat seperti di atas adalah:

"karena beras itu adalah amanah orang yg minta di sampaikan kepada mustahiqnya. BUKANLAH milik si AMIL dan BUKAN HAKNYA, maka jual beli itu TIDAK SHAH, dan Zakat Fitrah  orang kedua dan seterusnya seperti di atas TIDAK SHAH."

Catatan Kitab Sumber:

Kitab ini karangan almarhum Tuan Guru Mansur pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jalal Kab. Tebo Jambi.

Senin, 05 Oktober 2020

CARA MEMAHAMI UNGKAPAN jika berbeda pendapat kembalilah kapada al-Qur'an dan as-Sunnah"

 *BAGAIMANAKAH MEMAHAMI "jika berbeda pendapat kembalilah kapada al-Qur'an dan as-Sunnah"?* 


...فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ...


...Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya)...

(QS. An-Nisa’: 59)


Maksud ayat di atas sebagaimana tersebut didalam _Tafsir al- Maraghi_ adalah:  Jika tidak di temukan suatu Nash  hukum di dalam al-Qur'an dan as-Sunnah, maka ulil amri harus mempertimbangkannya, karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang telah di percaya. Jika mereka telah sepakat dan mufakat, maka wajiblah melaksanakan apa yang telah di mufakati tersebut. Namun, jika mereka berbeda pendapat maka wajiblah meninjau ulang permasalahan itu berdasarkan al-Qur'an as-Sunnah dan kaidah umum yang bersumber dari al-Qur'an dan as-Sunnah, suatu (kesimpulan) yang sesuai dengan keduanya maka ketahuilah itu adalah baik untuk kita dan wajib mengambilnya (untuk dilaksanakan), dan yang menyelisihi keduanya maka ketahuilah itu tidak baik dan wajib meninggalkannya. 


kesepakatan para ulil amri tadi di sebut dengan IJMA', sedangkan meninjau permasalahan berdasarkan kaidah umum dari al-Qur'an dan as-Sunnah di sebut dengan QIYAS.

CARA FIDYAH SHOLAT MENURUT MAZHAB SYAFI

BAGAIMANAKAH CARA FIDYAH SHOLAT MENURUT MAZHAB SYAFI'I?

Di dalam kitab MAHKOTA BILAL karangan almarhum TUAN GURU  MUHAMMAD MANSUR bin HAMZAH (Pesantren Nurul Jalal Tebo Jambi) sebagaimana photo di bawah pada halaman 17 di sebutkan bahwa:

1. Fidyah Sholat menurut Qoul yang Mu'tamad dalam mazhab imam Syafi'i tidak harus.

2. Tetapi ada Qoul Dho'if yang mengharuskannya. Ukurannya lihat tabel pada gambar. 

Jika di beras di konversi ke Emas, kemudian di berikan ke orang fakir atau miskin, kemudian orang fakir atau miskin itu mengembalikan lagi kepada orang yang memberikan tadi, maka itu menurut mazhab Hanafi. (Halaman 15 - 16 buku di atas).

RAHASIA MEMBACA BASMALAH

APAKAH RAHASIA MEMBACA BISMILLAHIRROHMANIRROHIM?


1. Jika masuk ke dalam rumah bacalah BISMILLAHIRROHMANIRROHIM, maka setan berkata: "tidak ada jalan masuk bagiku kerumah ini". 

2. Jika dihidangkan kepadanya makanan, ia membaca BISMILLAHIRROHMANIRROHIM, maka setan berkata: "tidak ada makanan disini".

3. Jika di hidangkan minuman, ia berkata BISMILLAHIRROHMANIRROHIM, maka setan berkata: " tidak ada minuman disini".

4. Jika tidur, ia berkata BISMILLAHIRROHMANIRROHIM, maka setan berkata: " tidak bisa tidur disini".


Jika ia TIDAK membaca BISMILLAHIRROHMANIRROHIM ketika hendak:

1. Masuk rumah, maka setan masuk kedalam rumah bersamanya. 

2. Makan, maka setan makan bersamanya. 

3. Minum, maka setan yang duluan meletakkan bibirnya di gelas untuk minum.

4. Berhubungan suami istri, maka setan ikut "nimbrung" juga bersamanya. Ketika anaknya lahir, dengan sebab tercampurnya air maninya dengan setan yang jahat, maka sebagian anak yang dilahirkan menjadi buta, sebagian buta sebelah (picek), sebagian menjadi orang kafir, dan lain-lain.

Semoga bermanfaat dan kita bisa mengamalkan selalu membaca BISMILLAHIRROHMANIRROHIM beserta memahami maknanya.

Catatan: Mohon koreksi terjemahan bebas saya ini. Terimakasih. 

(Sumber: Kitab Asrorul Basmalah wal al- Fatihah, As- Sayyid Muhammad 'Alawi al- 'Aidrus, halaman 12).

HUKUM BERKURBAN 1 SAPI UNTUK 1 ORANG

 BOLEHKAH 1 ORANG BERKURBAN 1 SAPI?


ولو ضحى واحد ببدنة أو بقرة بدل شاة فالزائد على السبع تطوع يصرفه مصرف التطوع إن شاء


 Artinya:


“Kalau seseorang berkurban seekor unta atau sapi sebagai penganti kambing, maka selebihnya dari yang sepertujuh adalah sedekah sunnah biasa yang ia boleh distribusikan dagingnya kepada orang-orang yang berhak menerima sedekah sunnah jika ia berkenan,” 


(Lihat Syekh M Ibrahim Baijuri, Hasyiyatul Baijuri).


Kesimpulan: 


1/7 : Kurban 

6/7 : Sedekah sunnah biasa.

KURBAN DENGAN AYAM BAGI YANG BELUM MAMPU

JIKA TIDAK MEMILIKI KAMBING ATAU HEWAN KURBAN LAIN, BOLEHKAH KURBAN DENGAN AYAM?

Ibnu Abbas mengatakan cukup menyembelih dengan ayam jika tidak memiliki kambing di saat hari raya dan hari tasyrik. Sebenarnya pendapat Ibn Abbas ini dalam konteks aqiqah, namun menurut al-Maidani hukum kurban dalam hal menggunakan ayam diqiyaskan dengan kasus aqiqah. 

(Lihat: al-Baijuri, Hasyiyah al-Baijuri).

HUKUM ORANG YANG BERNAZAR DAN KELUARGA YANG DI NAFKAHINYA MEMAKAN DAGING QURBANNYA

QURBAN NAZAR, BOLEHKAH ORANG YANG BERNAZAR DAN KELUARGA YANG DI NAFKAHINYA MEMAKAN DAGING QURBANNYA?


Syekh Muhammad Nawawi bin Umar menegaskan: 


  ولا يأكل المضحي ولا من تلزمه نفقته شيأ من الأضحية المنذورة حقيقة أو حكما   


“Orang berkurban dan orang yang wajib ia nafkahi tidak boleh memakan sedikitpun dari kurban yang dinazari, baik secara hakikat atau hukumnya”. 


(Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi al-Bantani, Tausyikh ‘Ala Ibni Qasim).

Hukum mengucapkan Amin (امين) setelah al-Fatihah di luar sholat

Pertanyaan:

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

BOLEHKAH MEMBACA آمِين SETELAH MEMBACA SURAH AL- FATIHAH DI LUAR SHOLAT?


Jawaban:

Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

Sering kita mendengar ketika tahlilan, setelah membaca surah al- Fatihah, ada yang ragu, apakah harus mengucapkan آمِين atau tidak? Karena ada yang beranggapan mengucapkan آمِين hanya di dalam sholat saja.


Bolehkah?

Apa hukumnya?


Syaikh Zakaria al- Anshori di dalam kitabnya FATHUL WAHHAB menyebutkan bahwa hukum mengucapkan آمِين setelah membaca surah al-Qur'an Fatihah hukumnya adalah sunnah baik di dalam sholat maupun di luar sholat.

HUKUM MENYURUH YANG BAIK, MENCEGAH KEMUNKARAN

Pertanyaan:

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

APAKAH HUKUM MENYURUH YANG BAIK, MENCEGAH KEMUNKARAN?


Jawaban:

Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

Ketahuilah bahwa melaksanakan _al-amru bil-ma‘ruf wan-nahyu ‘anilmunkar_ itu, juga diperuntukkan bagi orang yang melakukan tindakan yang terlarang itu. Sehingga para ulama berkata:

“...Tugas itu wajib, bahkan bagi si peminum arak. Si peminum arak itu wajib untuk tidak membenarkan orang-orang yang menjadi teman minumnya.”

(Kitab: Tanwirul Qulub, hal. 9)

NILAI HIJRAH

NILAI APAKAH YANG BISA KITA AMBIL KETIKA RASULULLAH HIJRAH?

Ketika Rasulullah saw mengutarakan maksudnya berhijrah mengajak sahabat beliau Abu Bakar as- Shiddiq. Maka dengan segera Abu Bakar menyiapkan unta terbaik untuk Rasulullah berhijrah. 


Tetapi Rasulullah صلى الله عليه وسلم  menolaknya. Bahkan beliau membeli dari hartanya sendiri unta terbaik untuk hijrah. Kenapa?


Karena, beliau ingin memberikan pengorbanan yang maksimal dan terbaik dalam rangka melaksanakan perintah hijrah dari Allah سبحانه وتعالى.


Hijrah adalah upaya keras untuk memberikan hati semata kepada Allah, bukan kepada selain-Nya. Ini yang disampaikan oleh Syekh Ibnu Athaillah dalam Al-Hikam dengan mengutip Surat An-Najm ayat 42:


 لا ترحل من كون إلى كون فتكون كحمار الرحى يسير والمكان الذي ارتحل إليه هو الذي ارتحل منه ولكن ارحل من الأكوان إلى المكون (وَأَنَّ إِلَى رَبِّكَ الْمُنْتَهَى 


Artinya, “Janganlah kau berpindah dari alam ke alam karena kau akan seperti keledai pengilingan, di mana tujuan yang sedang ditempuhnya adalah titik mula ia berjalan. Tetapi berpindahlah dari alam kepada Penciptanya. Allah berfirman, ‘Hanya kepada Tuhanmu titik akhir tujuan,’ (Surat An-Najm ayat 42).”

MASJID WAJIB MENYEDIAKAN AHLI FIQIH DI DALAMNYA




APAKAH MASJID WAJIB MENYEDIAKAN AHLI FIQIH DI DALAMNYA?


Wajib bagi setiap masjid dan tempat di sebuah kota untuk menyediakan ahli fiqih yang mengajarkan orang-orang tentang agama mereka, begitupula di setiap desa.


(Sumber: Kitab ad-Da'watuttammah Wattadzkirotul 'Ammah, halaman 48-49,  karangan al - Allamah al- Habib Abdullah bin 'Alawi al- Haddad al- Hadhromi as- Syafi'i, Beliau di akui oleh para ulama sebagai seorang Mujaddid abad ke - 11 Hijriah, keilmuan beliau tidak diragukan lagi).

BELUM MENGAMALKAN ILMUNYA, MASIHKAH WAJIB MENYAMPAIKANNYA?



Pertanyaan:

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

APAKAH ORANG BERILMU YANG BELUM MENGAMALKAN ILMUNYA MASIH BERKEWAJIBAN MENYAMPAIKAN ILMUNYA?

Jawaban:

Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

Ada yang berkata: "saya belum  mengamalkan ilmu, bagaimana mungkin akan berdakwah dan mengajarkannya?" Bukankah ancamannya sangat besar?"


Ketahuilah, bahwa mengajarkan ilmu termasuk bahagian mengamalkan ilmu. Dan orang yg mengajarkan ilmunya tapi belum mempraktekkannya lebih baik dari orang yg berilmu yg tidak mempraktekkannya dan tidak mengamalkannya. 


Kalau belum mampu berbuat baik sepenuhnya, maka jangan sampai tidak mengerjakan sebahagiannya.

(Sumber: Kitab ad - Da'watu at-tammah wa at-Tadzkirotu al- 'Ammah, halaman 32).

SUKA MELAKNAT BUKAN AKHLAQ RASULULLAH صلى الله عليه وسلم

Pertanyaan:

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

Apakah rasulullah suka melaknat?


Jawaban:

Wa'alaikumussalam Warohmatullahi Wabarokatuh. 

Pada waktu dalam keadaan perang (melawan orang-musyrik), di katakan kepada beliau, seandainya anda MELAKNATI mereka wahai Rasulallah? 

Beliau bersabda:

إِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً لَمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا

Artinya:

“Sesungguhnya aku diutus untuk menjadi rahmat  bukan untuk menjadi pelaknat".

(Sumber: Mukhtashor Ihya' al- Ghazali/109)

Terhadap orang musyrik saja beliau tidak melaknat.

Inilah Akhlaq beliau..

اللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ

Maksud Allah Maha Esa

Pertanyaan:

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

Apakah maksud Allah bersifat Maha Esa (Wahdaniyah).


Jawaban:

Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

Wahdaniyyah, artinya Allah tidak berbilang, baik dalam dzat, sifat, maupun perbuatan-Nya. Dzat-Nya tidak tersusun sebagaimana bagian-bagian tubuh makhlukNya. Sifat-Nya tidak berbilang. Misalnya, ketika Allah berhendak mewujudkan sesuatu, maka Ia tidak akan meniadakan sesuatu tersebut. Tiada seorang pun yang memiliki sifat seperti sifat-sifat Allah. Tidak ada yang mempengaruhi apa yang harus Dia diperbuat, karena Ia yang mewujudkan segala perbuatan, seperti ketaatan, kemaksiatan, kemanfaatan, kemudaratan, kekayaan, dan kefakiran. Misalnya, *api tidak mampu membakar, pisau tidak mampu mengiris, dan makanan tidak mampu mengenyangkan. Semua itu Allah yang menciptakan.* Allah berfirman di dalam Surah al-Baqoroh ayat 163:

وَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَٰنُ الرَّحِيمُ

“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Tiada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang."

Makna do'a yang paling banyak di baca oleh Rasulullah


Pertanyaan:

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

Do'a apakah yang paling banyak di baca oleh Rasulullah?


Jawaban:

Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

Do'a singkat yang paling banyak di baca oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم berikut:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Rabbanā, ātinā fid dunyā hasanah, wa fil ākhirati hasanah, wa qinā ‘adzāban nār.

Artinya:

“Tuhan kami, berikan kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Lindungilah kami dari siksa neraka.”

Karena singkat, hendaknya kita fahami betul maknanya. Kata حَسَنَةً dalam do'a ini sifatnya umum mencakup seluruh yang di pinta ( تشمل كل مطلوب). 

Bahasa kitanya: mencakup semua hajat kita.

(Sumber: Kitab Ibanatul Ahkam Syarhu Bulughil Marom/juz 2/667 - 668).

NASIB SUAMI YANG LEBIH MENGUTAMAKAN ISTRINYA DARIPADA IBUNYA

Pertanyaan:

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

BAGAIMANAKAH NASIB SUAMI YANG LEBIH MENGUTAMAKAN ISTRINYA DARIPADA IBUNYA?

Jawaban:

Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

Pada zaman NabMuhammad saw, ada seorang yang bernama 'Alqomah. Pada suatu hari ia sakit keras, kemudian ia menyuruh istrinya menghadap Rasulullah saw agar rasul tahu kondisinya. Beliau mengutus sahabat Bilal, Ali, Salman, dan Ammar. 

Kemudian mereka menuntun Alqomah mengucapkan لا اله الا الله , tapi lidahnya tidak bergerak sedikitpun. Singkat cerita di panggillah ibu 'Alqomah. 

Rasulullah bertanya kepada ibu Alqomah, apa gerangan yang terjadi dg Alqomah? 

Ibunya menjawab memang benar ia sholat, puasa, shodaqoh dg jumlah yg tidak terhitung lagi, akan tatapi DIA LEBIH MEMENTINGKAN ISTRINYA DAN MENTAATINYA DALAM SEGALA SESUATU. Dan ibunya belum mau memaafkannya. 

Kemudian Rasulullah saw memerintahkan agar Alqomah ini di bakar saja. Akhirnya ibunya luluh dan merasa kasihan dg anaknya Alqomah. Kemudian Rasulullah saw memerintahkan Bilal untuk melihat apakah Alqomah mampu mengucapkan:

لا اله الا الله  

Bilal pergi dan ketika baru di depan pintu ia mendengar Alqomah mengucapkan: لا اله الا الله.

Singkat cerita, kemudian di kuburkanlah Alqomah. Di tepi kuburan Beliau SAW bersabda:

"Barangsiapa (suami) mengutamakan istrinya daripada ibunya, maka ia mendapat laknat dari Allah dan tidak di terima amalnya yang wajib dan sunnah."

(Sumber: Kitab Tanbihul Ghofilin, hal. 44- 45, selengkapnya lihat kitab pada screen shot di awali dan di akhiri dg garis merah dg terjemahan bebas dan penyesuaian).

WAQOF (BERHENTI) PADA KALIMAT أنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ

Pertanyaan:

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

BOLEHKAH WAQOF (BERHENTI) PADA KALIMAT أنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ?


Jawaban:

Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

Sering kita mendengar baik di dalam sholat atau di luar sholat seseorang yang membaca surah al-Fatihah berhenti pada kalimat أنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ, bagaimana sebenarnya? 

Yang lebih utama agar TIDAK BERHENTI pada kalimat أنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ karena bukan tempat Waqof dan bukan akhir ayat, tapi JIKA BERHENTI disini, maka TIDAK DI SUNNAHKAN  MENGULANGnya dari awal ayat. 

(Fathul Mu'in, Bab Sholat, halaman 18)

AYAT KE-7 AL- FATIHAH JIKA TIDAK BACA BASMALAH

Pertanyaan:

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

AL- FATIHAH TIDAK BACA بسم الله الرحمن الرحيم (BISMILLAHIRROHMANIRROHIM), LANTAS AYAT KE -7 NYA MANA?

Jawaban:

Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

Al-Fatihah itu 7 ayat, makanya di sebut as-Sab'ul Matsani (7 ayat yg di ulang-ulang). Semua ulama bilang 7 ayat. 

Timbul pertanyaan, biasanya Basmalah ayat pertama, tapi bagi mereka yang tidak membaca Basmalah berarti cuma 6 ayat dong?

Oh...tidak begitu, karena menurut ulama yg menganggap BASMALAH BUKAN AYAT dari surah al-Fatihah, maka menurut mereka ayat pertamanya adalah: 

الحمد لله رب العالمين   (ALHAMDULILLAHIROBBIL'ALAMIN). 

Sehingga, ayat ke-7 menurut mereka adalah:

غير المغضوب عليهم  

(GHOIRIL MAGHDHUBI) sampai akhir ayat. 

Makanya, di dalam mazhab Syafi'i TIDAK BOLEH WAQOF (BERHENTI) pada أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ karena bukan tempat Berhenti dan bukan akhir ayat. Dan Imam Syafi'i berpendapat bahwa:

 بسم الله الرحمن الرحيم 

adalah termasuk ayat dari surah al-Fatihah. 

(Sumber pokok: Tafsir Jalalain, pada Tafsir surah al-Fatihah: lihat photo kitab di bawah ini yg bergaris merah).

Keutamaan Basmalah

Pertanyaan:

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

Apa sajakah keutamaan بسم الله الرحمن الرحيم ?


Jawaban:

Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

1. Seluruh makna kita-kitab Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم terhimpun di dalam al-Qur'an. 

2. Seluruh makna al-Qur'an terhimpun di dalam Surah al-Fatihah. 

3. Seluruh makna surah al-Fatihah terhimpun di dalam بسم الله الرحمن الرحيم

4. Seluruh makna بسم الله الرحمن الرحيم terhimpun di dalam huruf ب nya.  Maksud huruf ب adalah    

بي كان ما كان و بي يكون ما يكون 

Artinya: (Firman Allah: "karena Aku, telah ada apa yang ada, dan karena Aku, akan ada apa yg akan ada").

5. Ulama lain menambahkan makna huruf ب itu terhimpun di dalam titik nya, maksudnya adalah isyarat Keesan-Nya, tidak berbilang, Dia Maha Esa tidak ada yg setara dengan-Nya. 

(Sumber: Kitab al- Majalis as- Saniyah, hal. 3)

Oleh karena itu jangan lupa setiap aktivitas kita yg baik kita awali dengan  بسم الله الرحمن الرحيم

RUGI JIKA TIDAK MEMBACANYA.

Fatwa Dan Ceramah Itu Beda

Pertanyaan:

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

Apakah sama antara ceramah agama dan Fatwa?

Jawaban:

Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

Diantara problematika manhaj terpenting yang digulirkan kalangan kaum yang keras dan kaku itu adalah berdakwah tanpa persiapan, dan mencampur- adukan antara ceramah agama dengan ilmu agama. Mereka menggunakan majelis ceramah agama sebagai panggung fatwa sehingga menyebabkan kebodohan merajalela, dan kaum muslimin semakin terpecah-belah. Lantas pertanyaannya, apakah benar ulama telah berkurang sehingga kebodohan meruyak dimanamana? Apakah memang sudah dekat kabar yang pernah disampaikan Rasulullah saw. dalam sabdanya, yang artinya:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dari hambau hamba-Nya sekaligus, tetapi Dia akan mencabut ilmu dengan mematikan para ulama. Sehingga ketika Allah Ta'ala tidak menyisakan seorang alim pun, orang-orang akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh. (Apabila) para pemimpin itu ditanya, kemudian mereka akan berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan." (HR. Bukhari dan Muslim) 

*Dikutip dari Buku Menjawab Dakwah Salafi Wahabi, Prof. Dr. Syaikh Ali Jum'ah, Mufti Agung Mesir.

ORANG 'ALIM FASIQ DAN AHLI IBADAH BODOH, MANA YANG LEBIH MULIA?

Pertanyaan:

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

ORANG 'ALIM FASIQ DAN AHLI IBADAH BODOH, MANA YANG LEBIH MULIA?


Jawaban:

Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

Sebagian orang-orang berselisih pendapat tentang " mana yg lebih mulia antara orang alim yg fasiq atau ahli ibadah yg bodoh. Maka, mereka mengutus salah seorang di antara mereka ke tempat ibadah ahli ibadah yg bodoh tadi. 

Kemudian orang itu berkata: "wahai hambaku, aku telah menerima do'a mu, mengampuni dosamu, maka tinggalkanlah ibadah dan istirahatlah."

Ahli ibadah yg bodoh berkata: " Wahai tuhanku, sesungguhnya aku mengharapkan ini darimu, aku memuji dan bersyukur kepadamu, karena sudah lama aku beribadah. Maka ahli ibadah yg bodoh ini menjadi orang yg bersalah dan kafir karena kebodohannya. 

Kemudian salah seorang di antara mereka pergi ke orang alim yg fasiq, dan ketika itu orang alim yg fasiq sedang meminum khomar (minuman keras). 

Kemudian orang itu berkata kepada orang alim yg fasiq itu: "wahai hambaku, takutlah kepadaku, aku tuhanmu akan menutupi dosamu dan jika kamu tidak malu dariku maka aku akan mencelakakanmu. 

Maka orang alim yg fasiq itu berkata: "wahai orang yg di laknat, engkau tidak mengetahui tentang tuhanmu, maka sungguh aku akan mengajarimu tentang tuhanmu sekarang."

Maka larilah orang yg berkata tadi dan tahulah ia KEMULIAAN ILMU DAN ORANG YANG BERILMU.


(Sumber: Kitab Syarh Maroqil 'Ubudiyah, hal. 6)

Benarkah Surah ar- Rohman ayat 33 ayat iptek?

Pertanyaan:

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

Seringkali kita mendengar orang mengutip ayat berikut sebagai landasan iptek, benarkah demikian?

يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانْفُذُوا ۚ لَا تَنْفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ

Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.

(QS. ar- Rohman:33).


Jawaban:

Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

Berikut kita kutip penjelasan pak Quraish Shihab:

Di Indonesia, ayat 33 Surah Al-Rahman dijadikan dasar oleh sebagian cendekiawan kita untuk membuktikan bahwa Al-Quran membicarakan persoalan-persoalan angkasa luar. Mereka menyatakan bahwa sejak 14 abad yang lalu, Al-Quran telah menegaskan bahwa manusia sanggup menuju ke ruang angkasa selama mereka mempunyai kekuatan, yaitu kekuatan ilmu pengetahuan. Kita tidak mengingkari bahwa manusia mempunyai kesanggupan untuk sampai ke bulan dan planet- planet lainnya. Bahkan manusia telah mendarat di bulan. Tetapi sulit dimengerti hubungan ayat ini dengan persoalan tersebut. 

Menurut hemat penulis, *ayat ini membicarakan keadaan di akhirat kelak* , yang menyampaikan tantangan Tuhan kepada manusia dan jin. Ayat tersebut berarti: “Wahai sekalian manusia dan jin bila kamu sekalian sanggup keluar dari lingkungan langit dan bumi untuk melarikan diri dari kekuasaan dan perhirungan yang kami adakan, maka keluarlah, larilah. Kamu sekalian tidak dapat keluar kecuali dengan kekuatan, sedang kalian tidak mempunyai kekuatan.” 

Perintah dalam ayat tersebut menunjukkan ketidakmam puan kedua golongan manusia dan jin untuk melaksanakan nya. Ayat tersebut dipahami demikian mengingat ayat sebelumnya yang berbunyi: Kami akan menghisab ( mengadakan perhitungan) khusus dengan kamu wahai manusia dan jin, maka manakah di antara nikmat-nikmat Tuhanmu yang kamu ingkari? Wahai golongan jin dan manusia bila kamu sekalian sanggup untuk keluar dari langit dan bumi (QS 55: 31-33).

Perhitungan khusus atau hisab tersebut akan diadakan di hari kemudian, bukan di dunia. Kalaulah ayat Ya ma‘syar al- jinni wa al-insi tersebut dianggap membicarakan keadaan di dunia dan menunjukkan kesanggupan manusia untuk melintasi angkasa luar, maka hendaknya, anggapan tersebut tidak segera dibenarkan setelah memperhatikan ayat berikutnya, yang berbunyi: Dikirim kepada golongan kamu berdua (wahai jin dan manusia) bunga api dan cairan tembaga sehingga kamu sekalian tak dapat mempertahankan diri ( tak dapat keluar dari lingkungan langit dan bumi) (QS 55: 35). 

Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa usaha manusia dan jin untuk keluar dari lingkungan langit dan bumi akan gagal. Dari sini, hanya ada dua alternatif dalam menafsirkan ayat-ayat tadi: 

 *Pertama* , ayat 33 dari Surah Al-Rahman membicarakan persoalan dunia serta kesanggupan manusia keluar dari lingkungan langit dan bumi dalam arti keluar angkasa.

Dan *kedua* , ayat tersebut membicarakan keadaan di akhirat serta kegagalan manusia keluar dari lingkungan langit dan bumi untuk melarikan diri dari hisab dan perhitungan Tuhan. 

Jika dipilih altematif pertama, maka ini akan mengakibat kan dua hal yang sangat berbahaya bagi pandangan orang terhadap Al-Quran, yaitu: 

1. Bahwa Al-Quran bertentangan satu dengan yang lainnya, karena ayat 34 menerangkan kesanggupan manusia keluar dari lingkungan langit dan bumi, sementara ayat 35 menerangkan kegagalan manusia keluar dari keduanya. 

2. Al-Quran dalam hal ini ayat 35-bertentangan dengan kenyataan ilmiah, karena ayat tersebut menyatakan kegagalan manusia keluar dari lingkungan langit dan bumi. Sedangkan manusia abad ke-20 ini telah berhasil mendarat di luar lingkungan bumi (yaitu bulan) . 

Tetapi jika dipilih alternatif kedua, yaitu bahwa ayat-ayat tersebut membicarakan keadaan di akhirat, maka tidak akan didapati sedikit pun pertentangan. Firman Allah: J ika sekiranya Al-Quran datangnya bukan dari sisi Allah, niscaya mereka akan mendapat banyak pertentangan di dalamnya (QS 4: 82). 

Dalam ayat di atas tidak ada pertentangan, karena ayat ini menerangkan ancaman Tuhan kepada manusia dan jin, dan menyatakan ketidaksanggupan mereka keluar dari lingkungan langit dan bumi untuk melarikan diri dari perhitungan yang akan terjadi kelak di akhirat; karena mereka tidak mempunyai kekuatan.

(Di kutip dari buku: Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an, halaman 81-83).

HUKUM DO'A TOLAK BALAK SAMBIL MEMBALIKKAN TELAPAK TANGAN

Pertanyaan:

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Bagaimanakah hukumnya do'a tolak balak sambil membalikkan telapak tangan?

Jawaban:

Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:

قَالَ جَمَاعَةٌ مِنْ أَصْحَابِنَا وَغَيْرُهُمْ: السُّنَّةُ فِي كُلِّ دُعَاءٍ لِرَفْعِ بَلَاءٍ ، كَالْقَحْطِ وَنَحْوِهِ ، أَنْ يَرْفَعَ يَدَيْهِ وَيَجْعَلَ ظَهْرَ كَفَّيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، وَإِذَا دَعَا لِسُؤَالِ شَيْءٍ وَتَحْصِيلِهِ ، جَعَلَ بَطْنَ كَفَّيْهِ إلى السماء

Segolongan sahabat-sahabat kami (Syafi’iyah) dan selain mereka mengatakan, adalah sunnah pada setiap doa tolak bala, seperti musim kemarau dan lainnya, untuk mengangkat tangan dan menjadikan punggung tangannya ke langit, dan jika berdoa meminta sesuatu secara umum dengan telapak bagian dalam ke langit.

(Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/457)

Dalilnya adalah, Anas bin Malik Radhiallahu 'Anhu bercerita:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَسْقَى، فَأَشَارَ بِظَهْرِ كَفَّيْهِ إِلَى السَّمَاءِ

Bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam doa istisqa dan dia menjadikan posisi punggung tangannya ke langit. (HR. Muslim no. 895)

NASIB RUH KELUARGA YANG TELAH WAFAT SETIAP MENJELANG MALAM

Pertanyaan:

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

Bagaimanakah keadaan ruh keluarga kita yang telah wafat pada malam hari?


Jawaban:

Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

   وورد أيضا أن ارواح المؤمنين تأتى فى كل ليلة الى سماء الدنيا وتقف بحذاء بيوتها وينادى كل واحد منها بصوت خزين يااهل واقاربى وولدى يامن سكنوابيوتنا ولبسوا ثيابنا واقتسموا اموالنا هل منكم من أحد يذكرنا ويتفكرنا فى غربتنا ونحن فى سجن طويل وحصن شديد فارحمونا يرحمكم الله. ولاتبخلوا علينا قبل أن تصيروا مثلنا ياعباد الله ان الفضل الذى فى ايديكم كان فى ايدينا وكنا لاتنفق منه فى سبيل الله وحسابه ووباله علينا والمنفعة لغيرنا فان لم تنصرف اى الارواح بشيئ فتنصرف بالحسرة والحرمان وورد أيضا عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال مالميت فى قبره إلاكالغريق المغوث ينتظر دعوة تلحقه من ابنه او اخيه اوصديق له فاذا لحقته كانت أحب اليه من الدنيا ومافيها.

Keterangan dari hadits bahwa arwah orang-orang mukmin datang pada tiap malam ke langit dunia, dan berhenti di jurusan rumah-rumahnya dan berseru-seru dengan suara yang mengharukan seribu kali “wahai keluargaku, sanak-saudara, dan anak-anakku, wahai kau yang mendiami rumah-rumahku, memakai pakaianku dan membagi-bagi hartaku. Apakah ada diantara kalian yang mengingat dan memikirkanku dalam pengasinganku ini dan aku berada dalam tahanan yang cukup lama dalam benteng yang kuat. Kasihanilah kami, maka Allah akan mengasihanimu. Janganlah kamu semua bakhil kepadaku sebelum kamu (berposisi) sepertiku.Wahai hamba-hamba Allah sesungguhnya apa yang kau miliki sekarang dulu juga (pernah) ku miliki, hanya saja dulu aku tidak membelanjakannya di jalan Allah, dimana pemeriksaannya dan bahayanya menimpaku sedang kegunaannya bermanfaat kepada  orang lain”.  Jika kamu (sanak, saudara dll) tidak memperhatikannya (arwah), maka mereka (arwah-arwah itu) tidak mendapatkan oleh-oleh sesuatupun dan mereka hanya akan mendapatkan penyesalan dan kerugian. Ada pula hadits Rasulullah saw.beliau bersabda ”mayit itu di dalam kuburnya seperti orang hanyut yang meminta-minta tolong, mereka menungu-nunggu do’a dari anaknya, saudaranya atau teman-temannya. Maka jika  do’a itu sampai kepadanya nilainya jauh kebih baik dibandingkan dunia seisinya.

(kitab I’anatuthalibin Juz II).

Waktu Terkabulnya Doa di Hari Jum'at

Pertanyaan:

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Ada satu Waktu Terkabulnya Doa di Hari Jum'at, kapankah itu?


Jawaban:

Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ فِيهِ سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا


 Artinya, “Dari Sahabat Abi Hurairah RA, sungguh Rasulullah SAW menyebut hari Jumat kemudian berkomentar perihal Jumat, ‘Pada hari itu terdapat waktu yang tidaklah seorang Muslim menemuinya dalam keadaan beribadah seraya ia meminta kepada Allah sesuatu hajat, kecuali Allah mengabulkan permintaannya.’ Rasulullah memberi isyarat dengan tangannya bahwa waktu tersebut sangat sebentar,” (HR Al-Bukhari).


عَنْ أَبِي مُوْسَى اَلْأَشْعَرِيِّ قَالَ قَالَ لِيْ عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ أَسَمِعْتَ أَبَاكَ يُحَدِّثُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِيْ شَأْنِ سَاعَةِ الْإِجَابَةِ؟ قَالَ قُلْتُ نَعَمْ سَمِعُتُهُ يَقُوْلُ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ هِيَ مَا بَيْنَ أَنْ يَجْلِسَ الْإِمَامُ إِلَى أَنْ تُقْضَى الصَّلَاةُ 


Artinya, “Dari Abi Musa Al-Asy’ari, ia berkata, ‘Abdullah bin Umar berkata kepadaku, ‘Apakah kau pernah mendengar ayahmu bercerita dari Rasulullah Saw tentang waktu ijabah?’ Aku menjawab, ‘iya.’ Aku pernah mendengar ayahku mendengar dari Rasulullah bahwa beliau bersabda, ‘Waktu ijabah adalah waktu di antara duduknya imam sampai selesainya shalat Jumat,’” (HR Muslim dan Abi Dawud).


Menurut mayoritas ulama madzhab Syafi’i, waktu ijabah yang paling diharapkan adalah waktu di antara duduknya khatib di atas mimbar sebelum ia berkhutbah dan salamnya Imam jamaah shalat Jumat.


Mengenai rentang waktu sebagaimana diterangkan hadits tersebut, Syekh Ibnu Hajar al-Haitami menjelaskan. 


وَالْمُرَادُ أَنَّهَا لَا تَخْرُجُ عَنْ هَذَا الْوَقْتِ لَا أَنَّهَا مُسْتَغْرِقَةٌ لَهُ لِأَنَّهَا لَحْظَةٌ لَطِيْفَةٌ 


Artinya, “Yang dimaksud adalah bahwa waktu ijabah tersebut tidak keluar dari rentang waktu ini, bukan keseluruhan rentang waktu tersebut, karena waktu ijabah sangat singkat sekali,” 


(Lihat Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Minhajul Qawim, Hamisy Hasyiyah At-Tarmasi, Jeddah, Darul Minhaj, cetakan pertama, 2011, juz 4, halaman 345).


Syekh Jalaluddin Al-Bulqini sebagaimana dikutip Syekh Mahfuzh At-Tarmasi menjawab sebagai berikut.


 وَسُئِلَ الْبُلْقِيْنِيُّ كَيْفَ يُسْتَحَبُّ الدُّعَاءُ فِيْ حَالِ الْخُطْبَةِ وَهُوَ مَأْمُوْرٌ بِالْإِنْصَاتِ؟ فَأَجَابَ بِأَنَّهُ لَيْسَ مِنْ شَرْطِ الدُّعَاءِ اّلتَّلَفُّظُ بَلِ اسْتِحْضَارُ ذَلِكَ بِقَلْبِهِ كَافٍ فِيْ ذَلِكَ 


Artinya, “Imam Al-Bulqini ditanya. ‘Bagaimana mungkin jamaah Jumat disunahkan berdoa saat berlangsungnya khutbah sementara ia diperintahkan diam?’ Ia menjawab, ‘Doa tidak disyaratkan untuk diucapkan. Menghadirkan doa di dalam hati saat khutbah berlangsung sudah cukup,’” 


(Lihat Syekh Mahfuzh Termas, Hasyiyah At-Tarmasi ‘alal Minhajil Qawim, Jeddah, Darul Minhaj, cetakan pertama, 2011, juz 4, halaman 344).


Sumber:

1. Hasyiyah At-Tarmasi ‘alal Minhajil Qawim

2. NU online

KRITERIA PEMIMPIN

Pertanyaan:

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

Bagaimana kriteria pemimpin menurut Islam?


Jawaban:

Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

SYARAT PEMIMPIN MENURUT 3 ULAMA KLASIK


Menurut Imam al-Mawardi ada 7 syarat:

1. Rasa keadilan (‘adalah);

2. Pengetahuan (‘ilm);

3. Sehat pendengaran, penglihatan dan pembicaraan;

4. Sehat tubuh tidak cacat, yang dapat menghambat pelaksanaan tugas;

5. Berwawasan luas dalam hal administrasi negara

6. Punya keberanian untuk melindungi wilayah Islam dan melaksanakan jihad;

7. Punya garis keturunan dari Quraisy.


Menurut Imam al-Ghazali menyebutkan ada 10 syarat:

1. Baligh

2. Berakal (tidak gila)

3. Merdeka (bukan budak)

4. Lelaki

5. Keturunan suku Quraisy

6. Sehat panca indera

7. Keberanian untuk perang

8. Punya kompetensi (kifayah)

9. Punya pengetahuan

10. wara’.


Menurut Ibnu Khaldun ada 5 Syarat:

1. berilmu

2. adil

3. kompetensi

4. sehat panca indera

5. memiliki sifat suku quraisy.


Sumber:

1.Al- Ahkamus Sulthoniyyah,  Imam al- Mawardi.

2.https://nadirhosen.net/tsaqofah/tafsir/73-tiga-ulama-klasik-apa-syarat-menjadi-pemimpin

PENYEBAB DO'A TIDAK DIKABULKAN

Pertanyaan:

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

Saya sering berdo'a, tapi kenapa belum ada tanda-tanda di kabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, mengapa?

Jawaban:

Wassalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. 

DO'A TIDAK TERKABUL? 

Bisa jadi penyebabnya adalah karena hati lalai tidak mengingat Allah di dalam setiap do'anya. Silahkan ambil pelajaran dari kisah berikut:

Kisah ini bermula saat Nabi Musa as jalan² menyusuri jalan setapak. Lalu tanpa sengaja ia bertemu dengan penggembala seekor kambing. Penggembala ini nampak sedang khusyuk berdoa.

Melihat penggembala tersebut, Nabi Musa  merasa iba dan kasihan. “Betapa mengibanya dia pada الله Swt., tapi tak kunjung dikabulkan”. Sehingga Nabi Musa mengadukannya pada الله Swt.,

الهي لو كانت حاجته بيدي لقضيتها

Ilahi lau kana hajatuha biyadayya, laqodhoytuha.

Wahai Tuhanku, andaikata kebutuhannya ada di tanganku, pasti aku akan mengabulkannya.

Mendengar pengaduan Nabi Musa, الله Swt. mewahyukan padanya,

انا ارحم به منك ولكنه يدعوني وله غنم وقلبه عند غنمه واني لا استجيب لعبد يدعوني وقلبه عند غيري

Ana arhamu bihi minka walakinnahu yad’uni walahu ghanamun waqolbuhu ‘indaghanamihi. Wainni la astajibu liabdin yad’uni waqolbuhu ‘inda ghairi.

Aku itu lebih kasihan padanya dibandingkan dirimu. Akan tetapi dia berdoa padaku sedangkan hatinya memikirkan kambing gembalanya. Sesungguhnya aku tidak akan mengabulkan doa hamba-Ku yg hatinya terdapat selain-Ku.

Mendengar wahyu dari الله Swt., Nabi Musa langsung sadar akan kesalahannya. Lalu beliau menyampaikan hal itu pada si penggembala kambing. Tak lama kemudian, doanya dikabulkan oleh الله

Jadi, tidak ada ceritanya doa yg tidak dikabulkan. Allah Swt. pasti meng-ijabah doa-doa hamba-Nya. Hanya saja dengan syarat harus dengan hati yg khusyuk. Yakni tidak ada hal lain di hati kita kecuali Allah Swt. 

(Sumber: Is’adurrofiq, Juz 2 halaman 216). 

والله اعلم

IDOLANYE ANAK MUDE SAMPE ORANG TUE

“Biasanyee anak muda punya idola. Idolanyapun macem-macem, tapiii sayang, kebanyakan mengidolakan artis dan orang-orang Barat yang dianggap kren abiiiz. Jarang yang ngidolain tokoh-tokoh dari para ilmuan apalagi Nabi Muhammad SAW. Akibatnyaaa yach tahu gitu, gaya dan tren hidup berubah, mulai dari ujung rambut sampe ujung kaki pengen niru sang artis idola. Ada yang rambutnya berdiri semua, ada yang gelangnya hampir nyampe siku, ada yang rambutnya warna-warni, macem-macem dech. Pokoknya idolaku adalah teladanku, begitulah kira-kira. Celakanya, banyak yang ngikutin tren yang lebih lagi, itu tuuu, trennya orang Barat. Katanya sich keren. Apa iya begitu? Tuh kita tengok di film-film, orang-orang itu banyak yang gaulnya klewat bebas. Kadang, muda-mudi dua-dua an, nyepi-nyepi, malem-malem lagi, hiii ngeri dech...banyak setannya. Khan, kalo laki and prempuan dua-dua an, yang ketiganya adalah setan. Itu kata Nabi”.

”Padahal, kalo dipikir-pikir, Nabi kita dulu ngadepin orang-orang yang gituan. Kelakuannya tak ubah seperti itu tuu”. ”itu apa?”. ”ssst, itu makhluk berkaki empat alias...”. ”Lho kok gitu?” ”ya ialah, kalo laki- laki dan perempuan klewat bebas and nggak tau malu, berarti kira-kira yaa seperti gituan, padahal khan, malu itu sebagian dari iman and yang ngebedain kite ama binatang adalah malu salah satunya”. ”kemudian kita liat juga, di sana- sini banyak anak-anak muda yang make narkoba, padahal sama aja efek make narkoba dan khomar seperti zaman nabi dulu, sama-sama ngebuat kesadaran hilang, akibatnyaaa, bisa-bisa tidak sadar, bahkan jadi miring alias sinting. Na’uudzubillahi min dzalik.”Makanya Allah suruh Nabi kita Muhammad SAW tuk ngerubah semuanya. Awalnya, beliau sendiri yang ngasih contoh teladan, sahabat yang lain ngikutin, akhirnya selamat dech mereka semua, dunia akhirat lagi.” Makanya, kalo mo slamat, teladinin nabi kita”. ”OK dech bro”.

”Apa sich yang pertama harus kita ikutin dari nabi?” yach, pertama-tama ketauhidannya kepada Allah, beliau yakin bahwa Allah SWT yang ciptain semua yang ada di alam, Allah yang atur alam semesta, Allah yang kasih rezeki, Allah yang ngasih pintar, pokoknya serba Maha dech.” Makanya nabi kita sangat yakin dengan itu smua, akhirnya buah keyakinannya ya nyembah, taat, penuh harap dan takut sama Allah SWT, pokoknya idup and mati di tangan Allah.” kemudian nabi ngajarin kita tuk mengenal Allah melalui Nama- Nama Allah yang Terbaik ato Asmaul Husna.” Beliau nyuruh kita niru nama-nama and sekaligus sifat-sifat Allah tersebut, seperti Allah Maha Penyayang, maka kita tiru sifat tersebut, sehingga kita jadi penyayang juga. Tapiii, sayangnya bukan seperti siswa sayang ama siswi. Kalo itu ya beda laaah... Allah Mengetahui, maka kita tiru Allah, kita banyak baca, kalo belajar banyak diskusi and bertaya pada guru, biar kita jadi banyak tahu. Gitu lho caranya”. Tapi nggak mungkin la kalo semua sifat disebutin di sini, pokoknya de el el nya nanya aja ama guru agama.”

”Lantas yang patut kita tiru dari nabi adalah ibadah beliau”. Gimana sich gambaran singkat beliau beribadah?” ”Katanya beliau sholat ampe kakinya bengkak”. Kalo kita bengkaknya karena maen bola kaki, ato jatuh dari motor. Boro-boro mo sholat ampe bengkak, solat lima waktu aje lewaaat”. Tahajudnya tiap malam, bahkan bagi beliau tahajud wajib, tapi untung bagi ummatnya Cuma sunnah, kalo tahajjud di wajibkan tuk kita smua, ayo gimana?” “beliau senantiasa puasa, baca Qur’an de el el. Pokoknya komplet dech ibadah beliau. Makanya Jin ato Setan nggak ada yang berani ama beliau. Beda dengan kita, jangankan Cuma ngegoda, Jin ato Setan itu bahkan tidur aje mau dengan kita. Jadiii, karena iman ama ibadah beliau kuat and benar, maka akhlak beliaupun elok.”

”Kalo gitu gimana gambaran akhlak beliau?” pernah istri beliau ’Aisyah ditanya oleh salah seorang sahabat, gimana akhlak beliau?” istrinya ’Aisyah menjawab, ”akhlaknya adalah al-Qur’an.” Ooo gitu, jadi kalo kita ingin niru beliau maka harus baca Qur’an.” Heee, tidak cukup Cuma dibaca aja, tapi juga di faa-haa-mii, khan katanya pedoman dan petunjuk hidup?” Makanya kita belajar agama Islam. Biar bisa faham al-Qur’an, bukan hanya sekedar bisa baca.” Satu lagi yang harus diingat, bahwa tuk fahami al-Qur’an harus juga belajar hadis and ngikutin keterangan para ulama, kalo Cuma pemahaman kita sendiri, takutnya tersesat lagiii, ntar jadi aliran sesat, bisa berabe.” Makanya kalo nggak tau tanya ama yang tau, jangan sok tau, gitchu lho.”

”waktu masih remaja, kayak kita-kita nih, beliau sudah tidak punya bokap and nyokap lagi sejak beliau kecil, pertama diasuh kakeknya kemudian beliau diasuh oleh pamannya, Abu Thalib, and sewaktu masih kira umur tujuh sampe delapan taonan beliau udah hidup mandiri. Beliau memelihara kambing-kambing penduduk Mekah, truuus dapat upah dech tuk keperluan hidup beliau, nggak seperti kita-kita, taunya Cuma ngenadahin tangan ama ortu, Ma, pa minta jajan and ongkos dong!!! Makanya, jangan Cuma tau minta, tapi bantuin tuh ortu!”.

”Waktu umur beliau belasan taon, beliau ikut dagang ama pamannya ke negeri Syam, perjalanannya jauuuh banget, sampe kira-kira dua bulanan diperjalanan, dengan jalan kaki lagi.” Truuus, akhlak beliau yang perlu kita-kita pada tau, beliau dapet gelar al-Amin dari penduduk Mekah, artinya orang yang dapat dipercaya. Kalo sekarang gelar orang-orang udah pada nyampe Profesor Doktor, tapiii, kadang masih juga mereka nggak bisa dipercaya, banyak boongnya.” Jadiii salah satu kunci sukses beliau adalah al-Amin, yang bahasa kerennya kredibel.” Pengen sukses?” Ikutin aje beliau, dijamin sukses dech, insyaa Allah.”

MAKNA ISRA’ DAN MI’RAJ

          Perjalanan Nabi Muhmmad SAW dari Makkah ke Bait al- Maqdis, kemudian naik ke Sidratul Muntaha, bahkan melampauinya, serta kembalinya ke Makkah dalam waktu yang singkat, merupakan tantangan terbesar sesudah al-Quran disodorkan oleh Tuhan kepada umat manusia. Peristiwa ini membuktikan bahwa ’ilm dan qudrat Tuhan meliputi dan menjangkau, bahkan mengatasi, segala yang terbatas dan tak terbatas tanpa terbatas ruang dan waktu.

Imam al- Suyuti berpendapat bahwa pengantar satu uraian dalam al-Qur’an adalah uraian yang terdapat dalam surah sebelumnya. Sedangkan inti uraian satu surah difahami dari nama surah tersebut, seperti yang dikatakan oleh al-Biqa’i. Dengan demikian, maka pengantar uraian Isra’ adalah surah yang dinamai Tuhan dengan sebutan al-Nahl, yang berarti lebah.

Mengapa lebah? Karena makhluk ini banyak keajaiban...

Lebah dipilih oleh Tuhan untuk menggambarkan keajaiban ciptaan- Nya agar menjadi pengantar keajaiban perbuatan-Nya dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Lebah juga dipilih sebagai pengantar bagi bagian yang menjelaskan manusia seutuhnya., karena manusia seutuhnya, manusia mukmin, menurut Rasul, adalah ”bagaikan lebah” tidak makan kecuali yang baik dan indah, seperti kembang yang semerbak; tidak menghasilkan sesuatu kecuali yang baik dan berguna, seperti madu yang dihasilkan lebah itu.

Di dalam surah al-Isra’ ini ditemukan sekian banyak petunjuk untuk membina diri dan membangun masyarakat.

Pertama, ditemukan petunjuk untuk melaksanakan shalat lima waktu pada ayat 78:

"Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)."

Dan salat ini pulalah yang merupakan inti dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini. Karena salat pada hakikatnya merupakan kebutuhan mutlak untuk mewujudkan manusia seutuhnya, kebutuhan akal pikiran dan jiwa manusia, sebagaimana ia merupakan kebutuhan untuk mewujudkan masyarakat yang diharapkan oleh manusia seutuhnya.

Kedua, petunjuk-petunjuk lain yang ditemukan dalam rangkaian ayat-ayat yang menjelaskan peristiwa Isra’ dan Mi’raj, dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan masyrakat adil dan makmur, antara lain ayat 16:

"Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), Kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya."

Di tekankan di dalam surah ini bahwa:

"Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya."

"Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya. Karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal."

Bahkan kesederhanaan yang dituntut bukan hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga dalam bidang ibadah shalat mislnya, tidak hanya tergambar dari adanya pengurangan jumlah salat dari lima puluh menjadi lima kali sehari, tetapi juga tergambar dalam petunjuk disurah al-Isra’ juga, yakni berkenaan dengan suara ketika dilaksanakan salat:

"Katakanlah: "Serulah Allah atau Serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya[870] dan carilah jalan tengah di antara kedua itu."

Jalan tengah diantara keduanya berguna untuk mencapai konsentrasi, pemahaman bacaan dan kekhusyukan. Disaat yang sama salat yang dilaksanakan dengan ”jalan tengah” itu tidak mengakibatkan gangguan atau mengundang gangguan, baik gangguan tersebut kepada saudara sesama muslim atau non-muslim, yang mungkin sedang belajar, berzikir, atau mungkin sedang sakit, ataupun bayi-bayi yang sedang tidur nyenyak. Mengapa demikian? Karena dalam kandugan ayat yang menceritakan peristiwa ini,Tuhan menekankan pentingnya persatuan masyarakat seluruhnya. Dengan demikian masing-masing orang dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya, sesuai dengan kemampuan dan bidangnya, tanpa mempersoalkan agama, keyakinan, dan keimanan orang lain. Ini sesuai dengan firman Allah:

"Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya."

Akhirnya, sebelum uraian ini disudahi ada baiknya dibacakan ayat terkhir dalam surah yang menceritakan peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini:


"Katakanlah: "Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud,"

Mudah-mudahan bermanfaat dan dapat kita amalkan dalam perilaku keseharian kita semua.

MAZHAB FIQIH YANG “KAKU”, MASIH RELEVANKAH SAAT INI?

Banyak orang yang mengaku bertaqlid kepada satu mazhab fiqih tertentu, baik itu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, atau Hambali. Meraka sangat keras mempertahankan mazhab tersebut. Tapi ternyata, dalam praktek keseharian mereka, meraka telah mencampur adukkan antara satu mazhab dengan mazhab yang lain, hingga sampai beberapa mazhab. Ini tanpa mereka sadari, bahkan terkadang praktek ibadah yang mereka lakukan adalah campuran beberapa mazhab, yang mereka anggap itu sumbernya dari satu mazhab yang mereka ikuti.
Sebagai contoh, mayoritas umat Islam di Indonesia adalah Taqlid kepada Mazhab Imam Syafi’i dalam hal fiqih. Tetapi belum tentu amalan mereka seratus persen sesuai dengan mazhab syafi’iyah yang mereka ikuti. Sebagai contoh, dalam hal sholat jum’at mereka praktekkan mazhab syafi’iyah dalam syarat, rukun, tata cara, hal-hal yang sunnah dan lain-lain. Syarat minimal empat puluh orang meraka ikuti, akan tetapi ada yang sering tidak mereka ikuti, yaitu jarak minimal yang boleh diadakannya sholat jum’at lain, sehingga tidak terjadi ta’addud al-Jum’ah (terjadinya beberapa sholat jum’at di suatu negeri yang seharusnya hanya boleh satu jum’at).  Padahal kebanyakan hal ini terjadi tanpa adanya Masyaqqoh (kesulitan) yang bisa menyebabkan bolehnya dua jumat atau lebih di suatu Balad al-Jum’ah. Dan ini banyak terjadi dilingkungan masyarakat kita, secara umumnya di Indonesia. Kemudian sebagai contoh kecil, yakni dalam sholat jum’at menurut beberapa kitab fiqih syafi’yah, khotib seharusnya memegang tongkat dengan tangan kiri bukan dengan tangan kanan (lihat kitab Minhaj al- Qowim dan Tanwir al- Qulub), tetapi kenyataannya mayoritas pakai tangan kanan.
Dalam hal zakat, praktek yang selama ini terjadi, kebanyakan mereka ketika membayar zakat fitrah, juga memakai uang tunai, bukan dengan makanan pokok seperti beras. Dan yang lebih mengherankan lagi adalah bahwa sebelum pelaksanaan pembayaran zakat fitrah ada amil zakat yang membeli sekitar 10-20 kg beras, kemudian para pembayar zakat membeli beras tersebut, dan pada akhirnya ratusan orang yang bayar zakat, beras yang di perjual belikan secara bolak- balik hanya menggunakan beras yang 10-20 kg tadi. Belum lagi masalah hukum jual beli beras di dalam masjid yang di larang. Dan masih banyak contoh- contoh yang lain. Ketika di tanya, mereka bermazhab syafi’i.
Maka berdasarkan kenyataan- kenyataan seperti diatas dan kenyataan- kenyataan lainnya, ternyata tanpa di sadari oleh sebagian pengikut mazhab, bahwa mereka telah mencampur adukkan antara satu pendapat imam mazhab dengan imam mazhab yang lain (baca: Talfiq). Ada beberapa kondisi yang menyebabkan hal ini, diantaranya : (1) dilingkungan mereka tidak ada ulama penganut mazhab tersebut yang sangat memahami mazhab yang mereka ikuti, sehingga mereka mengikuti apa saja yang mereka pandang sebagai mazhab meraka, tanpa ada yang menegur atau mengarahkan mereka untuk memilih pemahaman yang sesuai dengan mazhab mereka, (2) Khusus di daerah perkotaan atau daerah yang hampir mendekati situasi seperti perkotaan, biasanya mereka cenderung berfikiran rasional dan melek informasi dan di dukung pula oleh kurangnya ikatan mazhab, maka mereka memperoleh pengetahuan tentang pelaksanaan ajaran agama mereka melalui buku-buku, melalui internet dan lain- lainnya yang di sajikan tanpa dengan beragam mazhab.
Hasilnya terjadilah Talfiq di mana-mana, para ulama mereka yang satu mazhab terkadang lalai memperingatkan terhadap hal ini. Dengan kondisi seperti ini, kini timbullah dua pertanyaan: (1) apakah sistem mazhab yang “kaku” seperti yang mereka fahami harus tetap di pertahankan? (2) Ataukah harus merekonstruksi ulang pemahaman bermazhab?
Kalau pertanyaan pertama yang ingin kita jawab, maka perlu diadakannya beberapa upaya gerakan yang terencana, sistematis, dan terorganisir. Misalnya para ulama dari masing- masing mazhab tersebut, meneliti daerah mana yang masih kuat pemahamannya tentang suatu mazhab, mereka perkuat dengan memberikan pemahaman yang utuh mengenai mazhab tersebut. Tapi hal ini amat sulit terkadang dilakukan, karena minimal ada dua faktor: (1) dalam masalah-masalah kekinian, terkadang para ulamanya belum punya kapasitas untuk berfatwa, sehingga sulit untuk mengaktualisasikan suatu mazhab tersebut. (2) dalam dunia informasi yang sangat terbuka ini, yang menyebabkan masyarakatnya dapat memperoleh informasi pemahaman keagamaan yang lebih luas dan beragam, rasanya memang sangat sulit untuk tetap “kaku” dalam urusan bemazhab ini. Sebagai landasan model pertama yang berupaya mempertahankan mazhab ini, ada baiknya kita memahami hasil studi George Maqdisi yang di kutip oleh Prof. Dr. Syafiq A. Mughni didalam bukunya Nilai- Nilai Islam: Perumusan Ajaran dan Upaya Aktualisasi, tentang mazhab fiqih, yang mana ia melihat ada dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemikiran fiqih tersebut, yaitu: pertama, hendaknya ada, setidak- tidaknya pendukung intelektual yang mampu mempropagandakan ideologinya ke masyarakat luas dan mampu membela mazhab itu dari serangan lawannya. Kasus punahnya mazhab Maliki di Baghdad pada abad ke-12 menjadi contoh tentang sebab yang pertama ini. Kedua, ialah tersedianya patronase ( patronage ) dari kekuatan ekonomi maupun politik. Syi’ah muncul sebagai arus intelektual yang berarti di dunia Islam baru terjadi ketika Dinasti Buwayhi menguasai Irak pada abad ke- 10 dan mendorong di rumuskannya hadis, fiqih, dan teologi yang spesifik Syi’ah. Di Iran, Syia’ah baru saja menjadi mazhab mayoritas ketika penguasa dinasti Shafawiyah melancarkan gerakan Syi’ahisasi total. Demikian juga sebab mengapa mazhab Hanbali mampu menghadapi tekanan Syi’ah di Baghdad pada abad ke-10 ialah kemampuannya memperoleh patronase dari kelompok pengusaha dan tuan tanah, yang mana mereka benar- benar mendukung mereka. ( Mughni, 2001: 208 )
Kalau pertanyaan kedua yang kita jawab, maka inilah sebenarnya yang sesuai dengan kondisi ummat dan derasnya arus informasi saat ini.  Jika menempuh langkah ini, maka dapat kita lihat dari dua sudut yaitu: (1) Bagi yang mampu untuk melakukan perbandingan mazhab untuk mendapatkan dalil yang terkuat, maka hendaklah ia menempuh jalan ini, dan mengamalkan hasilnya adalah wajib bagi mereka, meskipun para ulama mutaakhirin berpendapat bahwa mengamalkan hasil muqranah, akan mengakibatkan perpindahan mazhab atau talfiq, dan tidak di benarkan. Tapi pendapat ini lemah, karena al- Qur’an dan Sunnah tidak melarang untuk pindah mazhab atau talfiq. (Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, MA, 2011: 99). Atau (2) secara umum siapapun bisa mengambil pendapat dari ulama yang lebih rajih ( kuat ) yang menurut pandangannya lebih kuat menurut hatinya ( Dr. Yusuf Al- Qaradhawi, 1995 : 192 ). Hal ini sebagaimana juga yang di jelaskan oleh Prof. Dr. Wahbah Az- Zuhaili di dalam kitabnya Al- Fiqh al- Islam Wa Adillatuhu : “ dapat di simpulkan bahwa pendapat yang shahih dan rajih di kalangan ulama ushul fiqih adalah tidak wajibnya konsisten dalam mengikuti mazhab tertentu, dan boleh berbeda dengan pendapat imam mazhab, juga boleh mengambil pendapat selain imam mazhab. Hal ini di sebabkan konsisten mengamalkan mazhab tertentu bukanlah suatu kewajiban sebagaimana yang sudah kami terangkan. Atas dasar ini semua, maka pada masa sekarang ini pada prinsipnya sama sekali tidak ada larangan untuk memilih sebagian hukum syara’ yang di tetapkan oleh para ulama mazhab, tanpa membatasi jumlah mazhab tertentu ataupun membatasi dengan detail-detail mazhab tersebut.” (Zuhaili, 1995: 82).
Semuanya ini, tentu saja bukan hanya untuk mencari yang enteng-enteng dan yang sesuai hawa nafsunya belaka, bahkan ini termasuk orang durhaka. Hal ini senada dengan fatwa Dr. Yusuf Al- Qaradhawi bahwa jika talfiq ini di maksudkan untuk mencari yang sesuai selera saja, seperti mengikuti yang enteng-enteng saja dari berbagai mazhab, mencari yang paling mudah dan sesuai dengan hawa nafsunya serta di rasa paling enak, dengan tidak memperhatikan dan mempertimbangkan dalilnya, maka yang demikian ini tidak di perbolehkan. Karena itu, ulama salaf mengatakan: barangsiapa yang memilih pendapat yang ringan-ringan saja dari berbagai mazhab, maka ia telah berbuat durhaka karena dasarnya adalah hawa nafsu. ( Al- Qaradhawi, 1995: 191 ).
Bahkan ada sebagian besar ulama yang berpendapat bahwa Taqlid kepada Imam tertentu dalam semua permasalahan dan semua kejadian yang di alami bukanlah suatu kewajiban. Orang tersebut boleh bertaqlid kepada mujtahid manapun yang dia kehendaki. Dalil yang mereka ajukan adalah Firman Allah SWT : “...maka tanyakanlah kepada orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui.” (Q.S. Al- Anbiya’: 7). Kemudian alasan lain yang mereka ajukan adalah bahwa orang- orang yang meminta fatwa pada zaman zahabat dan tabi’in tidak ada yang mewajibkan dirinya untuk mengikuti mazhab tertentu saja, melainkan mereka akan menanyakan permasalahan kepada siapapun yang ahli, tanpa membatasi diri kepada salah satu dari mereka. Ini dapat di simpulkan bahwa mereka adalah bersepakat ( berijma’ ) bahwa bertaqlid hanya kepada satu imam saja atau mengikuti mazhab tertentu dalam berbagai permasalahan, bukanlah suatu kewajiban bagi orang yang mengambil fatwanya secara khusus atau muslim pada umumnya. (Az- Zuhaili, 2011: 81 ).
Akhirnya, dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa: Untuk kondisi saat ini pendapat yang memperbolehkan Talfiq dalam urusan fiqih adalah lebih sesuai dengan kondisi saat ini, dengan syarat harus berdasarkan upaya untuk mencari yang mana dalil yang lebih kuat dan lebih meyakinkan hatinya, bukan demi mengikuti hawa nafsunya dalam mencari yang ringan-ringan saja.



JINAYAT, DIYAT, DAN KAFARAT

JINAYAT, DIYAT, KAFARAT


A. JINAYAH

Jinayah merupakan kata jadian (mashdar) dari kata kerja jana-yajni-jinayatan. Jinayah secara bahasa (etimologi) adalah nama bagi perbuatan seseorang yang buruk dan apa yang diusahakan. Sedangkan jinayah menurut istilah (terminologi) adalah suatu perbuatan yang dilarang syara', baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, atau lainnyas. Term jinayah ini memiliki beberapa makna yang konotasinya adalah segala bentuk perbuatan jahat. Dalam rumusan lain disebutkan bahwa jinayah adalah perbuatan dosa besar atau kejahatan (kriminal), misalnya: membunuh, melukai seseorang, atau membuat cacat anggota badan seseorang.

Abu Muhammad Mahmud dalam kitabnya al-Binayah fi-syarah al-Hidayah mendefinisikan jinayah, setiap perbuatan yang bisa merugikan atau mendatangkan bencana terhadap jiwa dan harta orang lain“. Menurut Abdul Qodir Audah, jinayat secara etimologis adalah nama (sebutan) bagi seseorang yang berbuat tindak pidana (delik) atau orang yang berbuat kejahatan.

Sedangkan menurut Sayid Sabiq, jinayat menurut definisi undangundang adalah kejahatan yang diancam dengan kematian atau kerja paksa atau pengasingan.

Selain term jinayah, ada jarimah yang secara istilah dianggap sinonim dengan jinayah. Jarimah secara bahasa (etimologi) berarti melakukan setiap perbuatan yang menyimpang dari kebenaran, keadilan, dan jalan yang lurus (agama). Sedangkan secara istilah (terminologi) sebagaimana dikemukakan imam Al-Mawardi, jarimah adalah perbuatan yang dilarang syar'i 'at (hukum Islam) dan diancam Allah dengan hukuman had atau ta'zir”.

Definisi yang lain, jarimah adalah segala perbuatan yang dilarang dan diancam sanksi dengan ketetapan syari 'at (hukum Islam). Jarimah terbagi dalam tiga jenis, yaitu:
(1) jarimah hudud yang terdiri:
zina,
a. menuduh orang lain berzina (qadij),
b. minum khamar,
c. pencurian,
d. perampokan,
e. berbuat makar terhadap pemerintah yang   sah,
f. dan murtad yang disertai ancaman terhadap ideologi umat Islam;

(2) jarimah qishash (diat) yang terdiri:
a. pembunuhan sengaja,
b. pembunuhan semi sengaja,
c. pembunuhan tersalah (salah sasaran) dan d. melukai (al-jarh);

(3) jarimah ta ’zir, yaitu larangan atau perintah tentang suatu hal yang ketentuan dan sanksinya tidak dirumuskan secara pasti dalam nash Alquran dan hadis, di mana prosedur pelaksanaan hukuman diserahkan atas kebijakan (policy) hakim atau penguasa.

Adapun Hadis tentang pensyari'atan jinayat di antaranya:

Dari Ubadah bin Shamit ra., Rasulullah bersabda:

البكْر بالبِكْر جَلْدُ مائة ونَفْيُ سَنَة والثّيّبُ بالثّيّبِ ، جَلْدُ مائة والرّجْم

Artinya:

“Perawan dengan perjaka (jika berzina) maka dicambuk 100 kali dan diasingkan setahun. Duda dengan janda (jika berzina) maka dicambuk 100 kali dan dirajam dengan batu“. (HR. Muslim).

Berdasarkan riwayat hadis di atas, ulama sepakat untuk melaksanakan hukuman cambuk 100 kali dan pengasingkan (taghrib) selama satu tahun. Dengan demikian, untuk hukuman pengasingan selama satu tahun, mayoritas ulama mengatakan wajib. Pengasingan pelaku zina dilakukan setelah dicambuk 100 kali. Hanya saja, para ulama berbeda pendapat tentang pengasingan. Menurut Imam Abu Hanifah, taghrib merupakan hukuman yang tidak wajib dan dapat diserahkan kepada kebijakan ulil amri (pemerintah). Selanjutnya Imam Abu Hanifah mengatakan, hukuman pengasingan (taghrib) bukanlah termasuk had, melainkan dikategorikan ta ’zir. Berbeda dengan imam Abu Hanifah, Imam Malik berpendapat, yang diasingkan hanya pelaku laki-laki, sedangkan pezina wanita tidak boleh dibuang, karena seorang wanita tidak boleh pergi sendirian melainkan harus di dampingi mahramnya. Sedangkan menurut Imam Syafi'i, Imam Ahmad, dan Imam Daud al-Zhahiri, hukuman pengasingan selama satu tahun itu dikenakan kepada keduanya (lelaki dan perempuan). Dalam mazhab al-Syafi'i ada ketentuan tambahan, khusus bagi pezina perempuan, pada saat menjalani sanksi pengasingan selama satu tahun, wajib didampingi mahramnya. Selain itu, definisi taghrib dimaknai para ulama secara berbeda. Menurut imam Abu Hanifah dan imam Malik, taghrib maksudnya adalah hukuman penjara. Menurut Imam Syati’l dan Imam Ahmad, taghrib adalah dibuang ke tempat pengasingan. Kalau yang dibuang perempuan, harus tetap diawasi walinya. Hukuman jaldah (cambuk) bagi pelaku zina yang belum menikah (aI-bikr) adalah wajib karena di dalamnya terdapat hak Tuhan dan manusia, dan hakim tidak bisa mengurangi atau menambah jumlah cambukan atau mengganti hukuman cambuk dengan yang lain.

B. DIYAT

Diyat secara etimologi berarti denda berbentuk harta. Secara terminologi, diyat adalah harta yang diserahkan kepada keluarga (ahli waris) kurban, akibat melakukan kejahatan kepada orang lain dengan menghilangkan nyawa atau melukai orang. Dengan definisi semacam ini bearti diyat dikhususkan sebagai pengganti jiwa atau yang semakna dengannya; artinya pembayaran diyat itu terjadi karena berkenaan dengan
kejahatan terhadap jiwa (nyawa) seseorang.  Sedangkan diyat untuk anggota badan disebut “Irsy.

Di antara dalil disyariatkannya diyat apakah hadis sebagai berikut:

Hadis riwayat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قُتِلَ لَهُ قَتِيْلٌ فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ إِمَّا أَنْ يُفْدَى وَإِمَّا أَنْ يُقْتَل


Artinya:

“Barang siapa yang menjadi keluarga korban terbunuh, ia memilih dua pilihan, bisa memilih untuk memaafkannya dan bisa untuk meminta diat (tebusan) .” (HR. Tirmidzi).

Pada mulanya pembayaran diyat menggunakan unta, tetapi jika unta sulit ditemukan, pembayarannya dapat menggunakan barang lainnya, misalnya menggunakan emas, perak, uang, baju, dan lain-lain yang kadar nilainya disasuaikan dengan unta. Diyat diwajibkan kepada pembunuh yang tidak dijatuhi hukum qishash dengan membayar sejumlah barang

atau uang sebagai pengganti hukum qishash setelah dimaafkan anggota keluarga atau ahli waris korban.

4. Penyebab dan Jenis Diyat Diyat terjadi disebabkan beberapa faktor, di antaranya sebagai berikut:

a. Pelaku membunuh dengan sengaja (aI-qallu 'amdan) yang dimaafkan keluarga terbunuh.

b. Pelaku membunuh dengan tersalah atau tidak disengaja (aI-qatlu khata'an).

c. Pelaku pembunuhan melarikan diri sebelum qishash dijatuhkan.

d. Memotong atau membuat cacat (mencederai) anggota tubuh seseorang lalu dimaafkan.

Diyat dilihat dari kuantitas denda yang harus dibayarkan, digolongkan menjadi dua macam, yaitu:

Pertama, diyat mughalladzah (denda berat), yaitu membayar denda 100 ekor unta terdiri dari: 30 hiqqatan (unta betina berumur 3 masuk 4 tahun), 30 ekor jadza'atan (unta betina umur 4 masuk 5 tahun), dan 40 ekor khalifatan (unta betina yang bunting)”. Diyat mughalladzah (denda berat) wajib dibayarkan sebagai:

a. Ganti hukuman bunuh (qishash) yang dimaafkan pihak ahli waris kepada pembunuh yang melakukan pembunuhan dengan disengaja (al-qatlu 'amdan). Diyat kategori ini wajib dibayar tunai si pembunuh sendiri.

b. Pembunuhan ”sepeni sengaja” (aI-qatlu syibhu 'amdin). Diyat kategori ini wajib dibayar keluarga si pembunuh, boleh diangsur dalam tiga tahun, di mana tiap-tiap akhir tahun wajib dibayar sepertiganya.

c. Ganti hukuman pembunuhan yang tidak disengaja (al-qatlu khata'an) yang dilakukan pada bulan-bulan Haram, yaitu: bulan Dzulqa'dah, Dzulhijah, Muharam, dan Rajab).

d. Ganti hukuman pembunuhan yang tidak disengaja (aI-qatlu khata 'an) yang dilakukan di tanah Haram, misalnya kota Mekah.

e. Ganti hukuman pembunuhan yang tidak disengaja terhadap seorang muslim, kecuali pembunuhan orang tua terhadap anaknya. Ketentuan semacam ini tidak berlaku.

Kedua, diyat mukhoffafah (denda ringan), dengan membayar 100 ekor unta, terdiri dari: 20 ekor hiqqah, 20 ekor jadza'ah, 20 ekor binta labun (unta betina lebih dari dua tahun), dan 20 ekor unta ibnu labun (unta jantan berumur lebih dari satu tahun), dan 20 ekor unta bima makhad (unta betina berumur lebih dari satu tahun). Denda ini wajib dibayarkan keluarga

yang membunuh dalam masa tiga tahun, tiap-tiap akhir tahun dibayar sepertiganya.

Diyat Mukhoffah (denda ringan) ini dijatuhkan kepada:

a. Orang yang membunuh tidak disengaja (aI-qatlu kimia 'an) selain di tanah Haram, bulan Haram dan, bukan kepada swama Muslim. Masa pembayarannya boleh diangsur selama tiga tahun.

b. Orang yang sengaja memotong atau membuat cacat atau melukai anggota badan seseorang.

Adapun ukuran diyat mukhoffah selain pembunuhan sebagai berikut:

1. Membayar  diyat mukhoffah secara penuh bagi orang yang melakukan kejahatan, memotong dua tangan, dua kaki, dua telinga, hidung, lidah, dua bibir, kemaluan laki-laki, dua mata, tempat keluamya suara, penglihatan, atau merusak pendengaran.

2. Membayar setengah diyat mukhoffafah berlaku bagi orang yang memotong salah satu anggota tubuh yang memiliki pasangan.

3. Membayar sepertiga diyat mukhaffafah berlaku bagi orang yang melukai kepala sampai otak dan melukai badan sampai perut.

4. Membayar diyat 15 ekor unta, jika melukai sampai mengakibatkan putusnya jari tangan maupun jari kaki.

5. Membayar diyat 5 ekor unta, jika melukai sampai gigi tanggal.

Jika denda tidak dapat dibayar dengan unta, wajib dibayar dengan uang sebanyak harga unta. Ini pendapat sebagian ulama. Pendapat ulama yang lain, boleh dibayar dengan uang sebanyak 12.000 Dirham (kira-kira 37,44 kg perak). Kalau denda itu termasuk denda berat, ditambah sepertiganya.

Pembayaran diyat bagi pembunuh kepada keluarga korban, disamping untuk menghilangkan rasa dendam juga mengandung hikmah sebagai berikut:

a. Memberikan maaf kepada orang lain karena sesuatu hal sudah terjadi.

b. Menjadi pelajaran, agar hati-hati dalam bertindak bahkan takut melakukan kejahatan. Karena harta seseorang bisa habis bahkan bisa jatuh melarat untuk membayar diyat.

c. Menjunjung tinggi terhadap perlindungan jiwa dan raga.

C. KAFARAT

 Secara bahasa, kaffârah (Arab)—sebagian kita mengenalnya dengan istilah kifârah atau kifarat—berasal dari kata kafran yang berarti ‘menutupi’. Maksud ‘menutupi’ di sana adalah menutupi dosa. Makna itu kemudian dipergunakan untuk makna lain, bahkan untuk makna yang berseberangan, termasuk makna perbuatan yang tak sengaja, seperti kesalahan dalam membunuh, sebagaimana dikemukakan dalam Tahrîru Alfâzhit Tanbîh karya Abu Zakariya Muhyiddin ibn Syaraf al-Nawawi (wafat 676 H) [Damaskus, Darul Qalam: 1408 H], cetakan pertama, jilid I, halaman 125). Mayoritas ahli bahasa menyebut, kata "kaffarah" juga masih satu rumpun dengan kata "kufur" atau "kufrun" karena kesamaan makna, yakni "menutupi," hanya saja berkonotasi negatif. Maksud ‘menutupi’ di sini adalah menutupi hak yang semestinya diperlihatkan. Kata kufur ini juga sering disandingkan dengan kata nikmat, yang berarti menutupi nikmat Allah dengan tidak menysukurinya. Namun, kufur yang paling besar adalah menutupi atau menentang keesaan Allah, kenabian, dan syariat. Demikian menurut menurut Syekh Zainuddin Al-Manawi dalam At-Tauqîf ‘alâ Muhimmâtit Ta‘ârîf, (Kairo, ‘Alamul Kutub: 1990 M], cetakan pertama, jilid I, halaman 282).  Lebih populer, istilah kaffarah atau kafarat lebih dikenal sebagai penebus kesalahan, sanksi, atau denda atas pelanggaran yang dilakukan. (Lihat A Warson Al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir, [Surabaya, Pustaka Progresif: 2002 M], cetakan ke-25, halaman 1218). Kemudian, jika dilihat dari hakikatnya, kafarat hanya berhubungan dengan hak Allah sehingga harus dibedakan dengan diat yang merupakan hak sesama makhluk, antara lain hak keluarga korban pembunuhan. Adapun fidyah adalah harta tebusan yang dipersembahkan karena Allah akibat kelalaian dalam beribadah, sebagai kafarat atas kelalaian dalam ibadah tersebut. Contoh dari kafarat ibadah puasa, bercukur, atau mengenakan pakaian yang dijahit saat ihram. Lihat Ahmad Mukhtar Abdul Hamid, Mu‘jamul Lughah Al-‘Arabiyyah Al-Mu‘ashirah, [Kairo, ‘Alamu Kutub: 2008 M], cetakan pertama, jilid II, halaman 1682). Secara umum, fidyah terbagi atas dua, ada yang berupa takaran mud dan ada yang berupa dam. Fidyah yang berupa mud di antaranya adalah fidyah puasa orang tua, fidyah karena mengakhirkan qadha, mencabut satu helai rambut saat ihram, memotong satu kuku. Sedangkan fidyah yang berupa dam antara lain karena berburu hewan Tanah Haram, karena bersenggama saat ihram, mencukur rambut, mengenakan wewangian, memakai pakaian dijahit, memotong kuku, meninggalkan ihram dari miqat, menebang pohon Tanah Haram, meninggalkan thawaf qudum dan thawaf wada‘, dam tamattu dan qiran. Dengan demikian, fidyah adalah harta tebusan yang menjadi turunan dari kafarat. Sedangkan dam adalah turunan dari fidyah atau bentuk dari kafarat akibat pelanggaran dalam ibadah haji. Selanjutnya, Syekh Ahmad bin Ahmad Al-Mahamili dalam Al-Lubab fîl Fiqhis Syâfi‘i (Madinah, Darul Bukhari: 1416 H], terbitan pertama, halaman 184) menyebutkan bahwa secara umum kafarat ada empat: (1) kafarat zhihar, (2) kafarat hubungan badan di bulan Ramadhan, (3) kafarat pembunuhan, dan (4) kifarat yamin.  Itulah keempat jenis kafarat yang dikemukakan oleh Syekh Ahmad bin Ahmad. Hanya saja, dalam beberapa kitab yang lain, yaitu Al-Majmu‘ Syarhul Muhadzab, ada jenis kafarat yang kelima, yakni kafarat haji. Ini artinya, terdapat perbedaan dalam memandang kafarat haji. Perbedaan ini, salah satunya, disebabkan karena pelanggaran dalam ibadah haji oleh sebagian ulama tidak disebut sebagai kafarat, melainkan sebagai dam atau fidyah. Dengan kata lain, dam merupakan bentuk kafarat dalam pelanggaran ibadah haji sehingga dalam penggunaannya bisa saling menggantikan.  Bentuk kafarat sendiri bisa dengan memerdekakan budak, berpuasa, atau memberi makan orang miskin. Dalam praktiknya, ada kafarat yang harus berurutan, ada yang boleh dipilih salah satunya sebagaimana petikan berikut: وَيَدْخُلُ الْعِتْقُ بِهَا فِي نَوْعَيْنِ الْأَوَّلُ الْكَفَّارَةُ تَرْتِيبًا بِنَصْبِهِ تَمْيِيزًا وَهُوَ كَفَّارَةُ الظِّهَارِ وَالْقَتْلِ وَالْجِمَاعِ فِي نَهَارِ رَمَضَانَ  وَالثَّانِي  الْكَفَّارَةُ  تَخْيِيرًا وَهُوَ كَفَّارَةُ الْيَمِينِ  Artinya, “Masuknya memerdekakan budak ke dalam kafarat terbagi menjadi dua keadaan. Pertama, ke dalam kafarat yang harus dilakukan berurutan dan dibedakan pelaksanaannya, yakni kafarat zhihar, kafarat pembunuhan, dan kafarat hubungan badan sengaja di siang hari. Kedua, masuk ke dalam kafarat yang boleh dipilih, yakni kafarat yamin (sumpah),” (Lihat Syekh Zakariya Al-Anshari, Asnâl Mathâlib fî Syarhi Raudhatit Thâlib, [Tanpa catatan kota, Darul Kitab Al-Islami], tanpa tahun, jilid III, mulai dari halaman 362). Pertama, kafarat zhihar. Kata zhihar sendiri diambil dari kata zhahr yang berarti ‘punggung’. Kemudian, istilah ini dipergunakan ketika ada seorang suami menyamakan punggung istrinya dengan punggung ibunya, seperti mengatakan, “Bagiku, engkau seperti punggung ibuku.” Hanya bagian tubuh punggung yang disamakan, bukan yang lain, sebab hanya bagian itu yang biasa dipakai menggendong. Hukumnya haram dilakukan berdasarkan ayat yang artinya, “Orang-orang yang menzhihar istrinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) istri mereka itu bukanlah ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun,” (Surat Al-Mujadilah ayat 2). Pada zaman Jahiliyyah, zhihar menjadi cara menceraikan istri seperti halnya ilâ. Namun, setelah Islam datang, hukumnya diharamkan dan pelakunya terkena kafarat jika ingin menarik kembali ucapannya berdasarkan lanjutan ayat di atas, “Orang-orang yang menzhihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (Surat Al-Mujadilah ayat 2).

 يَحْرُمُ بِوُجُوبِ الْكَفَّارَةِ لَهُ  وَطْءٌ مِنْ
الْمُظَاهِرِ  حَتَّى يُكَفِّرَ بِالْإِطْعَامِ أَوْ غَيْرِهِ

 Artinya, “Dengan adanya
 kewajiban kafarat, haram bagi suami yang melakukan zhihar berhubungan badan sampak zhiharnya ditutupi atau dikafarati dengan memberi makanan atau yang lainnya,”
 (Lihat Syekh Zakariya Al-Anshari, Asnâl Mathâlib fî Syarhi Raudhatit Thâlib, [tanpa kota, Darul Kitab Al-Islami: tanpa tahun], jilid II, mulai dari halaman 360).

Adapun kafaratnya adalah memerdekakan seorang budak perempuan mukmin yang normal tanpa cacat. Jika tidak mampu, seseorang harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, ia harus memberi makanan kepada enam puluh orang miskin, masing-masing satu mud, berdasarkan ayat berikut,

 “Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih,” (Surat Al-Mujadilah ayat 2-4).

 Berbeda dengan kafarat yang lain, kafarat zhihar tidak memberi pilihan. Artinya, ketiga bentuk kafaratnya harus ditempuh sesuai urutan dan kemampuan, sebagaimana di atas.

Kedua, kafarat hubungan badan siang hari di bulan Ramadhan. Adapun urutan kifaratnya sebagaimana kafarat zhihar, yakni  memerdekakan hamba sahaya perempuan yang beriman, berpuasa selama dua bulan berturut-turut atau memberi makanan kepada 60 orang miskin, masing-masing sebanyak satu mud.   Kifarat di atas berdasarkan hadis Abu Hurairah. Disebutkannya, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. lantas berkata, “Celakalah aku! Aku mencampuri istriku (siang hari) di bulan Ramadhan. Ia bersabda, “Merdekakanlah seorang hamba sahaya perempuan.” Dijawab oleh laki-laki itu, “Aku tidak mampu.” Beliau kembali bersabda, “Berpuasalah selama dua bulan berturut-turut.” Dijawab lagi oleh laki-laki itu, “Aku tak mampu.” Beliau kembali bersabda, “Berikanlah makanan kepada enam puluh orang miskin,” (HR Al-Bukhari). يجب مع القضاء للصوم الكفارة العظمى والتعزير على من أفسد صومه في رمضان يوما كاملا بجماع تام آثم به للصوم Artinya, “Selain qadha, juga wajib kifarah ‘uzhma disertai ta‘zir bagi orang yang merusak puasanya di bulan Ramadhan sehari penuh dengan senggama yang sesungguhnya dan dengan senggama itu pelakunya berdosa karena puasanya.” (Lihat Syekh Salim bin Sumair Al-Hadhrami, Safînatun Najâ, [Tanpa keterangan kota, Darul Ihya: tanpa tahun], cetakan pertama, halaman 112). Ketiga, kafarat pembunuhan. Maksud pembunuhan di sini adalah pembunuhan yang tidak disengaja. Sebab, pembunuhan yang disengaja tidak ada kafarat di dalamnya, yang ada hanya qisas atau diyat tunai yang ditanggung si pembunuh, jika tidak dibebaskan oleh keluarga terbunuh. Adapun kafarat pembunuhan yang tak disengaja—di saamping membayar diat—adalah memerdekakan seorang budak perempuan mukmin. Jika tidak mampu, maka kafaratnya adalah berpuasa selama dua bulan berturut-turut, berdasarkan ayat berikut:  Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena kesalahan (tak sengaja), dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin karena kesalahan (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat  yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, (Q.S. al-Nisa’ [4]: 92). Keempat, kifarat yamin. Yamin itu berarti ‘sumpah’. Sehingga, maksud kafarat yamin adalah kafarat sumpah. Ia dilakukan karena melanggar sumpah atau menyampaikan sumpah palsu. Contohnya seseorang bersumpah, “Demi Allah, aku tidak akan masuk lagi ke rumah si anu.” Kemudian, ia memasukinya, maka wajiblah ia menjalankan kifarat. Atau seseorang mengatakan, “Demi Allah, aku tidak mengambil barangmu,” padahal dia mengambilnya. Termasuk ke dalam sumpah ini adalah sumpah untuk meninggalkan kebaikan, seperti, “Demi Allah, aku tidak akan membantu anak yatim.” Maka sumpah itu harus dilanggarnya dan dibayar kafaratnya.  Adapun bentuk kafaratnya adalah memberi makanan kepada sepuluh orang miskin, memberi pakaian kepada mereka, memerdekakan budak, atau berpuasa selama tiga hari. Hanya saja, kafarat ini bersifat pilihan. Artinya, boleh dipilih sesuai dengan kemampuan dan keinginan.  Perihal kafarat ini, Allah telah menjelaskannya dalam Al-Quran, Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya), (Surat Al-Ma’idah ayat 89).  Sebagaimana kafarat yang lain, kafarat ini berlaku secara akumulatif. Artinya, ketika seseorang melakukan sumpah palsu sebanyak 5 kali, maka 5 kali pula kifarat yang harus dijalankannya.  Termasuk ke dalam kafarat yamin ini adalah kafarat ‘ila. Walau dari segi praktik, ila sama dengan zhihar sebagai salah satu cara menceraikan istri pada zaman Jahiliah. Tetapi dari segi pelanggaran, ia termasuk ke dalam kafarat yamin. Sebab, ila sendiri  tak lain adalah sumpah. Contohnya, “Aku bersumpah tidak akan mencampuri istri.” Dengan sumpah ini jelas istrinya menderita, karena tidak dicampuri, tidak pula diceraikan. Suami yang meng-ila istrinya setelah 4 bulan harus memilih antara kembali mencampuri isterinya dengan membayar kafarat sumpah atau menceraikan.   Kelima, kafarat haji. Sesungguhnya penggunaan istilah kafarat dalam ibadah haji lebih dikenal karena pelanggaran bersenggama sebelum tahalul pertama. Kafaratnya adalah menyembelih unta atau sapi dengan konsekuensi hajinya batal. Sedangkan kafarat atas pelanggaran lainnya lebih dikenal dengan istilah dam atau fidyah, dengan rincian:  Jika melanggar larangan ihram, seperti mencukur atau mencabur rambut, memotong kuku, memakai pakaian yang dijahit bagi laki-laki, memakai cadar atau sarung tangan bagi perempuan, memakai wewangian, maka fidyah atau damnya adalah memilih salah satu di antara: berpuasa tiga hari, bersedekah setengah sha‘ atau dua mud, atau menyembelih kambing.  Jika melanggar larangan membunuh hewan buruan, maka fidyah atau damnya adalah menyembelih hewan yang sebanding dengan yang diburu, bersedekah kepada fakir miskin senilai hewan yang diburu, atau berpuasa.  Kemudian, jika pelanggaran bersenggama terjadi setelah tahalul pertama, maka hajinya tidak batal dan wajib membayar dam satu ekor unta atau sapi. Sedangkan jika pelanggaran senggamanya setelah tahalul kedua, maka damnya hanya berupa seekor kambing.  Kemudian, jika seseorang tidak ihram dari miqat dan tidak pula kembali ke salah satu miqat, maka damnya adalah satu ekor kambing, atau berpuasa selama 10 hari: tiga hari pada masa haji, tujuh hari di luar luar masa haji.  Demikianlah gambaran umum tentang kafarat, fidyah, dan dam. Semoga bermanfaat. Wallahu ‘alam.

Daftar Kepustakaan

Fuad Thahari, Dr.,H, MA, 2016, Hadis Ahkam Kajian Hadis- Hadis Hukum Pidana Islam, Deepublish.

https://islam.nu.or.id/post/read/105925/penjelasan-umum-tentang-kafarat-fidyah-dan-dam-1, di download tanggal 4 April 2020.

KETENANGAN DAN KEGELISAHAN HATI

  KETENANGAN DAN KEGELISAHAN HATI   اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي شَرَحَ صُدُوْرَ الْمُوَفَّقِيْنَ بِأَلْطَافِ بِرِّهِ وَآلَائِهِ، وَنُوْرِ بَصَ...